Sandra berada di mobil dan kini sedang memarkirkan di halaman sebuah klub malam. Pekerjaannya menemui klien membuat Sandra harus bolak-balik ke klub tempat klien ingin bertemu. Untung saja tempat itu milik salah satu temannya, sehingga Sandra sering meminta bantuan untuk ditemani.
“Halo, ya sayang. Mama akan pulang sekitar satu jam lagi. Kamu tidak apa-apa, ‘kan?” Sandra menghubungi Chila sebelum keluar dari mobil.
“Ya,” jawab Chila dari seberang panggilan dengan suara lemas.
Sandra tahu jika sudah mengabaikan putrinya itu selama beberapa hari ini, tapi tuntutan pekerjaannya membuat Sandra benar-benar sibuk.
Setelah menghubungi Chila, Sandra pun keluar dari mobil dan berjalan ke arah klub dengan pakaiannya formal, mengenakan rok span dan kemeja berwarna coklat susu yang dipadukan blazer berwarna hitam. Namun, meski wanita itu berpenampilan sedikit formal dan terkesan kuno, tapi aura kecantikan tetap terpancar dari wajahnya.
“Aku baru saja sampai, aku akan segera masuk, ruangan seperti biasanya? Oke!” Sandra baru saja bicara dengan seseorang melalui panggilan telepon, kemudian kembali memasukkan benda pipih itu ke tas.
Wanita itu baru akan menginjakkan kaki di halaman klub, hingga seorang pria menarik lengannya dan membawanya ke tempat yang sedikit gelap di sisi bangunan sebelah klub.
“Serahkan tas dan benda berhargamu!”
Sandra begitu terkejut, kini bola matanya menatap dua pria yang memasang wajah garang padanya.
“Tasku, bukan hak kalian!” tolak Sandra, satu tangannya memegang erat tali tas yang ditentengnya.
“Banyak omong! Serahkan saja! Mau mati!” bentak satu pria lainnya.
“Dasar preman jalanan!” umpat Sandra tampak tak takut, meski jantungnya kini sedang berdegup begitu cepat.
“Serahkan tas dan benda berhargamu, cepat!” perintah preman yang menahan Sandra di tembok.
“Jika melawan! Kami tidak segan membuat nyawamu melayang!” ancam preman lain. Mengarahkan mata belati di bawah dagu Sandra.
**
Farzan pergi ke sebuah klub malam karena tidak tahan dengan Grisel yang terus saja berburuk sangka. Hampir tujuh tahun dirinya bertahan, tapi Grisel sama sekali tidak berubah, keegoisan dan rasa cemburu yang amat besar, membuat Grisel gelap mata dan tidak pernah mau mendengarkan penjelasan darinya, hanya percaya dengan apa yang diyakini saja. Perdebatan mereka kali ini, benar-benar membuat Farzan angkat kaki dari rumah, sudah lelah jika terus menghadapi keegoisan Grisel.
“Kenapa dia sedikit pun tidak mau berubah?” Farzan menghela napas kasar, menatap cairan coklat yang berada di gelas, sebelum kemudian menenggaknya hingga tandas.
Farzan turun dari kursi, lantas berjalan keluar untuk meninggalkan klub. Dia akan pergi ke apartemen, karena tak mungkin pulang ke rumah orangtuanya yang tentunya akan mengundang banyak pertanyaan.
Saat berjalan ke arah parkiran, Farzan melihat seorang wanita yang sedang diganggu dua preman, tepatnya sedang ditodong dan diancam dengan senjata tajam. Dia pun mencoba mendekat dan menyelidik apa yang terjadi.
Farzan mendengar preman itu memalak dan mengancam, membuat pria itu geram karena tak bisa membiarkan para preman itu berbuat sesukanya, terlebih kepada seorang wanita.
“Hei! Apa kalian tidak takut dipenjara jika ketahuan?” tanya Farzan dengan suara sedikit membentak, meski kepala pria itu terasa sedikit pening, tapi Farzan berusaha berdiri dengan tegap dan memasang wajah garang.
Dua pria yang sedang menodong Sandra menoleh, melihat Farzan berdiri di bawah pencahayaan yang meremang.
“Siapa kamu? Tidak usah ikut campur!” bentak salah satu preman.
Farzan tersenyum miring mendengar bentakkan preman itu. “Kalau aku mau ikut campur bagaimana? Sekalian aku juga sedang kesal dan butuh seseorang untuk kujadikan tempat pelampiasan!”
Farzan mengepalkan satu telapak tangan, sedangkan tangan satunya meremas kepalan itu. Memberikan tatapan tajam seakan siap menghajar kedua preman itu.
“Cih … sombong!” Preman itu mendecih, sebelum kemudian salah satu dari mereka langsung menyerang Farzan.
Sandra terlihat cemas jika terjadi sesuatu dengan orang yang sedang menolongnya. Dia menengok ke kanan dan kiri, mencoba mencari bantuan karena melihat Farzan yang melawan dua preman. Dia pun berlari ke arah klub, lantas meminta bantuan satpam di sana.
“Bu Sandra, kenapa lari seperti itu?” tanya seorang satpam yang mengenali Sandra.
“Pak, ada preman yang nodong saya. Sekarang ada pria yang sedang menghajar mereka. Bapak bisa bantu pria itu, saya takut terjadi sesuatu kepada pria yang menolong saya,” ujar Sandra bicara dengan cepat.
“Baik, Bu!” Satpam itu mengajak satu teman yang lainnya untuk membantu Farzan.
Di sisi lain, Farzan masih menghajar kedua preman tadi, meski tak seimbang tapi bisa terus melawan. Dia yang sedang dalam kondisi kesal dan diliputi amarah, meluapkannya pada dua preman itu, meski dirinya juga terkena bogem mentah.
“Itu, Pak!” teriak Sandra membawa satpam klub, menunjuk ke arah Farzan yang sedang melawan dua preman.
Dua satpam yang melihat lantas berlari dan membantu Farzan membekuk dua preman itu.
Sandra sendiri merasa lega karena akhirnya dua preman itu ditangkap dan digelandang ke pos satpam sembari menunggu polisi datang. Dia lantas menatap Farzan yang sedikit terluka.
“Anda tidak apa-apa?” tanya Sandra memperhatikan. Wanita itu meski sudah berumur, tapi wajahnya masih tampak seperti baru berusia dua puluhan.
Farzan menatap Sandra yang bertanya, sebelum kemudian mengusap ujung bibir yang berdarah dengan permukaan jempol.
“Oh, tidak masalah. Hanya luka kecil,” jawab Farzan. Hingga sebuah aroma menggelitik hidung, aroma parfum ini pernah dicium hidung sebelumnya.
“Syukurlah, terima kasih karena sudah menolong,” ucap Sandra kemudian.
“Tidak masalah, lain kali jangan keluar malam sendirian, apalagi berada di tempat seperti ini,” balas Farzan dengan wajah datar, sebelum kemudian memilih undur diri dan berjalan menuju parkiran. Meski hatinya tergelitik dengan parfum yang dirasakan indera penciumannya, tapi Farzan berusaha menahan tak bertanya, karena pasti tak hanya satu orang yang memakai parfum aroma itu.
Sandra sendiri merasa lega, bersyukur karena ada pria yang entah siapa namanya telah menolong. Dia sendiri memilih pergi ke pos satpam, menunggu polisi datang menangkap dua preman yang sangat meresahkan itu.
“Pria yang menolong Bu Sandra tadi terluka, apa tidak diobati dulu?” tanya satpam ketika melihat Sandra datang sendiri ke pos.
Dua preman tadi diikat, lantas didudukkan ke lantai sambil menunggu polisi datang.
“Ah … kenapa aku lupa untuk menawarinya diobati,” gumam Sandra dalam hati.
Dia menoleh ke arah Farzan tadi pergi, hingga sudah tak lagi melihat pria itu.
“Dia buru-buru mau pergi, mungkin nanti diobati di rumah,” ucap Sandra kemudian kepada satpam.
“Kamu tidak apa-apa?” Seorang pria datang menghampiri Sandra, pria itu pemilik klub malam itu. Langsung keluar setelah satpam menghubungi dan memberitahu jika teman pemilik klub itu ditodong preman.
Sandra menoleh, melihat kenalannya itu tampak panik dan cemas.
“Aku tidak apa-apa, Mal. Untung tadi ada pria yang menolongku, sepertinya dia langganan klubmu,” jawab Sandra.
“Syukurlah.” Pria bernama Malik Mahardika itu menghela napas lega, lantas menatap dua preman yang terduduk di lantai dengan kedua tangan terikat. “Para preman ini, tak ada hentinya memalak orang yang melintas, terutama para wanita! CK ….”
**
Farzan mengemudikan mobil menuju apartemen pribadinya. Di dalam mobil, satu tangan memegang stir sedangkan satu tangannya menyentuh bibir yang terluka.
“Aroma itu, kenapa tidak bisa hilang dari hidungku?”
Aroma manis vanilla yang seperti berpadu dengan aroma lain, terasa menggelitik hidung Farzan. Meski sudah tak bersama wanita pemilik aroma itu, entah kenapa aroma itu tak mau menyingkir dari indera penciumannya.
Hingga Farzan mengingat saat wanita itu berjalan menjauh darinya, rambut sebahu dengan pakaian formal.
“Apa dia adalah wanita tempo hari yang aku tabrak?” Farzan bertanya sendiri seperti orang kebingungan.
Hingga pria itu menggelengkan kepala cepat, merasa aneh dan bodoh karena memikirkan aroma seorang wanita.
“Kalaupun benar wanita itu sama dengan tempo hari, lalu kamu mau apa? Aneh? Kamu pria beristri Farzan, jangan tergoda dengan hal negatif, hanya karena hubunganmu dengan Grisel sedang tak baik.”
Begitulah Farzan mensugesti diri sendiri, sejak dirinya menyesal karena pernah berselingkuh saat berpacaran dan pada akhirnya bernasib tak baik karena seolah mendapatkan sebuah karma, kini Farzan tak ingin mengulang kesalahannya dulu. Dia terus berusaha menjadi pria yang setia, meski pada kenyataannya sang istri seolah tak menganggapnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments
⸙ᵍᵏ Sari Kᵝ⃟ᴸ
kalau saja farzan tidak mengalami masalah ini, pasti dia ga akan menyesali perbuatannya dulu 🙊
2023-01-30
3
🦋𝖀𝖓𝖓𝖎𝖊 𝕰𝖛𝖎🍀
pertemuan selanjutnya, tanya nama masing masing
2022-12-10
0
Bunda Hani
ada yg bikin masalah ada juga yg bikin candu ya maas
2022-11-18
0