Alifa Meminta Hamdan Menikah Lagi

Tawa tertahan masih terdengar menusuk telinga, sesekali gelengan menjadi penanda betapa mereka begitu terpukau dengan suasana romantis yang telah diciptakan kedua anak mereka tanpa mereka sadari. Suatu kebahagiaan yang tidak terkira melihat betapa buah hati mereka saling mencintai dan mengasihi di pelupuk mata mereka. Selama ini, ada rasa khawatir menghinggapi di relung hati mereka pasalnya pernikahan mereka adalah suatu perjodohan.kedua anak mereka tanpa mereka sadari. Suatu kebahagiaan yang tidak terkira melihat betapa buah hati mereka saling mencintai dan mengasihi di pelupuk mata mereka. Selama ini, ada rasa khawatir menghinggapi di relung hati mereka pasalnya pernikahan mereka adalah suatu perjodohan.

"He he he bersambung ya, Bu di belakang layar. Anggap saja ini hanya muqodimah supaya ayah dan ibu bertambah yakin kalau putri kesayangan ibu berada ditangan orang yang tepat he he he". Jawab Hamdan membela diri.

"Mas...". Alifa melotot mendengar celotehan suaminya. Tangannya bergerak cepat mencubit pelan pinggang suaminya. Hamdan pura-pura mengaduh kesakitan tangannya menangkup dan membungkuk-bungkukkan badannya memohon maaf, Alifa yang terlihat kesal memutar malas bola matanya. Melihat itu Hamdan pun menjadi gemas dan menarik tubuh istrinya itu dalam pelukannya. Alifatubuh istrinya itu dalam pelukannya. Alifa berusaha berontak tapi karena rengkuhan suaminya terlalu erat maka ia pun tidak bisa berbuat apa-apa.

"Santai saja sayang, kepalang tanggung sudah ketangkap basah". Hamdan mencium kening wanita pujaannya itu sambil berbisik lirih tapi masih bisa di dengar oleh yang lain, sehingga sontak gelak tawa terdengar gegap gempita menjadikan suasana menjadi bertambah meriah.

"Janga malu, nduk. Umi sangat bahagia sekali melihat keharmonisan hubungan kalian. Umi sangat berterimakasih kamu mau menjadi menantu umi, kamu bisa menerima putera umi yang begitu manja dan banyak memiliki kekurangan". Ujar Umi Habsoh serak. Mata memerah menahan air mata yang sudah menggantung di pelupuk matanya. Dihapusnya dengan sigap butiran bening tersebut, senyumnya mengembang sempurna.

Hamdan merengkuh tubuh wanita yang sangat dipujanya itu, dicium tangannya dan ciuman di kening mendarat dengan begitu sempurna. Alifa kelabakan, ia tidak menyangka akan mendapat perlakuan sedemikian rupa. Ia berusaha menolak perlakuan imamnya tapi gagal. la pun akhirnya hanya bisa mendengus pendek karena merasa kurang nyaman menjadi objek tontonan gratis orang tua dan juga mertuanya.

"Senyum dong. Biar mereka tahu sekalian kita tidak lagi pencitraan...he....he...he". Kekeh Hamdan disambut gelak tawa seisi ruangan yang kembali menggeleng-gelengkan kepala melihat keusilan Hamdan.

Riuh tawa mereda, Hamdan merenggangkan pelukannya ketika ia menyadari ada dua orang santriwati memasuki ruang tamu yang tadi dipanggil umi Habsoh untuk menyiapkan minuman dan aneka cemilan. Seorang santriwati datang membawa nampan berisi minuman dan seorang lagi membawa nampan dengan beberapa toples terisi aneka cemilan.

Kedua santriwati yang bernama Safira dan Zoya, sigap menghidangkan minuman dan aneka cemilan yang mereka bawa dengan sopan. Safira menyajikan tiga cangkir kopi, masing-masing untuk pak Sofyan dan kyai Rahman, dan Hamdan. Untuk ibu Rani dan umi Habsoh dua teh herbal tersaji untuk mereka. Sedangkan untuk Alifa dibuatkan susu khusus ibu hamil. Zoya pun menata cemilan yang dikemas dalam toples cantik dengan sigap.

Tanpa ada yang menyadari salah satu santriwati melirik sinis dua insan yang sedang duduk berdampingan mesra. sepasang mata itu mencuri-curi pandang pada Hamdan dan Alifa. Ada rasa tidak suka menyeruak dari rongga dadanya.menyeruak dari rongga dadanya. Umbun-umbunnya seolah mengepul melihat kebahagiaan keduanya. Lagi-lagi rasa iri bercokol di hatinya. Setelah selesai, keduanya santriwati ini pun hendak undur diri.

"Oh ya nduk Fira dan nduk Zoya tolong ya tata aneka sayuran dan buah yang tadi dibawa oleh ibu Rani. Untuk daging kerbaunya tidak usah dimasukan kulkas, ya. Kalian taruh saja di dapur. Jangan lupa masukan ke baskom. Kamu taruh saja di samping kompor, nanti mau umi masak. Terimakasih, ya!". Perintah umi Habsoh kepada kedua santrinya yang sudah akan beranjak pergi. Safira dan Zoya pun mengangguk patuh, keduanya bergegas berlalu menuju dapur untuk melaksanakan tugas yang disuruh istri kyainya itu. Wanita bijak yang sudah mereka anggap sebagai ibu mereka sendiri.

Mereka kembali bercengkrama dan bersuka ria sambil menikmati hidangan yang tersaji di depan mereka.

"Hamdan, istrimu kelihatannya lelah, tolong bawa dia ke kamar untuk istirahat, ingat jangan diganggu biar menantu abah cepat pulih". Ucap kyai Rahman pada putranya. Semuanya tersenyum mendengar candaan kyai Rahman, terlebih Alifa, ia menundukkan wajahnya yang memerah.

"Baiklah, abi. Ayo, dek. Kita lanjutkan di kamar saja". Ucap Hamdan menggoda istrinya. Alifa mencubit pelan pinggang Hamdan. Semuanya kembali tergelak.

Hamdan dan Alifa berlalu ke kamar dengan masih saling menggoda.

Umi Habsoh mengajak Bu Rani ke dapur untuk mengolah daging kerbau yang sudah disiapkan di dapur tadi. Tidak butuh waktu lama, keduanya pun melesat ke dapur dan mengeksekusi daging kerbau menjadi semur dan gulai daging kerbau yang nikmat lagi lezat.

...****************...

Alifa menjalani masa kehamilannya dengan bahagia. Setelah dari rumah sakit, pada mulanya Hamdan akan melaksanakan puasa sebagai bentuk pengendaliannya terhadap efek hormon testosteron yang menguasainya. Tapi, Alifa tidak menginginkannya dengan alasan ia masih sanggup untuk melayani syahwat suaminya dengan baik walaupun dalam kondisi hamil. Selain itu, ia justru merasa sangat nyaman ketika selalu berdekatan dengan suaminya itu. Pada setiap kesempatan mereka bercengkrama dan saling menggoda yang pada akhirnya kemesraan mereka menjadi ritual memadu kasih yang sangat mereka nikmati dengan sukaria. Keadaan rumah yang hanya dihuni mereka berdua semakin mendukung untuk mereka beradu raga dan peluh diberbagai sudut rumah.

Hari berganti hari dengan begitu cepat. Alifa masih dapat melakukan tugasnya sebagai pengajar dengan baik. Kyai Rahman dan umi Habsoh sebenarnya sudah memintanya untuk mengurangi jadwal mengajarnya agar diganti oleh ustadzah lain tapi ia tidak bersedia. la bersikukuh tetap menjalankan kewajibannya seperti biasa,bahkan ia sudah meminta suaminya untuk menggantikannya mengajar saat menjalani masa nifas saja nanti. Selain itu ia juga masih mampu melayani gairah suaminya walaupun dalam kondisi perut yang tak lagi rata. Keintiman mereka di ranjang seolah tidak terganggu dengan adanya kehamilan Alifa. Istri Hamdan itu terlihat semakin seksi di mata suaminya sehingga selalu mampu menaikkan gelombang birahi Hamdan sampai ke ubun-ubun. Sungguh kondisi raga Alifa sangat patut disyukuri karena tidak seperti kondisi kebanyakan wanita hamil yang tidak bisa beraktivitas dengan baik di waktu hamil.

Tak terasa kehamilan Alifa sudah di penghujung bulan. Aktifitas mengajarnya pun masih tetap rutin dilakukan. Meskipun dalam kondisi hamil besar tapi daya tubuhnya sangat bagus, ia tidak mudah lelah. Raganya pun masih dengan sigap dan tangkas melayani nafsu syahwat sang suami. Namun, beberapa hari terakhir ia sedang dibelenggu oleh rasa khawatir terhadap kondisi suaminya yang harus berjuang sendiri mengendalikan gairahnya untuk bercinta selama masa nifas. la merasa sangat kasihan pada suaminya. Sering dipandanginya wajah suaminya saat ia sudah menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri. Berusaha mencari solusi agar suaminya tidak tertekan dalam waktu yang lama.

"Mas, mungkin sebaiknya mas menikah lagi saja". Desak Alifa suatu hari, saat itu mereka baru saja selesai makan siang. Hamdan yang baru saja membantu istrinya membereskan meja makan dan mencuci piring, mengajak istrinya untuk duduk bersantai di ruang tamu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!