"Maafkan mas, sayang".
Maafkan adek, sayang". Ucap keduanya bersamaan.
Dengan perasaan bersalah yang amat besar di tariknya tubuh istrinya dalam pelukannya. Dipeluknya begitu erat, ada terbesit rasa takut kehilangan wanita yang beberapa saat terakhir menjadi sumber kebahagiaannya itu.
"Mas yang salah, sayang. Seharusnya ini bisa kita diskusikan agar kita bisa saling mendukung. Mas minta maaf, bukannya mas hendak menyembunyikan hal ini. Mas kira ini bukanlah masalah besar, mas yakin bisa mengatasinya sendiri. Mas tidak menyangka kalau adek bakal bersedih dan kecewa pada mas sehingga nampak begitu terpuruk. Maafkan mas ya, sayang. Mas nggak bermaksud melukai hatimu." Ujar Hamdan, tangannya tak henti-hentinya mengusap pelan rambut hitam istrinya yang panjang. Ada rasa bersalah menghujam dadanya.
Alifa kembali mengangkat kepalanya, Mata kedua insan yang sedang terbuai asmara itu bersitatap. Alifa melihat ada penyesalan begitu dalam dari sorot mata imamnya itu. Dihapusnya sisa air mata di pipinya dengan punggung tangan kanannya, bibirnya melekuk senyum disela-sela sesenggukan yang masih terdengar.
"Jangan bersedih dan merasa bersalah, sayang. Justeru aku yang harusnya minta maaf. Aku sudah berburuk sangka padamu, sayang". Alifa menunduk malu.
"Aku sudah berburuk sangka padamu, sayang. Aku sudah mengira mas sedang menjalankan suatu ritual ilmu gaib atau bahkan pesugihan". Lanjut Alifa terkekeh kecil.
Hamdan menggelengkan kepalanya, ia pun terbahak mendengar ucapan istrinya. Diacaknya gemas rambut istrinya dan menjawil dagunya.
Wajahnya Alifa tertunduk pilu sekaligus malu, Pilu karena mengingat selama ini suaminya sudah berjuang begitu berat untuk tetap menjaga kehormatan agar tak terperosok kedalam lembah kenistaan. Malu karena ia telah berburuk sangka pada suaminya, menganggap suaminya sedang melakoni ritual ilmu hitam atau bahkan pesugihan. Matanya kembali berkaca-kaca. bulir-bulir air mata kembali meluncur tanpa bisa ia cegah. Sesaat kemudian pandangannya lurus menerobos manik mata suaminya.
"Sebaiknya mas menikah lagi agar mas tidak tersiksa bila adek berhalangan melayani mas...". Ucap Alifa tertahan.
Pandangan mata Alifa luruh seiring air mata yang berlomba-lomba menyeruak dari pelupuk matanya, bukan perkara mudah baginya menyarankan solusi agar suaminya menikah lagi ada perasaan yang harus ia korbankan, ada raga yang sebelumnya seutuhnya menjadi miliknya harus ia bagi dengan wanita lain, ada cinta yang ia pertaruhkan. Tapi ia juga khawatir bila ia tak sanggup melayani dan memenuhi kebutuhan *** suaminya, suaminya justru akan tergoda pada suatu hal yang tidak halal dan akhirnya mencari jalan yang keji lagi hina untuk pelampiasan. Membayangkan hal buruk menimpa suaminya seketika ia bergidik.
Hamdan mengangkat dagu Alifa, ditatapnya manik mata biru yang selalu membuatnya terpesona dan jatuh cinta berulang-ulang itu. Tangannya terulur menghapus air mata yang masih setia membanjiri pipi wanita pujaan hatinya itu. Sekilas dikecupnya bibir seksi yang begitu menggoda dimatanya, kemudian kecupan sayang mendarat berkali-kali di wajah wanita terkasihnya dengan penuh cinta, pada akhirnya, kecupan hangat berlabuh di keningnya cukup lama hingga wanita cantik itu disentak halus dan dengan nyaman kepalanya bersandar manja di dada bidang laki-laki sholeh itu. Alifa begitu tersentuh dan terharu diberlakukan begitu manis oleh suaminya terkasih.
" Mas bersedia menikah lagi?". Tanya Alifa yang masih berada dipelukan hangat suaminya. Tangisnya sudah mereda, pelukan suaminya membuat ia merasa lebih tenang dan nyaman.
Hamdan tidak segera menjawab pertanyaan Alifa. Ia terdiam cukup lama mencari jawaban pertanyaan istrinya yang bahkan tidak pernah terfikirkan di dalam benaknya.
"Jangan meminta sesuatu yang akan membuat kita terluka terutama dirimu sayang, mas hanya mau kamu dan tidak menginginkan yang lain lagi. Mas nggak sanggup kalau harus melihat adek terluka dan itu adalah hal pasti yang tidak bisa dihindari saat kalau mas harus menikah lagi".Jawab Hamdan dan berharap istrinya puas dengan jawabannya serta tak mendesaknya lagi.
"Tapi....".ucap Alifa terpotong
"Mas akan baik-baik saja, percayalah". Tukas Hamdan cepat memotong ucapan yang hendak membantah jawabannya.
Bibir manis Alifa terbuka hendak membantah lagi namun disambar oleh Hamdan dengan ********** sehingga Alifa pun pasrah.
Hamdan tersenyum lega, ia tidak memberi kesempatan istrinya membantah lagi. Keduanya kemudian larut dalam aktivitas mesra, bergumul dengan suka cita menghangatkan ranjang pengantin mereka dan mereguk kenikmatan halal yang sudah disediakan oleh sang Pemberi Nikmat. Alifa melayani suaminya yang seolah tiada lelah hingga larut malam. Rasa syukur tak terhingga selalu terlantun pada Sang Kuasa yang telah memberikan kesabaran pada suaminya atas ujian yang diberikan padanya.
Sejak tahu keadaan suaminya itu, ia menanamkan pada dirinya untuk selalu memberi dukungan dan pelayanan maksimalnya pada suaminya agar jangan sampai memperturutkan hawa nafsu sehingga terjerumus pada kenistaan dan kehinaan. Alifa juga selalu menjaga pakaiannya tetap tertutup saat ia sedang menstruasi, ia tidak mau benteng pertahanan suaminya runtuh. Ia berkomitmen untuk berusaha membantu suaminya melewati masa-masa sulit yang sedang dihadapinya. Sikap mesra tetap ditampilkannya tapi juga tetap menjaga batasan agar tidak mengundang nafsu syahwat suaminya.
...****************...
Hoek...Hoek...Hoek
Hamdan yang sedang duduk di meja makan, menunggu istrinya untuk sarapan terkejut. Seketika ia panik dan berhambur ke kamar mandi dekat dapur dimana istrinya berada.
Hoek....Hoek...Hoek
Alifa memuntahkan cairan kuning berulangkali hingga wajahnya tampak memucat. Hamdan dengan panik memijat tengkuk istrinya. Setelah dirasa mereda Alifa melepas jilbab instannya dan mencuci mukanya. Dengan masih dengan raut wajah panik, Hamdan memapah istrinyahingga wajahnya tampak memucat. Hamdan dengan panik memijat tengkuk istrinya. Setelah dirasa mereda Alifa melepas jilbab instannya dan mencuci mukanya. Dengan masih dengan raut wajah panik, Hamdan memapah istrinya keluar dari kamar mandi dan membantunya duduk di kursi meja makan. Jilbab instan Alifa diletakkannya disandaran kursi, namun baru saja Alifa menghenyakkan bokongnya di kursi rasa mual kembali menderanya. Ia pun lari terbirit-birit ke kamar mandi kembali. Hamdan pun semakin panik. Disambarnya telpon genggamnya yang tergeletak di meja makan, dan mengabarkan pada uminya bahwa Alifa sedang sakit. Ia juga meminta uminya untuk menyuruh sopir pribadi mereka, pak Rasdi untuk menyiapkan mobil agar Alifa bisa segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan. Panggilan pun diputus tergesa setelah Hamdan mengucapkan salam. la buru buru menghampiri istrinya yang rasa mualnya sudah mereda walau wajahnya nampak semakin pucat. Dipakaikannya jilbab instan istrinya yang sempat ia sambar tadi. Dengan rasa panik yang makin memuncak dibopongnya istrinya dan dengan cepat langkahnya melesat menuju pintu. Dengan susah payah akhirnya pintu terbuka seiring deru mobil memasuki halaman rumahnya. Bergegas ia membawa masuk istrinya ke dalam mobil, umi Habsoh terlihat tak kalah panik, ia menyediakan pahanya sebagai bantalan menantu yang amat disayanginya itu. Hamdan meminta pak Rasdi mengunci pintu setelah tadi membantunya membuka pintu mobil. Setelah pak Rasdi duduk dibelakang kemudi, mobil pun melaju menuju rumah sakit. terdekat. Hamdan memeluk tubuh istrinya dengan erat, ia sangat takut hal buruk akan terjadi pada istrinya. Beling-beling kaca berhamburan dari kedua kelopak matanya. Umi Habsoh berusaha menenangkan anak semata wayangnya dengan mengusap lembut punggung pria yang dilanda panik itu, sedang tangan satunya membela kepala menantunya yang nampak lemah dan pucat. Air matanya juga tak dapat ia bendung. Bibirnya tak berhenti berkomat-kamit meluncurkan doaterbaik untuk kesembuhan menantunya.
Dengan sigap perawat membawa Alifa ke IGD untuk ditangani lebih lanjut. Hamdan diminta segera mendaftarkan pasien di meja administrasi agar bisa segera ditangani semaksimal mungkin.
Raut wajah panik tercetak jelas dari wajah ibu anak ini. Dengan gelisah dan resah yang berkecamuk mereka menunggu Alifa ditangani dokter. Tidak berapa lama, pintu ruangan terbuka, seorang wanita cantik dan anggun berjas putih khas dokter keluar dengan wajah sumringah. Keduanya pun lekas menghampiri tidak sabar untuk tahu keadaan Alifa
"Bagaimana keadaan istri saya, dok?". Tanya Hamdan dengan mimik muka panik yang gagal ia sembunyikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments