"pembunuhan... " teriak seorang wanita parubaya saat melihat Naya.
"B-bukan bu, Naya bukan pembunuh" sangkal Naya, sedikit rasa takut menghantuinya saat melihat banyak orang mulai berkumpul.
"gak usah ngelak kamu, saya liat sendiri kamu nusuk perut pria itu. Buktinya tangan kamu banyak darah ditambah ada pisau di ujung kursi pria itu"
Naya menoleh kesamping tempat duduk pria tadi dan benar saja ada pisau yg sudah berlumuran darah disana.
"tapi demi tuhan bu Naya gak bunuh dia, Naya cuma tolongin mas mas ini. Pas Naya masuk mas ini udah terluka" jelas Naya, namun semua pandangan mereka menyiratkan ketidakpercayaaan.
"mana ada pembunuh yang mau ngaku" sarkas seorang pria paru baya yang juga ikut melihat kejadian itu.
"plishh, Naya gak boong. Percaya sama Naya...." pinta Naya dengan nada memohon, karena memang pada kenyataannya ia bukan seorang pembunuh.
Bagaimana mereka bisa menyimpulkan bahwa Naya seorang pembunuh, sedangkan Naya baru memasuki angkot tersebut.
"cepat telepon polisi, sebelum dia kabur dan tak mengakui kesalahannya" hadrik wanita paru baya menunjuk wajah Naya.
"plishh jangan telepon polisi, demi tuhan bukan Naya yang bunuh bu" Naya terus membela diri, namun telinga semua orang di sana seolah tuli dengan kebenaran itu.
...***...
Seorang pria paru baya bernama Anton kusuma dengan pakai berwarna kuning dan palang palang besi menghiasi tempatnya saat ini.
"ayah kangen sama kamu Nay" yaaa dia Ayah Naya yang selama ini digadang gadang sebagai pelaku pembunuhan berantai.
Ia mendapatkan hukuman mati karena melakukan perencanaan pembunuhan, namun ia juga meminta pada hakim agar mengundur hukuman itu.
Agar ia bisa lebih bisa menghabiskan waktunya dengan sang putri tercinta, agar ia juga bisa menjelaskan dengan baik tentang hukumannya.
"apa kamu malu punya ayah seperti aku nak" tangannya terus mengusap fotonya Naya, sejak masuk jeruji besi ia tak pernah melewatkan untuk melihat foto Naya atau hanya sekedar bercerita ringan.
Ia terus mengingat Naya, apakah gadis kecilnya itu baik baik saja, apakah sudah makan, apakah Naya menjaga kesehatannya dengan baik, jika ia pergi maka siapa lagi yang menjaga gadis itu.
"kalo ayah pergi, kamu gimana..." Anton menitikkan air matanya, ketakutannya bukan kematian tapi perpisahannya dengan anak gadisnya.
Sampailah bunyi hiruk pikuk dari luar mengalihkan pikiran Anton, suara itu amat ramai.
"pakkkk.... Demi tuhan pak, bukan saya yang membunuhnya pak...." tangis Naya pecah saat diseret oleh pihak kepolisian, membuat Anton langsung berdiri saat mengenal suara putrinya.
"jangan banyak alasan kamu, biarkan pihak kami menangani kasus ini" seorang polisi dengan badan kekar terus menggeret tangannya Naya agar memasuki ruang introgasi.
"gak...gak mau, saya gak lakuin apapun kenapa saya harus diintrogasi." Naya memberontak hingga membuat polisi itu kewalahan.
"DIAMMM.... kalo kamu gak bisa diam, jangan salahkan saya yang akan membuat kamu diam secara paksa" Ancam polisi itu dengan wajah ganasnya.
Naya tak peduli lagi dengan ancaman polisi yang ada didepannya saat ini, ia terus memberontak.
PLAKKK
PLAKKK
Dua tamparan melayang pada kedua pipi Naya, membuat gadis itu langsung tersungkur saking dahsyatnya tamparan itu.
Gadis itu gemetar karena sakitnya seakan memecah tengkoraknya, matanya memanas sampai menggigit bibirnya agar tangisnya tak pecah.
Anton yang melihat keadaan putrinya pun meremas kuat besi jeruji itu, sungguh ia tak terima melihat putrinya diperlakukan seperti itu.
Ayah mana yang sanggup melihat anaknya di tampar sampai tubuhnya gemetar, Anton saja tak pernah berani sedikit pun melayangkan tangannya.
"ikut atau saya akan lebih kasar sama kamu" polisi itu menarik Tangan Naya hingga berdiri, Naya terseok seok mengikuti langkah kaki polisi yang membawanya pergi menuju ruang introgasi.
Namun sebelum itu ia menatap kearah sel milik ayahnya, sang ayah hanya tersenyum sebagai bentuk menguatkan Naya.
Namun Naya menggeleng pertanda sudah tak kuasa menahan semua yang ia rasakan saat ini.
"Naya cape"
...***...
Diruangan introgasi nampak Naya hanya menundukkan kepalanya sambil memilih bajunya hingga kusut.
"bagaimana kronologinya, bisa kamu jelaskan" Tanya seorang wanita dengan pakaian Formal.
Naya hanya diam dengan pandangan kosong, percuma saja jika ia menceritakannya. Mana mungkin wanita didepannya itu akan percaya.
"kamu membunuhnya?"
Naya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"kamu mengenalinya"
Lagi dan lagi Naya hanya menggelengkan kepala.
"lalu bagaimana pisau itu ada TKP"
"Naya gak tau"
"jawab dengan jujur, apa motif pembunuhan yang kamu rencanakan" pandangan wanita itu tepat pada mata Naya.
"saya gak membunuh siapapun, disana saya hanya menolongnya. Kenapa kalian semua menghakimi saya dengan keji" Teriak Naya dengan keras.
Wanita itu mendekatkan wajahnya didepan wajah Naya "jika kamu tak ingin dihakimi maka bersuaralah yang lantang, jangan diam. Lawan...jika kamu diam maka keadilan itu akan menginjak kepalamu"
Naya tak mengedipkan matanya mendengar penuturan wanita itu.
"jika kamu menggantung keadilanmu pada orang lain, itu salah. Tapi pegang keadilan itu untuk dirimu, jika perlu teriak seperti tadi. Agar mereka yang tuli kebenaran bisa mendengar kejujuran"
"dunia ini terlalu kejam jika kamu hanya diam" kemudian wanita itu menjauh dan kembali duduk pada kursinya menatap Naya.
"M-maksud anda?"
"aku akan membantu mu, karena aku tau semua itu bukan salah mu"
"sungguh?"
"tapi kamu juga harus bisa membela dirimu"
...***...
Seorang laki laki bangun dari tidurnya, tampak sekali laki laki itu memikirkan sesuatu yang sampai saat ini ia cari.
"bagaimana? Apa kamu menemukannya" tanya laki laki itu dengan wine ditangannya.
"belum tuan" jawab sekretaris yang saat ini membungkukkan setengah badannya.
"temukan! Aku ingin segera"
"baik tuan" kemudian meninggalkan tuanya yang saat ini duduk memandang arah kaca transparan menampakan kota dan gedung gedung pencakar langit.
"aku menginginkan, maka harus aku miliki"
Ia menatap nakasnya yang terdapat gelang disana.
"akhhh aku harus cepat menemukannya, jantung ini terlalu berbahaya hanya karena menatap gelang itu"
Seorang pelayan memasuki ruangan dengan membawa tiga brosur.
"ini brosur sekolah yang tuan minta"
"hmm" laki laki itu mendekat kearah pelayan dan mengambil brosur itu.
"daftarkan! Aku ingin segera" memberikan satu brosur.
"baik tuan"
Pelayan itu pergi setelah memberi hormat pada laki laki itu, bagaimana tidak dihormati jika ia tuan muda.
Keluarga yang memiliki gelar ternama hingga mancanegara, tak payah pula memiliki bisnis bisnis yang tak pernah sedikit pun mengalami keanjlokan.
Namun siapa sangka hati laki laki dingin ini ternyata menyimpan obsesi gila, yang membuat orang lain merasa resah.
"jika tuhan tak mengijinkan, maka aku sendiri yang akan mencari"
Sampai sebuah pintu kamar laki laki itu terbuka.
"kami menemukannya tuan...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments