episode 5

Aku terkejut dan tidak tau harus berkata apapun. niat hati ingin menolak lagsung, tapi tenyata lampu hijau sudah dimunculkan oleh sang paman. "Apa aku coba menolak saja secara halus ya, semoga mereka mengerti dengan keinginanku, " batinku.

Aku senyum-senyum seperti orang bingung sambil memijit-mijit kepalaku yang tidak sakit. "Aku masih terlalu muda untuk menikah sekarang bi, kalian masih ada adik-adikku yang harus aku sekolahkan sampai mereka tamat, " jawabku sambil mengelak perkataan bibi tadi. "Ah... kalau urusan sekolah adik-adikmu, bisa bibi atasi, biar bibi yang bertanggung jawab atas pendidikan mereka, sekarang pikirkan untuk dirimu sendiri, jika sudah ada jodoh di depan matamu segeralah terima pinanganya, " ujar bibi fizah panjang lebar seakan dia yang menjalani rumah tangga ini ke depannya.

Sambil mengatur posisi dudukku di kursi jepara ini, aku mengamat-ngamati wajah laki-laki yang berada tepat di depanku. "apakah ini anaknya yang di jodohkan kepadaku akan bertanggung jawab atas kehidupanku kelak, atau dia hanya butih status saja, biar dia ngk dibilang panglatu( panglima lajang tua)? " tanya ku dalam hati.

Sambil senyum-senyum yang dibuat-buat aku memberanikan diri untuk menanyakan sesuatu yang sangat penting dalam roda kehidupan yang berumah tangga. "maaf paman dan bibi, saya mau tanya apakah pekerjaan anak paman ini," tanya ku dengan nada sepelan mungkin takut menyakiti hati mereka.

Aku melihat gelagat yang aneh dari sang bibi. Ada sesuatu yang disembunyikan, feeling hatiku mengatakan. Namun itu ku tepis saja, karena tak mungkin mereka berani datang melamarmu tanpa memiliki identitas pekerjaan yang sewajarnya.

"ah... anu... itu... kerjaaan candra membuka usaha online dan mengajar di salah satu sekolah swasta, " begitu penuturan paman tersebut. Sebagai seorang ayah pasti dia akan mengangkat-akat status anaknya.

"wah... mantap juga nak candra seorang guru, tante sangat bangga sekali," puji bibi fizah. Memang bibik yang satu ini sangat memprioritaskan sesuatu itu dari bentuk luarnya saja. Dia tidak akan mau ambil pusing untuk bentuk dalamnya. Ya jika covernya aja usah bagus, pasti dalamnya juga bagus. Sama seperti membeli buah-buahan, jika di luarnya terlihat lesu dan mulai kisut alias tidak segar dan tak cantik di lihat, belum tentu di dalamnya sama seperti lisannya, kemungkinan buah itu pasti manis.

Ah aku jadi bingung sekarang . Apalagi yang harus ku katakan. Beginilah jika tidak memiliki orangtua lagi. Jadi tidak ada lagi yang mengback up kita. Aku bosan dengan pertemuan ini, ingin sekali pertemuan ini cepat berakhir dan mereka segera pulang. Jujur aku sangat letih badan dan malah ditambah dengan letih pikiran. Mereka membuat ku harus berpikir lebih cepat dalam mengambilnya keputusan. Jika ku tinggal pergi, seakan-akan aku tidak menghargai kedatangan mereka. Ahhh..... kacau pikiran adek bang, loss lah ku bilang aja intinya. Bagaimanapun pendapat mereka, itu urusan mereka. Intinya sekarang aku harus secepatnya rebahan.

"Maaf paman dan bibi untuk saat sekarang ini, saya sangat menolak perjodohan ini, ini sangat terlalu cepat buat saya, dan umur saya juga masih terbilang muda, saya belum puas menikmati masa muda saya, jadi saya mohon pengertiannya, " terangku sangat detail karena aku sudah muak dengan ini semua. "Baiklah paman dan bibi, jika tidak ada lagi yang harus diperbincangkan, saya mau undur diri dulu, saya mau istirahat karena letih baru pulang kerja, " sambungkan kemudian sambil beranjak pergi ke kamar tanpa meminta persetujuan mereka.

Setelah itu, aku langsung masuk ke dalam kamarku untuk tebakan. Begitu lelah diri ini segarkan berdiri melayani pesanan customerku. Kebetulan seharian ini cafe sangat padat pengunjung, sehingga aku harus lembur dari jam kerjaku. Kebetulan cafe tempat ku bekerja memiliki dua shift kerja dan aku di tempatkan di shift pagi. Menjelang anak shift pagi pulang, tamu di cafe sangat banyak sehingga tak terjamu semua, sehingga kami di minta lembur beberapa jam saja agar suasana cafe lebih tercontrol.

####%##%######

Aku tiba-tiba saja terbangun di kala ku dengan suara azan berkumandang. Aku lihat jam di atas balas, ternyata sudah subuh. Aku tersadar bahwa aku tertidur mulai lepas magrib sore dan bangun ketika sudah subuh. Perut ku tiba-tuba berbunyi menandakan cacing di perutku belum di beri makan. Aku melewatkan makan makanmu karena mataku sudah ngantuk berat semalam.

Aku beranjak dari tempat tidur lesehanku untuk ke kamar mandi. Ku tekan gagang pintu ternyata terkunci. Aku baru ingat, karena kesalnya aku kepada bibi fizah, aku langsung mengunci pintu selepas pamitan dari mereka. Pantas saja bibi nggak membangunkan aku untuk makan malam.

Ku ambil kunci dan langsung membukanya. Ku lirik sekilas keadaan rumah yang masih gelap pertanda penghuni rumah masih tertidur. Segera ku melaju ke dapur untuk meminum segelas air putih terus lanjut ke kamar mandi.

Setela urusanku dari kamar mandi selesai, aku melihat ternyata bibi sudah bangun dan sekarang lagi meracik bahan makanan untuk sarapan kami semua. Sebenarnya paman dan bibi selalu memperlakukan kami seperti anak kandungnya. Tidak terlalu mengharapkan tenaga ataupun imbalan dalam mengurus kami. Karena kata ayah, dulu ketika kami masih kecil hanya bibi fizah yang mau mengurus kami di kala ayah dan ibu sedang pergi bekerja.

"Baru bangun din, " sapa bibi padaku. "Eh iya bi, baru aja, " jawabku spontan.

"Bagaimana sudah kamu pikirkan lagi tentang perjodohan itu, bibi sangat berharap banyak atas perjodohan itu, kamu setujui saja ya, Candra itu laki-laki yang baik, tidak perokok, tidak peminum, kerjaannya terpuji, punya gelar sarjana lagi, kurang apalagi laki-laki seperti itu, " terang bibi panjang lebar berharap aku berubah pikiran.

"Maaf bi, jangan terlalu berharap banyak terhadap perjodohan itu, karena aku tidak berminat sedikitpun, " jawabku ketus sambil berbalik badan berjalan menuju kamar.

Kelakuanku seperti ini memang kurang ajar, tapi mau bagaimana lagi, pagi-pagi bibi udah merusak mood ku dengan menanyakan perjodohan yang jelas-jelas sudah kutolak. Pagi ini pun aku melewatkan sarapanku. Aku masih kesal dengan bibi. Aku merasa ada sesuatu hal yang membuat bibi bertahan untuk menjodohkan aku dengan peka tersebut, mungkin setelah pulang Kerja saja aku utarakan keresahan hatiku ini.

Sekarang aku harus berangkat kerja agar tidak kena macet yang akan membuat terlambat masuk kerja. Segera ku stop kan angkot yang tujuan ke tempat kerja. Di dalam angkot tidak terlalu banyak penumpang dan si supir melajukan angkatnya dengan kecepatan sedang sambil ku mendengar Musik yang sengaja di putar supir tersebut.

Berkisar 15menit aku berada di angkat, akhirnya aku tiba di cafe tempatku bekerja. Untung saja waktunya pas-pasan sehingga aku tidak kena denda keterlambatan yang membuat hatiku di potong. Setelah melakukan absensi, akhirnya kulakoni pekerjaannya seperti biasa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!