Bagas memeluk erat tubuh Dara yang mematung di hadapannya dan tak mengerti apa yang sedang di ucapkan Bagas padanya, yang jelas saat ini dia sangat ketakutan.
"Tu-tuan, nama saya Dara bukan Kam---"
Belum sempat Dara menyelesaikan kalimatnya, Bagas sudah melu mat bibirnya dengan sangat rakus seolah dia sangat merindukan sosok perempuan bernama Kamila yang dia lihat dalam diri Dara saat ini.
"Emh,,,!" Dara berontak mencoba melepaskan diri dari dekapan erat dan ciuman Bagas yang
memaksakan kehendaknya dengan beringas.
"KAMILA! Apa aku begitu buruk di mata mu sehingga kau berpaling dariku demi pria lain, aku sekarang sudah kaya raya Kamila, aku sudah memulihkan kejayaan perusahaan ayahku, kenapa kau masih menolak ku!" teriak Bagas di depan wajah Dara yang bergetar kerakutan.
Botol kaca berisi minuman memabukan itu di lemparnya sehingga bau alkohol menyeruak memenuhi isi ruangan, membuat kepala Dara merasa pusing hanya dengan mencium aroma menyengat minuman import itu.
"Saya Dara tuan, saya bukan Kamila!" lirih Dara dalam takutnya.
"Kalau aku bilang Kamila, berarti kau Kamila!" bentaknya lagi,
"Ya tuan, saya Kamila," ujar Dara pada akhirnya, dia sungguh ketakutan dengan perangai tuannya yang emosinya tak terkontrol membabi buta.
Bagas menyeringai menampakan deretan gigi putihnya yang berbaris rapi, matanya terus merayapi setiap inci tubuh istrinya dengan pandangan yang tak bisa diartikan sebagai pandangan apa.
Wajahnya semakin mendekat ke arah wajah Dara yang menahan nafasnya dan tak bisa berbuat apa-apa selain memejamkan matanya karena merasa takut kalau Bagas melakukan kekerasan padanya, atau memaksa menciumnya lagi.
"Kau penipu, bisa-bisanya kau mengaku-ngaku sebagai Kamila, kau hanya wanita yang kebetulan berwajah mirip dengan Kamila, kau pikir karena aku mabuk, aku bisa kau tipu?" teriak Bagas dengan jari telunjuk mengacung tepat di depan hidungnya.
Sungguh serba salah menjadi Dara, mengatakan kebenaran kalau dirinya bukanlah Kamila, di bentak dan di paksa untuk mengaku kalau dirinya sebagai Kamila, sementara saat dirinya mengakui kalau dia adalah Kamila, malah di anggap sebagai penipu oleh suaminya itu, apa dia menikah dengan orang tak waras? atau pria dengan kelainan mental? pikir Dara.
Rambut Dara yang terurai ternyata mermudahkan Bagas untuk meraih dan menjambaknya sampai kepala Dara mendongak ke belakang, "Pergi dari kamarku, jallanng, kau tak pantas tidur di sini, hanya Kamila satu-satunya wanita yang berhak tidur di kamarku ini."
Bagas menyeret tubuh Dara dengan rambutnya yang dia tarik sekuatnya sampai keluar kamar, tak perlu di ceritakan bagaimana rasa sakitnya kepala Dara, rasanya sangat perih dan seperti kulit kepala akan terlepas dari tempatnya, bahkan beberapa rambutnya lepas dari akarnya akibat jambakan Bagas.
Entah mimpi apa Dara semalam, sampai harus bersuamikan orang yang sakit jiwa dan suka menyiksa itu, dan bila memang ini semua hanyalah sebuah mimpi, Dara hanya berharap kalau dia cepat terbangun dan melanjutkan hari-hari damainya tanpa suami sakit jiwanya itu.
Anwar dan Panji sudah siap sedia di depan pintu, mereka berjaga-jaga jika sampai Bagas menyakiti istrinya dan tentu saja Nyonyanya yang baru itu akan merasa syok, dan lebih jauh lagi bisa saja Dara akan babak belur seperti yang sering mereka terima jika Bagas sedang 'kumat'.
"Nyo- eh, Mbak Dara baik-baik saja?" tanya Panji langsung berlari menghampiri Dara yang terlihat kacau.
Sungguh pertanyaan yang konyol, mana mungin wanita itu baik-baik saja, sementara dari tampilan fisiknya saja sudah bisa disimpulkan kalau Dara baru saja menerima kekerasan dari tuan mereka.
"A-aku baik-baik saja tuan!" ujar Dara ketakutan, dan berpikir kalau 2 orang di hadapannya itu sama bejatnya dengan Bagas, secara mereka adalah pegawai setia suaminya itu.
"Ayo mbak, saya obati lukanya, dimana yang sakit? Atau perlu saya bawa ke rumah sakit?" tanya Anwar, pria tegap itu terlihat agak khawatir dengan keadaan Dara.
"Tidak, biarkan aku kembali ke kamarku saja, aku hanya perlu istirahat!" tolak Dara.
Tak ada luka fisik yang berarti di tubuhnya, namun luka batinnya terasa lebih perih dibanding apapun juga, Dara hanya ingin diam sendirian, mencoba menerima takdir Tuhan untuknya dan menata diri untuk mempersiapkan hal yang mungkin lebih buruk lagi yang akan terjadi di waktu kedepannya.
Dara yakin kalau kejadian malam ini hanya merupakan awalnya saja, besok atau lusa hal ini pasti terjadi lagi, bahkan mungkin bisa lebih buruk dari ini, sayangnya yang bisa Dara lakukan saat ini hanya pasrah pada keadaan dan berdoa semoga dirinya kuat menghadapi semua hal yang akan terjadi pada dirinya seburuk apapun itu.
Pintu kamarnya di ketuk seseorang dari luar, Dara terkesiap kaget, rupanya dia tertidur dalam tangisnya semalaman, bahkan dia masih berada di sofa tempatnya menangis sesenggukan menangisi nasib buruknya, ranjang yang cukup luas dan mewah itu bahkan masih terlihat rapi karena tak tersentuh sama sekali oleh dirinya,
"Maaf mbak, tuan ingin ditemani sarapan oleh anda, silahkan bersiap-siap, tuan berpesan dalam 10 menit anda sudah harus ada di meja makan," ucap seorang wanita muda yang sepertinya seorang pelayan disana.
"Oh iya, tuan juga berpesan, pagi ini ingin melihat anda mengenakan dres merah muda," sambung pelayan tadi lalu berbali dan berpamitan untuk pergi meninggalkannya.
Oh, manusia macam apa Bagas ini sebenarnya, setelah semalam dia menyiksa dan mencaci makinya lalu tiba-tiba ingin ditemani sarapan, seolah tidak pernah terjadi apa-apa, bahkan untuk baju pun dia yang menentukan warnanya, sungut Dara, yang tentu saja hanya dia ucapkan dalam hatinya saja.
Entah kamar siapa itu sebelumnya, nuansa merah muda sangat kental disana, bahkan beberapa pakaian seksi seperti kekurangan bahan tergantung rapi di lemari kaca yang berada di kamar itu, namun baju-baju itu sepertinya semuanya masih baru semuanya bahkan beberapa di antara nya masih tertera label harganya.
"Duduklah!" titah Bagas saat Dara baru saja datang ke ruang makan dan berdiri di tepi meja persegi yang berukuran besar dengan aneka makanan mewah di atasnya.
Seorang pelayan menarik kursi di sebelah Bagas untuk diduduki Dara.
Tanpa banyak bicara dan protes, Dara berjalan ke arah kursi itu dan duduk dengan tenang, dia tak ingin melakukan kesalahan apapun dan membuat Bagas murka di pagi itu.
"Mulai hari ini kau tak boleh lagi bekerja di kantor, kau hanya diperbolehkan diam di rumah menungguku pulang, aku juga melarangmu keluar rumah tanpa seizin dariku, kau paham!?" tegas Bagas dengan sorot mata tajam menghunus jantung Dara.
"T-tapi tuan,,," protes Dara, bagaimana bisa dia menjadi bak burung dalam sangkar emas, dirinya juga perlu bersosialisasi, dan perlu pemasukan untuk bekal dirinya.
"Kenapa? Semua kebutuhan mu sudah terpenuhi disini, apalagi yang kau cari diluaran sana? Patuhlah jika tak ingin terjadi apa-apa dengan seluruh keluargamu di kampung!" Ancam Bagas yang bembuat Dara terdiam seribu bahasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sabar
2023-04-29
1
Azizah az
senjata yg ampuh buat dara y keluarga
2022-10-02
2