Tapi Bukan Aku
“Kang Jaka, apa aku boleh ikut ke Jakarta?” tanya Dara sambil berurai air mata saat dirinya mendatangi tetangganya yang kebetulan bekerja di Jakarta dan sedang pulang ke kampung halamannya.
“Ya ampun, itu pipi kamu kenapa? Apa Yoga melakukannya lagi?” tanya Jaka saat melihat pipi Dara yang memar dan membiru.
“Hem, seperti biasalah,” jawab Dara lesu.
Sungguh semua orang di sekitar rumah Dara tahu bagaimana Yoga, kakak lelaki satu-satunya Dara termasuk kedua orang tuanya tak segan memukul bahkan menyiksa Dara jika gadis yang merupakan tulang punggung bagi keluarganya yang semuanya pemalas itu.
Yoga, kakak laki-lakinya yang seangkatan dengan Jaka, di usianya yang sudah menginjak 25 tahun itu masih betah menganggur dan mengandalkan uang pemberian dari adik perempuannya yang sekolah sambil mencari uang untuk makan seluruh keluarganya.
Sementara ayahnya yang hanya bekerja serabutan di ladang itu tak pernah memberi uang pada ibunya karena semua uang hasil kerjanya dipakai untuk bermain perempuan.
Begitu pun dengan Tuti, sang ibu yang setiap hari hanya membicarakan masalah uang, uang, dan uang saja, tak ada yang lain.
“Apa orang tuamu akan mengizinkan jika kamu ikut aku ke Jakarta untuk bekerja?” Tatapan Jaka begitu miris melihat nasib tragis yang di alami tetangga rumahnya itu, dulu saat dirinya masih tinggal di desa dirinya sering menjadi saksi kebiadaban keluarga itu memperlakukan Dara.
“Ayolah, Kang. Mereka pasti akan mengizinkan, karena yang penting bagi mereka adalah uang, asal aku menjanjikan akan memberi mereka uang yang banyak , mereka pasti akan mengizinkan.”
Tatapan Dara begitu mengiba, membuat Jaka tak tega untuk menolaknya.
Benar saja setelah Dara menjanjikan akan memberi uang lebih banyak pada keluarganya, tanpa pertanyaan apa pun, Dara diizinkan untuk ikut tetangganya itu bekerja di kota sebagai buruh pabrik, kebetulan memang Jaka memberi tahu dirinya kalau sedang ada lowongan pekerjaan untuk buruh bagian produksi atau buruh kasar di pabrik tempatnya bekerja, dan dengan senang hati Dara langsung tertarik untuk ikut bekerja di sana.
**
Seminggu sudah Dara bekerja di pabrik makanan ringan terkenal itu, meski hanya bekerja sebagai buruh rendahan dengan penghasilan yang pas-pasan, Dara sangat semangat dalam bekerja. Beruntungnya pabrik itu juga menyediakan mes untuk para buruhnya, sehingga Dara tak perlu memikirkan biaya kost, meskipun untuk para buruh yang menginginkan untuk ngekost sendiri, ya tentu saja di perbolehkan. Mes disediakan hanya untuk yang memerlukannya saja seperti halnya Dara yang memang tak mempunyai bekal apa-apa saat berangkat ke ibu kota, bahkan untuk sekedar ongkos pun Jaka yang membayarnya.
Mengingat penghasilannya yang pasti akan sangat kurang jika dipakai untuk biaya kehidupannya di kota dan untuk mengirim keluarganya di kampung, Dara memutuskan untuk ikut kerja lembur di mana upah yang dibayarkan akan dihitung per jam, jadi bisa untuk menambahpemasukannya.
Malam itu sekitar pukul setengah delapan malam, Dara baru selesai lembur, hari itu memang agak sepi, hanya sekitar kurang dari 20 orang yang bekerja lembur seperti dirinya, sehingga saat melewati lorong menuju pintu keluar terasa sangat mengerikan, karena sebagian lampu sudah dimatikan, karena merasa tak berani lewat lorong yang biasa para pekerja lewati, akhirnya Dara memutuskan untuk berputar lewat pintu kantor utama yang masih terlihat terang, pintu kantor utama memang bukan diperuntukan bagi para buruh rendahan seperti dirinya, itu akses khusus para pejabat-pejabat tinggi perusahaan, tapi bukankah di jam segini mereka pasti sudah berleha-leha di rumah mereka masing-masing dan berkumpul bersama keluarga tercinta sembari menyantap makan malam mewah, tak seperti dirinya yang masih harus kerja lembur demi agar esok tetap bisa makan.
“Aduh!” Dara meringis saat seseorang menabrak bahunya sampai dia terjatuh bersimpuh di lantai.
“Akh, maaf. Aku terburu-buru, apa Anda baik-baik saja?” Seorang pria mengulurkan tangannya seraya menawarkan bantuan agar Dara bisa bertopang pada tangannya untuk berdiri.
“Saya baik-baik saja, maaf saya juga sedikit melamun tadi.” Dara meraih tangan kokoh yang terulur di hadapannya sebagai tumpuan untuk berdiri.
Namun saat Dara mengangkat wajahnya dan pandangan mata mereka beradu, tiba-tiba pria itu melepaskan genggaman tangan Dara yang sedang bertumpu padanya untuk berdiri, sontak saja Dara jatuh tersungkur untuk ke dua kalinya.
“Auwh!” pekik Dara kesakitan karena bagian belakang tubuhnya terantuk dengan lantai cukup keras.
“Ka-kamu?!” cicit pria tampan berperawakan tegap itu memucat sambil terus memandangi wajah Dara bak sedang melihat setan.
“Ishh, sakit sekali rasanya, kenapa Anda melepaskan tangan saya?” Dara terlihat sedikit kesal, karena bukannya membantunya untuk berdiri, pria itu malah mematung solah menonton dirinya yang jatuh ke lantai untuk ke dua kalinya karena perbuatan dirinya itu.
“S-siapa nama kamu?” tanya pria itu tak memedulikan omelan Dara yang ditujukan padanya.
Ditanya seperti itu Dara malah melengos dan meninggalkan pria yang menurutnya sangat arogan itu tanpa sepatah kata pun. Alih-alih menanyakan keadaan atau menolongnya, pria itu malah bertanya nama, padahal mereka baru saja bertemu kali ini. Hal itu membuat Dara mengambil sikap untuk segera pergi meninggalkan pria yang menurutnya ingin menggoda dirinya itu, dia juga takut terjadi sesuatu jika pria itu macam-macam padanya, sementara keadaan pabrik sudah sangat sepi saat ini.
“Hei, tunggu! Siapa namamu?!” teriak pria itu lagi sambil berusaha mengejar Dara yang semakin mempercepat langkah kakinya meskipun terpincang-pincang akibat menahan rasa sakit di panggulnya.
“Dara!” panggil Jaka yang kebetulan malam itu melintas di depan gerbang pabrik selepas dia mencari makanan untuk makan malamnya.
“Kang Jaka!” Wajah Dara langsung terlihat lega saat motor Jaka berhenti tepat di depan gerbang pabrik.
“Kenapa jalanmu seperti itu?” Jaka heran melihat Dara yang terpincang.
“Ah, ceritanya panjang, tadi ada pria mesum yang ingin menggodaku, untung aku bisa melarikan diri darinya,” adu Dara menceritakan apa yang baru saja dialaminya.
“Pria mesum?” Jaka mengernyit. “Ayolah naik, aku antar kamu pulang!" Ajak Jaka sambil sesekali matanya menyapu sekeliling pabrik mencari tahu pria mesum mana yang Dara maksud, tak mungkin kalau itu Pak Tono sekuriti pabrik yang sudah berumur dan selama ini dia tak pernah kurang ajar pada pekerja wanita mana pun.
Sementara di lobi dekat pintu keluar pabrik, pria tadi sedang menelepon seseorang.
“Panji, kau selidiki siapa wanita yang barusan bertubrukan denganku di lorong kantor, kau cek cctv dan info lengkap tentang wanita itu harus sudah ada besok pagi di mejaku saat aku masuk kantor!” titahnya tanpa menerima bantahan sedikit pun.
**
Benar saja, keesokan harinya saat pria yang ternyata pemilik pabrik itu datang ke ruangannya, beberapa lembar kertas telah tertumpuk rapi di meja kerjanya.
Senyuman pria bernama Bagas Prawira itu langsung merekah saat data-data yang semalam dia minta pada asisten pribadinya yang bernama Panji itu sudah lengkap di hadapannya. Panji memang selalu bisa diandalkan dalam mengerjakan pekerjaan apa pun, pujinya dalam hati.
“Panji, datang ke ruanganku!” perintah Bagas lewat saluran telepon di mejanya.
“Ya, Bos. Apa ada yang kurang, data yang saya berikan?” tanya Panji saat bosnya itu tak memalingkan pandangannya sedetik pun pada lembaran-lembaran kertas di tangannya.
“Tidak, ini sudah cukup. Kerjamu memuaskan seperti biasanya, tugasmu sekarang angkat pegawai bernama Dara Jelita ini ke bagian staf pemasaran.” Bagas tersenyum miring saat memikirkan rencana yang akan di lancarkannya untuk Dara.
“Bagian pemasaran? Ta-tapi bos!”
“Pindahkan dia di bagian pemasaran atau aku angkat dia menjadi asisten pribadiku dan kau pindah ke bagian produksi menggantikan posisinya!” bentak Bagas, karena merasa Panji menentang keinginannya.
“S-sekarang, Bos?” Tanya Panji lagi.
“Detik ini juga!” pekiknya membuat Panji langsung kabur keluar ruangan bos galak dan arogannya itu.
Dara merasa takut sekaligus gugup saat manajer bagian produksi memanggilnya dan menyuruhnya untuk menemui asisten direktur di ruang kepala pemasaran. Dara sungguh tak tahu kesalahan apa yang telah di perbuatnya sampai yang memanggilnya langsung asisten dirut perusahaan.
“Nona Ka—ah, Dara Jelita?” sapa Panji mempersilakan Dara untuk masuk ke ruangan Ester, kepala pemasaran, sama halnya dengan Bagas, Panji juga terlihat kaget melihat wajah Dara, memang dia melihat foto dara di dokumen yang dia kumpulkan semalam, namun wajah asli Dara mengingatkan dia pada seseorang.
“Iya, saya Dara Jelita, Pak.” Jawab Dara terdengar agak gugup.
“Jadi, atas permintaan langsung dari Bos Besar, Anda diminta untuk pindah ke bagian pemasaran, nanti Ester yang akan membimbing secara langsung pekerjaan yang akan kamu lakukan, sementara dari saya seperti itu saja cukup, untuk lebih lanjutnya jika ada yang ingin ditanyakan, silakan dibicarakan langsung dengan Ester yang akan menjadi atasanmu sekarang.” urai Panji panjang lebar.
Dara sampai menganga tak percaya dengan apa yang dia dengar saat ini, mimpi apa dirinya semalam, tiba-tiba mendapatkan promosi sebagus ini, bahkan dirinya belum genap sebulan bekerja di perusahaan itu.
Pun begitu dengan Ester yang terkaget-kaget dengan apa yang disampaikan Panji padanya, tiba-tiba saja ada anak produksi rendahan pindah ke bagiannya, dan dirinya di minta untuk membimbingnya secara langsung, ‘Siapa sebenarnya wanita ini?’ tanya Ester dalam hati.
“Kau ada hubungan apa dengan Pak Bagas? Apa kau saudaranya, atau—” Ester menatap Dara dari ujung kepala sampai ujung kaki, hatinya berkata tak mungkin jika wanita ini ada hubungan dengan Bagas, bos besar yang selalu menjadi incarannya itu, sementara penampilan Dara saja jauh dari kata layak, dirinya yang selalu tampil modis saja tak pernah bisa menarik perhatian Bagas, apalagi Dara yang kucel dan kumal, batinnya.
“Emh, tidak. Saya tidak kenal siapa itu Pak Bagas.” Dara menggeleng.
Tak ingin ambil pusing dan merasa Dara bukan saingan yang sebanding dengan dirinya, Ester mengabaikan rasa penasaran yang bergejolak di hatinya, dan memilih untuk melaksanakan tugas yang sampaikan oleh Panji padanya, yaitu menempatkan Dara di staf bagian pemasaran.
“lho, kok kamu di sini?” tanya Jaka yang juga bekerja di bagian pemasaran, merasa kaget.
“Gak tahu, Kang. Aku dipindahtugaskan di sini katanya mulai hari ini,” jawab Dara dengan wajah yang masih terlihat bingung, entah harus senang atau sedih, atau bahkan merasa tak enak hati karena tiba-tiba saja dirinya yang dimasukan kerja oleh Jaka itu kini malah menjadi setaraf dengannya yang sudah sekitar 5 tahun bekerja di sana.
Untungnya Jaka tak ambil pusing dan justru ikut senang dengan rezeki yang diterima Dara itu, setidaknya gadis itu bisa memperbaiki taraf hidupnya menjadi lebih baik.
Belum ada 30 menit Dara bekerja di tempat barunya itu, para karyawan lain khususnya karyawan wanita di ruangan itu langsung heboh seketika saat ada kurir yang membawa satu buket bunga mawar merah atas nama Dara Jelita.
“Selamat bekerja di tempat baru, semoga selalu semangat. With love, Bagas.”
Tulisan di kartu yang di selipkan pada buket bunga itu membuat wajah Dara seketika menyala merah karena malu dan tak tahu harus berbuat apa, sementara dirinya saja tak tahu siapa Bagas itu.
“Maaf, Pak, sepertinya Anda salah orang, bukan Dara Jelita saya yang dimaksud, karena saya tidak mengenal si pengirim bunga ini,” tolak Dara hendak mengembalikan buket bunga itu, namun sang kurir keukeuh tak mau menerima kembali buket bunga itu karena merasa sudah mengantarnya pada tujuan yang benar.
Para karyawan langsung geger dan heboh dengan kejadian itu, membuat Dara merasa tak enak hati dan perlu mengklarifikasi masalah ini langsung dengan bos besarnya, karena dia tak merasa mengenal pria bernama Bagas yang tiba-tiba mempromosikan dirinya , lantas mengiriminya bunga. Bagi Dara, hal ini sudah berlebihan.
Saat istirahat makan siang tiba, Dara akhirnya memberanikan diri untuk menemui orang nomor satu di perusahaan itu, guna meluruskan masalah yang terjadi, apalagi gosip yang beredar di kalangan para karyawan kalau dirinya ada hubungan dengan bos yang sama sekali tidak di kenalnya itu.
“Masuk!” Seruan dari dalam ruangan mempersilahkan Dara yang mengetuk ruangan Bagas untuk masuk.
Baru dua langkah kakinya menginjakkan kaki di ruangan luas nan mewah itu, dirinya langsung membelalak saat ternyata direktur yang di maksud adalah pria yang dikiranya mesum dan membuatnya jatuh dua kali itu.
“Ada apa, Dara?” sambut Bagas seolah tahu akan kedatangan gadis buruannya itu.
“Maaf, apa Anda Pak Bagas ?” gugup Dara takut-takut.
“Hem,” Bagas hanya menjawabnya dengan dehaman seraya menganggukkan kepalanya.
“Kenapa Bapak mempromosikan saya ke bagian pemasaran, lantas Bapak juga mengirimi saya buket bunga ini?” Dara menyodorkan buket bunga mawar merah yang tadi dia terima.
“Kalau kamu tanya alasan kenapa aku melakukan semua itu, jawabannya karena aku menyukaimu, dan berharap kau mau menjadi kekasihku,” jawab Bagas dengan enteng dan cueknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Ida. Rusmawati.
/Smile/
2024-07-19
1
fifid dwi ariani
trus sehat
2023-04-29
1
Azizah az
siap meluncur gaskeun
2022-10-02
1