Siang ini sele seperti biasa Maura berkeliling untuk mengecek kamar masi rusuh atau sudah bersih, karena pagi tadi ia sama sekali tidak ada waktu untuk mengecek, hanya sampah di kamarnya saja yang telah berlabuh di tempatnya.
"Ck, kan udah di bilangin kalau pagi yang piket sekalian buang sampahnya, kenapa ini masih menumpuk banyak banget sih," gerutu Naina saat memeriksa kamar ke tiga di lantai dua.
"Ck, gitu aja dimasalahin, ntar juga di buang, gak usah sok jadi super bersih deh, lagian urusin aja kamar kamu sendiri." Lala yang memang tidak suka pada Maura langsung berkata pedas membuat Maura memicingkan matanya.
"Siap yang piket hari ini?" tanya Naina yang masih menahan emosinya sembari menatap satu persatu orang yang ada di kamar tersebut.
Hening sejenak karena tidak ada yang mau menjawab.
"Oh, jadi kalian budeg ya, gak mau jawab." Maura semakin memasang wajah dinginya.
"Kami berlima Kak," Aku Sesil santri baru yang usianya tidak beda jauh dari Maura.
Sesil menunjuk beberapa rekannya termasuk Lala. kemudian Sesil juga mengatakan jika membuang sampah adalah bagian Lala.
Di kamar ini khusus untuk santri yang sudah lulus sekolah atau lanjut kuliah, sementara Maura dan yang lainya tidak menempatinya karena tidak muat, oleh karean itu mereka memilih kamar lain.
"Peraturan ya tetap peraturan, yang lainnya sudah mengerjakan tugasnya kenapa kamu seakan akan melupakanya, Buang sekarang beri contoh yang baik untuk sekitarmu." Pinta Maura dengan nada Datar.
"Bawel banget sih, khawatir banget kalau gak aku buang, sampah sampah kamar ini, kalau kamu mau yang buang aja sendiri." Lala malah mau melenggang pergi bukanya melakukan tugasnya.
tanpa rasa takut Maura mengahdangnya, "Buang dulu sampah nya," ucap Maura dengan tatapan yang dingin.
"Iya nanti, minggir sekarang." Lala tetap pada ke mauanya untuk membuang sampahnya nanti saja.
"Buang sekarang, atau aku akan memberikan denda pada mu sebesar lima puluh ribu karena menunda nunda peraturan, aku rasa meraka tidak ada yang keberatan dengan hal itu, karena uangnya akan ku berikan pada mereka yang mau membuangnya."
Semua santri yang ada di sana matanya berbinar, mungkin dalam hati mereka lumayan lima puluh ribu untuk buang sampah doang. bisa buat jajan sepuasnya.
Lala mendengeus kesal pasalnya Maura malah mengancamnya dan tidak ada teman temanya yang membelanya, karena ia tahu semua santri pasti tergiur tuh dengan uang lima puluh ribu.
di pesantren ini memang banyak santri yang orang tuanya dari golongan menengah ke atas, tetapi untuk menghindari kesenjangan sosial serta mengajarkan santri mandiri, uang saku mereka di batasi, sehingga berapa kayanya orang tua mereka, mereka akan berpikir dua kali untuk mengeluarkannya karena uang jajan tidak akan bertambah meski mereka merengek pada ibu dan bapak mereka.
Maura yang selalu memanfaatkan hal ini untuk mengancam siapapun yang tidak mau melaksanakan peraturan, dan selama ini hal itu cukup manjur untuk di lakukan.
"Ck, dasar sok bersih, aku buang nih. huh." Lala mengangkat tong sampah tersebut dan membawanya ketempat pembuangan. Sementara Maura memicingkan matanya pada para santri yang yang sejak tadi menyaksikan perdebatanya itu.
"Aku lupa tidak cek tadi pagi, kalian pasti senang kan, anggap aja itu bonus untuk kalian, awas aja kalau kalian begini lagi akan ku bikin teman kalian bahagia, disuruh bersih kok susah bener." Maura melanjutkan naik ke lantai tiga dan ternyata aman, sunggingan senyum menangring di bibir Maura.
lanjut di lantai empat juga aman, lantai empat meski hanya Untuk jemuran saja, tapi Maura juga memantaunya, dia sebagai kepala kebersiahan sudah membagi jadwal hari apa saja bagi tiga lanatai itu yang membersih kannya, nah hari senin selasa ini bagian lantai empat.
rabu kamis lantai dua, jumat sabtu lantai satu, hari minggunya bebas siapapun yang mau beramal boleh membersihkannya.
sebenarnya santri lantai tiga pun tadi belum membersihakn lantai empat, saat Maura berdebat dengan Lala di kesempatan itulah mereka buru buru membersihkan lantai empat. duh budaya bersih masih minim di hati para santri ini, hanya segelintir orang yang peduli.
"Dari mana kamu?" tanya Amel saat mendapati Maura masuk kekamar.
"Habis Surve tuh, Si Lala tuh masih aja buat masalah, sukanya menunda pekerjaan, esmosi ku samai gak bisa lagi kayaknya bertahan kalau gak lihat santri lain."
"Oh, emang orangnya kek gitu, ya udah lah, yang sabar ya." Amel menang kan Maura yang terlihat masih kesal.
"Hem..." Maura hanya berdehem menyahut nasehat Amel.
"Nada kemana?" tanya Maura.
"Oh, dia di ajak Mbok jum ambil pesanan tempe ke tempat biasa," ucap Amel seraya melanjutkan baca novelnya.
"Ooohhh.." Maura hanya mengeoh saja mendapat jawaban dari Amel.
beberapa saat kemudian Nada datang dengan heboh seraya menenteng dua kresek ukuran cukup besar di tangannya yang pasti isinya tempe.
"Guys guys, berita baru berita baru, Ustadz Bejo ternayata keponakan ustadz Zainal." Teriak Nada dengan sangat melengking sehingga membuat semua santri langsung keluar dari kamarnya.
"Yang bener kamu Nad." Sahut salah satu santri yang juga fans ustadz bejo.
"Duh benging kuping ku, bisa gak, gak usah teriak," ucap Maura protes dengan kerasnya suara Nada.
Nada tidak peduli ia mulai bergosib dengan santri lain, Amel pun yang awalnya tenang baca Novel, ikutan bergabung.
dua info yang di dapat, yang pertama Ustadz Bejo keponakan Ustadz Zainal. yang kedua Ustadz Bejo sangat suka kerupuk upil.
itulah yang Nada dapatkan karena ia sudah berbincang bincang dengan istri ustadz Zainal yang bukan lain Bibik dari ustadz Bejo sendiri.
memberitahukan jika Ustadz Bejo sangat suka dengan kerupuk upil. dimana kerupuk ini sangat tidak di sukai oleh Maura, you know upil itulah yang menjijikan bagi Maura, hingga menjadi benci pada kerupuk itu.
"Iyuh, masak doyannya kerupuk upil sih kagak ada kerupuk lainnya. Ck." Maura memilih tidur saja sembali menunggu adzan asar.
Semenjak mendapatkan informasi ini, selama mengaji, Ustadz bejo akan mendapatkan oleh oleh kerupuk upil di kala pulangnya, ia tidak bisa menolak karena para santri memaksanya, Sudah Dua hari ini dia kedapatan pulang membawa satu bal kerupuk upil dengan ukuran besar.
"Wah rejeki kamu banyak Jo, setiap habis ngisi ngaji kitab di pesantren putri selalu bawa kerupuk." Ahmad tersenyum melihat Bejo menenteng kerupuk.
"Bang, sini kita udah nungguin loh," ucap Fahri santri cilik yang cukup dekat dengan Bejo.
"Iya, nih bawa semuanya gak papa, kalau kurang bilang nanti abang kasih duit buat beli lagi." Bejo memberikan kerupuk tersebut pada Fahri.
Fahri yang memang bertubuh cilik sampai tidak terlihat tertutup oleh kerupuk.
Para santri putri mengadakan patungan uang untuk membelikan Ustadz Bejo kerupuk, toh tidak setiap hari Ustadz Bejo mengajar hanya tiga hari saja di mulai malam jumta hingga minggu.
mereka antusias sekali, dan dengan suka rela melakukanya, Maura sendiri saja yang tidak mau karena ia tidak suka dengan kerupuk upil, jadi ia menolak di ajak bergabung.
lagipula ia juga sedang kesal karean selalu gagal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
manda_
kerupuk upil kayak apa sih
2022-10-07
1