"Terlambat ci Mer, selama ini Adrian sudah cukup sabar dengan sikap papa yang selalu memaksakan kehendaknya, papa yang selalu egois terhadap anak-anaknya sendiri."
Dengan penuh emosi Adrian mengatakan hal tersebut kepada Merry dan ke dua orang tuanya
"Ci Mer mungkin selama ini bisa terima - terima saja apa yang papa dan mama lakukan terhadap Cici, termasuk menjodohkan Cici dengan laki - laki yang Cici belum mengenalnya dengan dekat, bagaimana seandainya nanti laki - laki itu adalah laki - laki yang brengsek dan Cici tidak diperlakukan menjadi istri yang baik? apakah papa dan mama akan lepas tangan atau akan membela Cici?"
"Sebenarnya Adrian tidak mengajarkan Cici untuk melawan ke dua orang tua kita, Adrian cuma ingin ci Mer bisa mengutarakan apa yang menjadi isi hati ci Mer."
"Apalagi terkait pernikahan, dimana akan dilakukan seumur hidup, jika sampai ada satu kesalahan memilih maka rumah tangga Cici akan seperti di neraka."
Dan selesai Adrian mengatakan hal tersebut Merry sang kakak hanya terdiam seakan - akan tidak memiliki kekuatan lagi untuk berbicara.
"Adrian pergi dulu ci, ci Mer tenang saja saat sangjit atau saat menikah nanti Adrian akan tetap datang menyaksikan moment sakral Cici Mer."
Dan setelah mengatakan hal tersebut Adrian keluar dari dalam ruang tamu.
"Pa, ma Adrian pergi dulu, Adrian akan tinggal di apartemen, apartemen itu Adrian beli dengan hasil tabungan Adrian sendiri, jadi Adrian tidak akan menyerahkan apartemen itu kepada kalian."
Dan setelah itu Adrian betul - betul keluar dari dalam rumah mewah yang selama ini menjadi tempatnya untuk berteduh.
Rumah yang memiliki banyak kenangan masa kecilnya dengan Merry sang kakak.
"Ayo Adrian kau pasti bisa, banyak di luar sana yang menderita dan kekurangan dari mu dan mereka bisa tetap menikmati kehidupannya, jadi kau yang masih tinggal di tempat yang nyaman harus bisa lebih bersyukur."
Adrian mengatakan hal tersebut dengan perlahan sambil menunggu taxi online yang sudah dia pesan pada malam hari ini.
Perjalanan dari rumah Adrian menuju ke apartemen tidak terlalu jauh, sehingga dalam waktu kurang dari tiga puluh menit Adrian telah sampai ke apartemen yang dia beli dengan hasil tabungannya itu.
"Baiklah Adrian, mulai sekarang tidak ada lagi assisten rumah tangga yang bisa membantu mu, tidak ada lagi Lia sang asisten pribadi yang siap sedia saat engkau membutuhkan pertolongan, ya semuanya kini harus di kerjakan sendiri."
Adrian mengatakan hal tersebut sambil duduk di ruang tamu apartemennya.
Adrian memandang ke sekeliling apartemen tersebut, ada rasa sunyi yang saat ini Adrian rasanya, namun dengan sekuat tenaga Adrian mencoba menepis semua perasaan itu.
Sementara itu malam ini di rumah sederhana Kiara.
"Bu, apakah masih sakit?"
Kiara membantu sang ibu untuk mengompres luka - luka lebam sang ibu karena perbuatan yang telah di lakukan oleh sang ayah tiri.
"Sudah mendingan nak."
"Syukur lah, bu oleh Kiara bertanya sesuatu pada ibu."
"Katakan saja nak, apa yang ingin kau tanyakan kepada ibu?"
Kiara diam, Kiara menatap tajam ke arah sang ibu, lalu dengan perlahan Kiara menarik nafasnya dalam - dalam.
"Bu mengapa sampai saat ini ibu masih bertahan dengan bapak?"
"Padahal bapak memperlakukan ibu seperti ini, apakah ibu tidak ada keinginan untuk berpisah dengan bapak?"
Dengan sangat hati - hati sekali Kiara mengatakan hal tersebut kepada sang ibu.
Sang ibu yang mendapatkan pertanyaan itu dari Kiara hanya bisa terdiam dan sesekali menatap ke arah Kiara.
"Nak, perceraian itu tidak semudah yang kita pikirkan, perceraian itu nanti kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan."
"Kiara mengerti bu, tapi apakah Tuhan tidak bisa memberikan dispensasi untuk kasus ibu ini? Kiara khawatir bu dengan keadaan ibu yang hampir setiap hari selalu mendapatkan pukulan dari bapak."
"Bu, bapak juga tidak pernah bekerja, setiap hari bapak hanya mabuk - mabukan bersama dengan teman - temannya, lalu jika ibu tidak memberikan uang, bapak langsung memukul ibu."
"Apakah ini contoh yang baik di dalam keluarga Bu? setiap hari Kiara melihat pagi - pagi sekali ibu sudah membuka warung nasi di depan rumah kita, dengan susah payah ibu berjualan nasi, sedangkan apa yang dilakukan bapak, bapak baru pulang dari tempat tongkrongannya dan langsung tidur begitu saja tanpa membantu ibu."
Sang ibu hanya kembali terdiam lalu seketika itu juga menangis.
"Ibu menangis? maafkan Kiara Bu, maafkan Kiara jika setiap perkataan demi perkataan Kiara membuat ibu menjadi sedih, tapi Kiara mengatakan kebenaran yang saat ini Kiara lihat dan ibu juga pasti merasakan hal itu."
Kiara mengatakan hal tersebut sambil mengambil tissue dan menggunakan tissue tersebut untuk menghapus air mata sang ibu.
"Nak maafkan ibu, ibu belum bisa menjadi ibu yang baik untuk Kiara, maafkan ibu yang belum bisa menghadirkan sosok bapak yang baik untuk Kiara, maafkan ibu nak."
Sang ibu hanya bisa mengatakan hal tersebut sambil berlinang air mata.
"Satu hal yang ibu masih harapkan adalah bapak bisa berubah nak, tidak akan sesuatu yang tidak mungkin kan nak?"
Deg
Pertanyaan sang ibu langsung membuat Kiara memandang ibunya dan berhenti untuk menghapus air mata sang ibunda dengan tissue yang masih dia pegang di tangan kanannya.
"Bu Kiara percaya bahwa tidak ada yang tidak mungkin di hadapan Tuhan Bu, tapi..."
Kiara tiba - tiba saja menghentikan kata - katanya.
"Tapi apa nak?"
"Tapi akan sulit untuk kasus bapak karena bapak adalah orang yang sangat keras kepala."
"Ibu masih berharap bapak berubah nak."
Dan kata - kata sang ibu langsung membuat Kiara terdiam, ingin rasanya Kiara menyakinkan sang ibunda untuk melakukan perceraian, namun pada akhirnya Kiara tak kuasa lagi untuk berbicara setelah sang ibu mengatakan hal tersebut kepadanya.
"Bu, Kiara hanya ingin agar ibu bisa hidup bahagia di masa tua ibu."
"Melihat mu sehat, melihat mu bahagia itu sudah cukup membuat ibu bahagia nak."
Dan detik itu juga Kiara langsung memeluk sang ibu dengan sangat erat.
Kiara tidak peduli lagi bahwa saat ini usianya sudah delapan belas tahun, bukan usia anak kecil lagi yang bisa dia lakukan untuk bermanja - manja dengan ibunya.
"Nak selamat ulang tahun yah, maafkan ibu yang terlambat mengucapkan hal ini kepada mu, maafkan ibu juga yang belum bisa memberikan apa - apa di hari istimewa mu ini."
" Bu, bagi Kiara, kehadiran ibu di dalam setiap hal yang Kiara lakukan sudah lebih dari cukup untuk Kiara, hal itu menjadi kado istimewa bagi Kiara."
Kiara mengatakan hal tersebut sambil berada di dalam pelukan sang ibu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments