Aku merasa masih di alam mimpi. Kini diriku berada di tubuh gadis kecil. Aku mematut diri, melihat kedua tanganku yang mungil.
Banana
Hei, kamu kan yang lapor sama mamaku kalau tadi aku memukul Moon?!!
#Aku berbalik
Coco
Iya!Aku yang lapor ke bu Guru! kenapa?! Kamu kan memang sudah memukulnya?!!!
Banana
Ukh, dasar tukang ngadu! Huuu.. Awas kamu ya!
Coco
Mau pukul aku juga?! Apa kamu nggak kasihan sama Moon? Dia kan..
Banana
Oh jadi aku harus kasihan sama Moon karena dia cuma buta?
Coco
Kata-kata kamu jahat sekali. Kasihan Moon.. dia itu juga teman kita. Walaupun buta, tetapi dia juga teman kita.
Banana
Dia bukan temanku! Aku nggak punya teman yang buta!
Coco
Kata bu Guru, semua anak yang ada di tk itu teman-teman kita semua!
Banana
Tapi aku bukan murid disini! Aku masih umur 5 tahun!
Coco
Aku umur 5 tahun sudah jadi murid TK! Wee.. kamu.. kamu kok nggak jadi murid TK?
Banana
Ukh, banyak bicara! Cerewet! Dasar jelek!
Coco
Apa kamu bilang??!! Coco cerewet? Coco jelek?!!! Awas kamu ya! Coco laporin bu guru!
#kataku hampir menangis
Bocah kecil itu malah memeletkan lidahnya mengejekku. Tubuhku langsung melompat ke arahnya. Kami saling menjambak rambut.
Guru segera menengahi kami. Namun kami masih saling berkelahi. Kami tidak terpisahkan!
Banana
Mulai sekarang kamu musuhku!
Coco
Bana jelek! Kamu juga musuhku!!!
Pening
Rasanya kepalaku masih terasa begitu pusing.
Ku buka mataku secara perlahan. Kini aku melihat Rahmi dan Banana di depanku. Aku melihat sekeliling ruangan. Ternyata aku sedang berada di kamarku sendiri.
Rahmi
Kak, Coco sudah sadar!!!
Rahmi berseru dan segera keluar kamar.
Aku melihat Banana dengan sangat sadar. Aku berusaha mengingat apa yang sudah terjadi. Jadi orang yang dihadapanku benar-benar Banana? Bukan, cowok yang kini dihadapanku memang idol K-Pop yang kupuja itu, tetapi seharusnya aku menyadarinya sejak awal kalau Banana adalah Bana. Musuh kecilku.
Banana
Waw! Banyak poster Shinus. Postcard-postcard wajahku, seasons greetings Shinus, kipas transparan dari wajahku, lighstick juga... waw, kamu benar-benar pengemar Shinus ya?!!
DEG! Jantungku berdebar-debar karena Bana sudah melihat ruangan kamarku yang penuh dengan merchandise Shinus. Aku merasa seperti tertangkap basah. Sesuatu seperti ini sangat memalukan.
Banana
Ups, bukan hanya Shinus, tetapi kamu juga sudah mengidolakanku selama tujuh tahun? Hahhaaaa...
Coco
Ukh, andai saja dia Banana seperti yang aku bayangkan. Kini imajinasiku tentang Banana hancurlah sudah!
Banana
Apa katamu?
Coco
Eh, oh, nggak!!!
Aku agak terkejut karena dia bisa mendengar gumamanku.
Tak lama Rahmi, kak Lattesia dan kak Willard memasuki ruangan.
Lattesia
Dek, kamu nggak apa-apa kan?
Aku hanya menggeleng sembari tersenyum kecut.
Lattesia
Maaf, tolong semuanya keluar dulu ya. Aku ingin berbicara dengan Coco..
Bana, kak Willard, dan Rahmi pun keluar ruangan kamar. Kini tinggal aku dan kak Lattesia yang menatapku dengan wajah cemas.
Lattesia
Kakak nggak tahu kalau kamu sekaget itu bertemu dengan Bana. Seharusnya sejak dulu kakak ceritakan tentang Bana padamu.
Coco
Kakak sudah tahu sejak dulu?! Lalu kenapa kakak tidak langsung memberitahuku dulu? Sekarang aku merasa sudah menyia-nyiakan hidupku karena mengidolakan dia!
Melihat wajah kak Lattesia yang semakin muram, membuat kemarahanku mulai mereda.
Lattesia
Saat masuk sekolah dasar, orang tua kita meninggal karena kecelakaan mobil. Kita hidup di panti asuhan. Kamu selalu menyendiri. Tidak lagi berbicara padaku. Apalagi saat kita diangkat anak oleh papa Hasan dan mama Mina, kamu masih selalu murung.
Lattesia
Tapi semenjak kamu mengenal Bana di televisi, kamu menjadi anak yang berbeda. Hanya kamu yang mengerti betapa berbedanya kamu yang dulu sampai yang sekarang. Bana yang menjadi musuhmu itu adalah masa lalu. Bana yang sekarang pastilah berbeda. Kamu bisa kan menerimanya kembali menjadi temanmu?
Comments