4. Dikerjain

Tiba-tiba pintu liff terbuka, seorang laki-laki muda keluar dari liff. Nessa cepat-cepat berdiri. Laki-laki itu berdiri di depan meja Nessa dan menatap Nessa.

“Jadi kamu sekretaris baru saya?” tanya Fikri.

“Iya, Pak,” jawab Nessa.

Fikri memindai Nessa dari atas sampai ke bawah.

“Kamu sekretaris atau general manager? Kok penampilanmu seperti tidak seperti sekretaris?” tanya Fikri.

“Kalau sekretaris saya seperti ini mata saya bisa cepat rabun,” kata Fikri.

Nessa diam saja tidak mengatakan apa-apa.

“Nama kamu siapa?’ tanya Fikri.

“Nama saya Nessa, Pak,” jawab Nessa.

“Usia kamu berapa?” tanya Fikri.

“Tiga puluh dua tahun, Pak,” jawab Nessa.

“Pantasan saja penampilanmu seperti ini. Ternyata kamu sudah tua,” kata Fikri.

Si-alan lu, kata Nessa di dalam hati.

“Kamu kerja yang bener, ya! Supaya kamu tidak dipecat seperti sekretaris saya yang lain,” kata Fikri.

“Baik, Pak,” jawab Nessa.

Kemudian Fikri masuk ke dalam ruangannya. Nessa cepat-cepat membawa buku jadwal Fikri dan hendak menyusul ke ruangan Fikri. Namun ketika ia hendak masuk ke ruangan, tiba-tiba pintu ditutup dengan banting. Pintu itu hampir mengenai wajah Nessa.

“Saya lagi tidak ingin diganggu!” teriak Fikri dari dalam. Terdengar suara pintu dikunci.

“Astagfirullahaladzim,” ucap Nessa.

Nessa mengetuk pintu ruangan Fikri, namun tidak dibuka oleh Fikri.

“Sabar Nessa, sabar,” kata Nessa pada diri sendiri.

Nessa melihat jam di pergelangan tangannya.

“Masih ada waktu. Sudah biarkan saja dulu,” kata Nessa pada diri sendiri. Nessa kembali ke mejanya.

Sejam kemudian Nessa kembali mengetuk pintu. Namun tidak ada jawaban dari dalam. Nessa mengetuk berkali kali tetap tidak ada jawaban. Akhirnya Nessa menghubungi Fikri denan menggunakan intercom, namun tetap saja tidak dijawab. Nessa melihat jam di pergelangan tangannya, sudah jam setengah sepuluh. Waktunya setengah jam lagi. Nessa terus saja menghubungi Fikri melalui intercom. Kalau saja Nessa tau nomor ponsel Fikri, dia akan menghubungi ponsel Fikri. Sayang Nessa belum mengetahui nomor ponsel Rifki. Akhirnya usaha Nessa membuahkan hasil, panggilan Nessa dijawab oleh Fikri.

“Apa?” tanya Fikri dengan nada membentak.

“Bapak ada pertemuan di hotel Sentania pukul sepuluh,” jawab Nessa.

“Kan saya sudah bilang, kalau saya sedang tidak ingin diganggu,” kata Fikri.

“Tapi Bapak harus datang. Sudah ada dijadwalkan hari ini,” kata Nessa.

Fikri mematikan intercomnya.

“Yah, dimatiin,” kata Nessa pada dirinya sendiri.

Namun tiba-tiba terdengar suara kunci pintu dibuka. Fikri keluar dari ruangannya.

“Saya pergi ke pertemuan sendiri. Kamu tidak usah ikut!” kata Fikri.

“Eh.”

Fikri berjalan menuju ke liff kemudian masuk ke dalam liff.

Cepat-cepat Nessa mengambil tas dan ponselnya lalu berlari ke arah liff. Terlambat pintu liff sudah tertutup. Nessa berusaha membuka namun liff sudah jalan. Nessa memencet tombol liff karyawan, namun tidak terbuka. Sepertinya liff karyawan banyak yang menggunakan. Nessa memencet tombol liff khusus direksi, tak lama kemudian pintu liff terbuka. Nessa masuk ke dalam liff. Setelah sampai di lantai dasar ia bertemu dengan Yatino.

“Loh Mbak kok pakai liff direksi?” tanya Yatino.

“Terpaksa. Saya harus mengejar Pak Fikri,” jawab Nessa.

“Lihat Pak Fikri, nggak?” tanya Nessa.

“Tadi saya lihat Pak Fikri lagi menunggu mobil di lobby,” jawab Yatino.

Nessa langsung menuju ke lobby. Ia melihat Fikri masuk ke dalam mobil.

“Pak, Pak Fikri,” panggil Nessa.

Mobil itu malah melaju meninggalkan halaman kantor.

“Malah ditinggalin,” kata Nessa.

“Kejar aja, Teh. Naik ojek,” sahut Yolti resepsionis yang memperhatikan Nessa.

“Kamu benar,” kata Nessa.

Nessa berjalan cepat menuju ke jalan dan menghentikan ojek online.

“Ojek,” panggil Nessa.

Seorang pengemudi ojek oline berhenti di depan Nessa.

“Ke hotel Sentiana,” kata Nessa.

“Pake aplikasi, Bu,” kata supir ojek.

“Tidak usah, sudah tidak ada waktu. Nanti saya bayar lebih,” kata Nessa.

Supir ojek itu memberikan helm kepada Nessa. Tercium bau tak sedap dari helm itu.

Perasaan di Jakarta helmnya nggak jorok kayak gini, kata Nessa di dalam hati.

Dengan merasa jijik Nessa mengambil helm dari tangan pengemudi ojek online dan terpaksa ia pakai ke kepalanya. Bagaimanapun juga ia harus mengejar Fikri. Nessa naik ke atas motor.

“Jalan, Bang,” kata Nessa.

Supir ojek pun menjalankan motornya. Setelah menempuh perjalanan sepuluh menit lamanya, akhirnya Nessa sampai di depan hotel Sentania. Nessa turun dari ojek kemudian memberikan helm kepada supir ojek. Nessa memberikan uang sebesar seratus ribu kepada supir ojek.

“Belum ada kembaliannya, Bu,” kata supir ojek.

“Ambil saja kembaliannya buat cuci helm,” kata Nessa.

Lalu Nessa pergi masuk ke dalam hotel. Nessa jalan sambil mengusap-usap rambutnya.

“Mudah-mudahan tidak ketularan ketombe dan kutu,” kata Nessa.

Nessa masuk ke dalam lobby hotel. Ia bingung harus mencari Fikri ke mana. Namun sekelebat Nessa melihat seseorang yang postur tubuh dan memakai suit mirip seperti Fikri. Nessa mengikuti orang itu. Ternyata benar orang itu adalah Fikri. Ia berjalan menuju coffee shop yang berada di hotel itu. Fikri berhenti dan mengedarkan pandangannya seperti mencari seseorang. Nessa mendekati Fikri.

“Pak Fikri,” panggil Nessa.

Fikri menoleh ke belakang.

“Kamu?” Fikri memperhatikan penampilan Nessa dari atas sampai ke bawah.

“Naik apa kamu ke sini?” tanya Fikri.

“Naik ojek, Pak,” jawab Nessa.

“Pantesan tampang kamu lusuh begitu,” kata Fikri.

Ini semua gara-gara lu, kata Nessa di dalam hati.

“Saya sudah bilang, kamu tidak usah ikut. Tapi kamu malah menyusul saya ke sini,” kata Fikri.

“Kata Pak Warino saya harus ikut kemanapun bapak pergi,” jawab Nessa.

“Kamu mau saja dibohongi Pak Warino. Yang jadi bos dia atau saya?” tanya Fikri.

“Bapak,” jawab Nessa.

“Ikuti perintah saya, dong. Bukan ikuti perintah Pak Warino,” kata Fikri.

Iye, habis itu gue dipecat, kata Nessa di dalam hati.

“Sudahlah, karena kamu sudah di sini kamu ikut saya,” kata Fikri.

“Tapi ingat, ikuti perintah saya!” kata Pak Fikri.

Tergantung perintah apa dulu, kata Nessa di dalam hati.

“Iya, Pak,” jawab Nessa.

Nessa mengikuti Fikri masuk ke dalam coffee shop. Fikri berjalan mendekati meja yang ditempati seorang perempuan.

“Vania?” tanya Fikri kepada perempuan itu.

“Fikri?” Perempuan itu malah balik bertanya.

Vania mengukurkan tangan mengajak Fikri bersalaman.

“Apa kabar?” tanya Vania.

“Baik,” jawab Fikri.

“Ini siapa?” Vania menunjuk ke Nessa yang berdiri di belakang Fikri.

“Ini sekretaris saya Nessa,” jawab Fikri.

Nessa menganggukan kepalanya.

“Silahkan duduk Fikri,” kata Vania.

Fikri duduk di hadapan Vania. Nessa duduk di sebelah Fikri. Vania mengajak Fikri berbicara. Kalau didengar dari pembicaraan mereka sepertinya mereka sedang kencan buta.

Yah, gue jadi nyamuk, kata Nessa di dalam hati.

Agar Fikri bisa leluasa berbicara dengan Vania, Nessa pindah tempat duduk.

“Mau kemana kamu?” tanya Fikri ketika melihat Nessa berdiri.

“Saya pindah ke meja lain. Agar Pak Fikri dan Mbak Vania bicaranya agak leluasa,” jawab Nessa.

“Ya sudah, sana,” kata Fikri.

Terpopuler

Comments

Sandisalbiah

Sandisalbiah

bos edan.. mari kira bantai si Fikri ini, Nesya..

2023-11-20

1

Yani

Yani

Boss ga ada ahlah

2022-12-12

1

Neulis Saja

Neulis Saja

ehm Aya bastard Fikri

2022-11-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!