Usai menitipkan pada guru, Seno pamit dari sana. Bergegas menuju kantornya.
"Sudah Boss? Nanti pulang jam berapa? Wahyu jemput atau gimana?"
"Baru juga masuk sudah ingat pulang. Biarin nanti menjadi urusanku," ujar Seno dingin.
Wahyu pun terdiam, kembali fokus menyetir. Sampai di kantor, pria itu langsung menjadi pusat perhatian karyawan. Semua menunduk hormat memberi salam.
"Apa jadwalku hari ini, Yu?" tanya Seno menempati ruangannya.
"Ada meeting nanti jam satu siang, eh ya untuk pembangunan di lokasi tempat proyek baru mendapat umpan balik dari penduduk. Sebagian warga ada yang bersikeras tidak mau menjual tanahnya."
"Nggak mau tahu, kamu urus semuanya dan pastikan beres. Masalah harga bisa dipertimbangkan," ucap Seno terlihat fokus menerima laporan.
"Yu, tolong belikan kopi di starbuck, yang Asian Dolce Latte, cepet ya mataku berat, otaku susah konsentrasi," titah Seno setelah merasakan kantuk yang kembali melanda.
Istri kecilnya benar-benar sukses membuat pria itu tersiksa. Ia tidak bisa membiarkan semua itu terjadi terus menerus bahkan berulang atau semua akan menjadi boomerang untuk dirinya.
"Gimana caranya bikin gadis itu takut padaku ya? Dia terlalu bebal, bahkan sepertinya siap kalau aku terkam," gumam Seno mendadak pusing sendiri. Memijit pelipisnya yang semakin berdenyut.
Suara ketukan pintu menyadarkan lamunan sesaat pria itu. Sarah, sekretaris di kantor itu masuk setelah dipersilahkan. Ia membawa berkas yang harus ditandatangani atasannya.
"Maaf, Pak, ini beberapa berkas yang harus Bapak cek dan Bapak tanda tangani," ujar Sarah sembari memperhatikan bosnya. Wanita berpenampilan seksi itu terlihat kalem menyodorkan ke mejanya.
Seno segera meneliti, beberapa saat sebelum akhirnya membubuhkan coretan pena di tempat yang tertera nama terangnya.
"Bapak terlihat tidak baik-baik saja, apakah Bapak sakit?" tanya Sarah demi meneliti penampilan atasannya yang tidak biasanya.
"Saya cukup baik, kalau sudah tidak ada urusan silahkan keluar!" usir Seno dingin.
Pria itu memang tidak suka basa-basi, cukup lugas dan tegas dengan urusan yang ada. Jarang sekali menanggapi perempuan semenjak pacaran dengan Rara. Perempuan yang pernah menjadi partner bisnisnya di sebuah perusahaan yang bekerja sama dengannya. Mungkin sekarang wanita itu sudah dipecat, atau bahkan mengundurkan diri secara sepihak.
Ngomong-ngomong soal Rara, Seno masih begitu sakit hati dengan kejadian yang ada. Walaupun strata mereka berbeda, namun cinta mereka tumbuh dengan baik, hanya saja ia cukup terheran-heran kenapa itu bisa terjadi. Kurang apa dirinya, hingga Rara tega mengkhianati cinta mereka.
"Dia hamil anak siapa ya?" gumam Seno bertanya-tanya.
Hari ini sama sekali tidak fokus bekerja. Rencananya pria itu akan mengemukakan hubungan resmi mereka dan mengadakan resepsi besar setelah sampai di kota, tapi sungguh sayang, jangankan resepsi, pernikahan saja harus digantikan oleh perempuan belia yang masih belasan.
"Maaf, Boss, ini kopinya." Wahyu masuk ruangan dan memberikan cup kemasan sesuai pesanan.
"Terima kasih, kamu boleh keluar kembali bekerja," ucap Seno setelah menyeruput latte kesukaannya serasa lebih baik.
Sementara Wening di sekolahan yang baru, dia baru saja masuk kelas bersama seorang guru. Gadis itu memperkenalkan dirinya terlebih dahulu sebelum akhirnya mengambil duduk tepat di urutan terakhir nomor dua. Di belakangnya seorang cowok yang sedari tadi tidak menyimak. Kelihatannya pria itu paling aneh diantara teman-teman lainnya.
Wening mengangguk sopan terhadap calon teman-temannya lalu duduk dengan tenang.
"Hai, aku Silvi, salam kenal ya?" sapa perempuan yang duduk tepat di sebelah Wening.
"Salam kenal Silvi, kamu adalah orang pertama yang menyapaku," ujar gadis yang selalu ceria di setiap kesempatan.
"Nanti ngobrol lagi ya, fokus pelajaran dulu," ujarnya tersenyum.
"Siap!" jawab gadis itu mengangguk setuju.
Wajahnya yang periang dan supel tidak kesulitan bagi Wening untuk mudah akrab dengan teman satu kelasnya. Bahkan gadis itu terlihat langsung dekat dengan beberapa teman perempuan. Wening pikir, anak kota akan sombong-sombong dan tidak mau bergaul dengannya. Walaupun ada sebagian yang terlihat mendominasi, tapi banyak juga yang baik.
"Itu Yuda, dia cowok ter-cool sekelas ini, lo jangan coba-coba deket dengan dia, bisa kena masalah. Jarang ada yang ngobrol, karena dia selalu terlihat anti apalagi sama perempuan," papar Silvi menunjuk pada cowok yang duduk tepat di belakang dirinya.
Sepanjang mengikuti kegiatan di kelas, pria itu memang tidak banyak berinteraksi dengan lawan jenis. Terlihat bergerombol dengan sesama pria, tapi sedikit aneh.
"Dasar, apa semua cowok tampan akan terlihat menyebalkan. Sepertinya begitu, sombong dan tidak peduli," gumam gadis itu menyorot teman satu kelasnya bernama Yuda.
"Vi, toilet sebelah mana ya?" tanya Wening butuh ganti. Ia merasa tidak nyaman setelah pertengahan hari.
"Ayo gue antar, entar nyasar lagi."
Mereka keluar kelas sebelum bertemu dengan pelajaran terakhir.
"Eh ya, kenapa kamu pindah? Orang tuamu pindah tugas ya?" tebak Silvi sok tahu.
"Eh, enggak juga, emang ada suatu hal yang menyebabkan aku harus pindah," ujarnya ambigu. Tidak mungkin juga Wening jawab sudah menikah dan ikut suami, sungguh bukan solusi.
Waktu terus bergulir, hingga jam terakhir pun usai. Wening mendadak bingung bagaimana caranya ia pulang. Tidak ada yang menjemput, dan lagi gadis itu masih belum hafal jalan.
"Aduh ... gimana ini, Om Seno tega banget sih nggak kasih clue apa-apa. Beneran ngajak perang ini orang," gumam Wening menggerutu berasa kaya orang ilang.
Gadis itu mencoba menghubungi suaminya berkali-kali. Nihil, tidak diangkat sama sekali. Wening hampir menangis di depan sekolahan mengingat hari sudah semakin sore dan gadis itu benar-benar masih buta daerah situ.
Sementara Seno baru saja selesai meeting bersama client dan dilanjut makan siang. Pria itu sepertinya lupa kalau ada jadwal baru menjemput istrinya.
"Waduh ... Wening!" batin Seno teringat pada istri kecilnya. Usai dari kantor, Seno langsung bertolak menyambangi sekolahan istrinya.
"Yu, langsung ke sekolahan," ujar pria itu sembari menghubungi ponsel gadis itu, namun tak ada jawaban.
"Boss, sudah sepi, sepertinya sudah pulang," lapor Wahyu menilik gedung pendidikan itu.
"Dia ke mana ya, apa mungkin sudah pulang. Langsung pulang saja, barang kali sudah di rumah," ujar pria itu sedikit cemas.
Sampai di rumah, tak sabar Seno ingin melihat keadaan istrinya. Apakah gadis itu sudah sampai atau belum. Rupanya pria itu dibuat melongo melihat pemandangan yang tak biasa di depan matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Febby Fadila
wa pasti di antar yuda
2024-10-27
0
oncom
dianter yuda ye
2024-06-30
1
Inaqn Sofie
istri bocil ajaib..
2023-06-27
0