Gadis itu berjalan ke ruangan yang cukup luas. Kamar pria itu yang Wening masuki, sebenarnya ia lumayan grogi, tapi apa boleh dikata. Mau protes sama siapa?
Wening lebih dulu menaruh tasnya, terus membukanya. Mengambil ganti, dan perlengkapan wanita lainnya. Ia sudah tidak tahan ingin membersihkan diri. Tubuhnya terasa kurang nyaman setelah habis perjalanan.
Gadis itu menuju kamar mandi, sejenak merasa takjub dengan desain kamar mandinya yang nampak mewah. Seperti dibayangannya jika menikah dengan pangeran, sayangnya yang ini bukan pangeran melainkan si arogan yang suka marah.
Bergegas membersihkan diri, mengguyur tubuhnya yang terasa penat, hingga menjadi segar kembali.
"Alhamdulillah ... akhirnya seger juga," ucap gadis itu merasa lega. Menggulung rambutnya dengan handuk lalu melenggang keluar dengan pasti.
"Astaghfirullah ... ngapain ngagetin sih! Nggak bisa antri agak jauhan dari pintu apa? Bikin orang jantungan aja," dumel Wening mengomel. Mengusap dadanya dramatis.
"Siapa suruh masuk ke kamar saya, hmm. Terus numpang kamar mandi lagi seenak jidat. Keluar!" bentak pria itu cukup lantang.
"Nggak usah bentak-bentak Om, kupingku nggak budeg. Yakin nyuruh aku keluar? Aku sih yes, siapa juga yang mau satu kamar sama om-om. Cuma masalahnya mama yang nyuruh aku masuk dan menempati kamarmu, bagaimana kalau om saja yang keluar?" tantang Wening sok kuat.
Sesungguhnya ia ingin menangis di pojokan sambil menghabiskan tisu satu pack. Bisa-bisanya ia diperlakukan kaya gitu, nggak tahu apa kalau hati perempuan itu selembut sutera. Dibentak pasti retak, dasar Seno nggak berperasaan.
"Lihat saja nanti, akan kubuat batasan diantara kita, hingga membentang benang merah yang akan membuat kamu tahu. Bahwa sesungguhnya aku di sini juga bukan mauku," batin Wening mendendam.
Seno memijit pelipisnya yang terasa berdenyut, rasanya ingin mencekik istri barunya itu andai saja mampu. Sayangnya ada benarnya juga, kalau Seno mengusir dari kamarnya pasti mama akan mengomel dan membuat hidupnya sungguh tidak tenang.
Pria itu mrnghela napas sepenuh dada, memperhatikan istri kecilnya yang murung di pojokan sambil benerin tasnya. Lalu berjalan keluar sambil menyeret kopernya.
"Eh, kok beneran keluar, nanti kalau mama nanyain gimana? Arghhh ... bikin pusing saja!" Seno mengacak rambutnya frustrasi.
"Kamu boleh nempatin kamar ini, dengan syarat mengikuti aturan yang ada di ruangan ini. Kamu nggak boleh menempati ranjang milikku," ucap Seno menghentikan langkah Wening.
Wening menghela napas panjang, gadis itu memutar tubuhnya hingga menghadap suaminya yang berwajah dingin.
"Kamu tahu hal yang paling sulit dalam hidup adalah, saat aku harus pergi dari rumah yang membesarkan diriku, berpisah dengan orang tua dan harus mengikuti yang namanya suami. Sialnya suami aku yang sudah aku perjuangkan dengan segenap kebesaran hati memperlakukan aku buruk sejak pertama kali masuk. Terima kasih Om, kamarku di kampung tidak seindah ini, tetapi selalu membuat aku nyaman dan tidur enak di atas kasur yang empuk. Kedua orang tuaku memperlakukan aku dengan sangat baik. Jadi, kalau Om sama sekali tidak bisa menerima kehadiran aku di sini, setidaknya bisa menghargai posisiku di sini."
"Maksudnya apa? Mau jadi sok ratu karena menjadi istri aku? Atau bahkan sok nyonya karena menjadi mantu keluarga kaya. Kamu harus tahu diri, dan kehadiran kamu sama sekali tidak diharapkan."
Kok aku sakit hati yah, dikata-katain. Dasar om-om bermulut cabe. Mana nyebelin pisan. Aku turutin aja kali ya maunya. Kesel ya Allah gusti ....
"Jangan nangis, jangan nangis, please ... jangan nangis! Are you oke, Wening. Kamu bisa, abaikan saja mulutnya hingga berbusa. Tapi ini masalah harga diri, kenapa rasanya pengen jerit terus nimpuk mulutnya pakai cobekan biar mingkem. Ya ampun gusti ... mimpi apa punya bojo galak," batin Wening menjerit.
Gadis itu keluar dari kamar begitu saja sambil mengantongi ponselnya. Mengabaikan tasnya tetap berada di dalam. Lebih baik keluar menghirup udara segar.
"Dasar tidak sopan! Sana pulang sana! Minggat sekalian! Menyebalkan, nyusahin, merepotkan!" Seno menendang tas Wening hingga bergeser tak beraturan.
Rasanya pria itu begitu kesal dan belum bisa menerima dengan semua ini. Lihat saja nanti, hidupnya pasti akan lebih menderita setelah pindah dari rumah ini. Seno sudah menyiapkan rumah yang sengaja ia beli untuk dirinya setelah berumah tangga, dengan membawanya gadis itu pergi pria itu bisa sesuka hati memperlakukan dan membalas atas pengkhianatan kakaknya.
Sementara gadis itu berjalan gontai menuju lantai satu. Ia lebih dulu mengunjungi dapur, minuman hangat sepertinya akan sedikit lebih mendamaikan.
"Non Wening? Mau buat apa? Biar Bibik buatin aja Non, cukup tunggu saja, jangan sungkan kalau butuh sesuatu bilang aja."
"Udah biarin aja, dia udah terbiasa ngelakuin hal-hal kaya gitu, biarin aja Bik," sambar Seno tetiba sudah berada di dekatnya.
Wening melirik sengit pada pria yang saat ini tengah menyorotnya dingin.
"Eh, mantu Mama lagi ngapain?"
"Em ... buat teh anget Ma, biar hatiku yang semrawut ini agak santai. Mama mau?" tawar perempuan itu dengan sopan. Sengaja menyindir suaminya yang nampak santai duduk menunggu.
"Boleh juga, mau buatin kopi buat Seno ya, dia itu paling suka kopi hitam yang ini, gulanya sedikit kopinya separo, jadi pas."
"Gitu ya Ma, Mas Seno belum minta."
"Buatin aja, biasanya kalau ke dapur pasti nyeduh sendiri, karena buatan orang lain nggak begitu suka, tapi karena kamu istrinya, mungkin dia akan candu."
"Mama apaan sih, jangan lebay deh."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Mia Mia
wah mcm best ja ceritanya ada lucunya ada sedihnya 🌺🌺🌺🌺🌺
2024-10-26
0
oncom
😭😭😭😭
2024-06-30
1
Borahe 🍉🧡
setidaknya dgn adanya Wening sakit hatimu jd sedikit teralihkan
2024-01-03
1