Malam ini cuaca sangat dingin, di luar terdengar suara petir berlomba membangunkan mereka yang sudah terlelap dalam tidurnya. Hujan yang begitu deras menambah suasana menjadi semakin mencekam.
"Pak Broto menjebak aku? " Raisa teriak berharap ada orang mendengar suaranya. Dia masih terus berusaha melepaskan tangan Pak Broto yang masih memegang erat tangannya.
"Itu gak perlu aku lakukan, jangan takut..., ayo kemari dan lebih dekat denganku!" Broto berusaha menarik Raisa lebih dekat, namun Raisa terus memberontak.
"Tolong jangan seperti ini, Pak Broto epaskan aku!" teriaknya lagi.
"Aku gak akan mau melepasmu lagi, ayo sini turuti saja perintahku, pamanmu sendiri yang menyerahkanmu Raisa."
"Gak mungkin! Itun gak mungkin tolong Pak Broto lepaskan aku!" seru Raisa memohon.
"Jangan berteriak! Gak akan ada yang mendengar suaramu, istri dan anakku gak ada di rumah, cuma kita berdua di rumah ini sayang, jadi kau pasti tau apa yang akan terjadi."
Raisa menjadi semakin takut, ia terus berteriak dan berusaha menjauh dari Broto, tapi Broto semakin mendekati Raisa. Dia mendorong tubuh Raisa sampai Raisa bersender di sofa.
"Kita bisa bicarakan ini baik baik Pak Broto!" Raisa sangat ketakutan, bahkan suaranya bergetar.
"Kita sudah membicarakan ini dengan cara yang baik, tapi kau selalu menolak tawaranku, apa susahnya menikah dan menjadi istriku?"
Tatapan Broto seperti ingin menguliti Raisa, secepat kilat Broto menghimpit kaki Raisa, dan memegang kedua tangan Raisa hingga Raisa tidak bisa berkutik.
"Tolong jangan lakukan ini, pak huhuhuhu!"
Air mata Raisa sudah membasahi wajahnya. Tangisan dan jeritannya terhalang suara hujan di luar rumah hingga tidak ada yang mendengarnya.
Sretttttttt
Dengan gerakan cepat Broto berhasil merobek sweater yang dipakai Raisa beruntung baju tidur masih menutupi bagian tubuhnya.
"Pak Broto Raisa mohon jangan seperti ini Pak! Tolong lepaskan aku, kita bisa cari cara lain pak, huhuhu!"
"Stttt percuma menangis itu cuma bisa membuat suaramu habis!"
Broto menundukan kepala membuat jarak mereka semakin dekat. Bibirnya hampir tidak berjarak dari bibir Raisa.
Raisa sekuat tenaga mendorong tubuh Broto sampai pria tua itu terjatuh dari sofa.
Raisa mengambil kesempatan untuk pergi, tapi Broto berhasil memegang erat kaki Raisa.
"Tolong! Tolong!" Raisa terus berusaha menendang Broto sampai cekalan tangan Broto terlepas dari kakinya.
Raisa cepat berlari menuju pintu utama rumah namun sayangnya pintu itu terkunci rapat.
"Kau mencari ini?" Broto mengangkat satu tangannya menunjukan kunci rumah yang ia pegang.
"Datang kesini dan ambil sendiri!" perintah Broto kemudian memasukan kunci itu ke dalam kantung celana.
Raisa berlari semakin masuk kedalam rumah untuk mencari jalan keluar yang lain. Tubuhnya bergetar saat membuka setiap pintu yang ada di dalam rumah itu.
Brug!
Tubuh Raisa terdorong dari luar, ia terjatuh di lantai kamar karena ulah Broto yang telah berhasil mendorong hingga ia masuk ke dalam kamar. Raisa meringsuk mundur saat Broto mendekatinya.
"Sepertinya kau suka dipaksa, ya? Nggak apa-apa aku suka yang seperti ini." Broto tersenyum dan menelisik tubuh Raisa yang tampak menggoda di matanya.
"Aku mohon jangan lakukan itu, pak. Biarkan aku keluar dari sini !" Raisa terus mundur sampai tubuhnya menyender pada sebuah meja.
"Percuma menangis Raisa, kau sudah tidak bisa keluar tanpa ijinku, ayo turuti perintah dan semua kemauanku."
Broto berjongkok di depan Raisa, ia menyentuh rambut Raisa yang tergerai indah. Setelah merasa cukup ia pun mencekal kedua tangan Raisa.
"Ja- jangan le-le-pas kan aku , aku mohon hiks hiks hiks ! " Raisa mulai putus asa, ia berusaha melepaskan tangannya dari cekalan Broto, ia berusaha meraih apapun yang ada di atas meja.
Brakkkkkk
"Argghhhh kau...," rintih Broto kesakitan karena Raisa menghantam kepalanya menggunakan vas bunga.
"Maafkanaku," ucap Raisa ketakutan dan gemetaran, ia tidak punya pilihan lain selain memukul Broto. Darah segar mulai menetes dari kepala Broto. Tapi, Raisa tidak bisa membuang waktu berlama-lama di sini. Sementara laki-laki tua itu sudah tidak sadarkan diri.
Setelah Raisa berhasil mengambil kunci rumah, ia segera berlari meninggalkan Broto sendirian.
***
"Bibi ... huhuhuhu!" tangisan Raisa pecah lagi di rumahnya. Tubuhnya gemetaran mengingat Broto hampir berhasil melecehkannya.
Beruntung Yono tidak ada di rumah jika ada laki-laki itu pasti akan menyerahkannya ke neraka itu lagi.
Tangisan Raisa membuat bibi keluar dari kamar, betapa terkejutnya ia melihat penampilan Raisa berantakan. Sweater yang dipakai Raisa robek dan basah, rambutnya juga terlihat kusut.
Raisa yang masih menangis ketakutan langsung memeluk Bibinya.
"Kamu dari mana saja? Dari tadi Bibi mencarimu coba tenang dan ceritakan apa yang sudah terjadi jangan seperti ini sayang," ucap Bibi sembari membelai rambut Raisa.
Raisa masih menangis, ketakutannya semakin menjadi saat mengingat Broto tergeletak sendirian di dalam rumahnya. Bagaimana setelah kejadian ini Broto melaporkannya ke polisi?
Raisa hanya melakukan pembelaan saja tapi siapa yang akan percaya padanya? Broto memiliki kekuasaan penuh di kampung itu sedangkan ia tidak punya apapu. Atau yang lebih parah dari itu adalah bagaimana kalau Broto tidak sadarkan diri? Polisi pasti akan datang menangkap dan memenjarakannya.
Pikiran Raisa masih berkecamuk, ia juga mengingat perkataan Broto tentang Yono yang menyerahkan ia kepada kakek-kakek itu. Mengingat semua itu membuat Raisa semakin menangis dalam pelukan Bibinya.
"Bibi...kenapa takdirku seperti ini? Semua ini karena Ibu... kenapa ibu pergi huhuhu!" Tangisan Raisa membuat Bibinya ikut bersedih.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments