Kian meneguk air yang dibawa Dina dari pantry. Setelah berhasil mengatur nafas, kini Kian terlihat lebih tenang.
"Terimakasih." Kian menatap Rendy dan Dina bergantian.
"Sudah tidak usah dipikirkan, kelakuannya memang tidak berubah sejak dulu. Selalu arogan dan bertindak semena-mena," ucap Rendy kembali menenangkan. Yang diikuti anggukan oleh Dina.
"Dia memang pria angkuh dan seenaknya," timpal Dina. "Tapi kenapa bisa sampai seperti itu, Kian? Bukannya tadi kita sudah di briefing bahwa Tian Arkan akan datang. Jadi kita diminta untuk berhati-hati, jangan sampai membuat kesalahan. Apa kamu lupa?" tanya Dina kembali mengingatkan. Dan sepertinya bukan Kian lupa, hanya saja pertemuan Rendy dengan kekasihnya tadi membuatnya tidak fokus. Sampai-sampai tidak mendengarkan isi briefing tadi pagi. Pikirannya malah melayang entah kemana. Dia kembali menundukkan kepala menyesali kecerobohannya.
Sebenarnya Kian sudah tidak berniat melanjutkan pekerjaannya, tapi ijin pulang hanya akan menambah masalahnya lagi. Terpaksa dia harus bertahan hingga beberapa jam lagi. Setelah yakin merasa baikan, Rendy dan Dina membawa Kian kembali ke ruangannya. Saat mereka masuk, berbagai tatapan tertuju pada Kian. Banyak yang menatapnya prihatin, mencoba menyemangati. Tapi ada juga yang menatapnya rendah, menyayangkan kebodohannya. Seolah tidak akan pernah mengalami apa yang Kian alami.
Kian menarik nafas dalam, mencoba berdiri tegar. Menganggap kejadian tadi tidak pernah terjadi. Dia berusaha kembali fokus pada pekerjaannya. Bahkan saat jam istirahat pun dia lebih banyak diam, enggan membicarakannya. Hanya Rendy dan Dina yang saling tatap melihat kebisuan Kian.
***
Sehari sebelum kedatangan Arkan.
"Tuan, besok adalah jadwal kepulangan anda ke tanah air. Apa Tuan Muda sudah siap?" tanya Pak Dan pada Arkan. Pria muda yang diajak bicara itu terlihat menarik nafas dalam.
"Persiapkan saja semuanya, Pak," jawabnya tanpa mengalihkan pandangan.
Pak Dan mengangguk pelan. "Baik Tuan Muda." Setelah itu dia keluar dari apartemen meninggalkan Arkan yang masih berdiri menikmati pemandangan kota dari balkon apartemennya.
Setelah 2 tahun ia meninggalkan tanah air untuk mengurus bisnisnya di luar negeri, akhirnya ia memutuskan kembali. Melanjutkan tugas dan tanggung jawab mengurus bisnis sang Ayah.
Setibanya di tanah air, Arkan memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah. Dia meminta Pak Dan untuk mengantarnya ke perusahaan. Dan pria paruh baya itu hanya mengiyakan tanpa banyak bertanya. Dia mengirimkan pesan kepada Kepala penanggung jawab masing-masing bagian untuk mengadakan briefing mengenai kedatangan tuan Arkan. Jangan sampai ada yang membuat kesalahan sekecil apapun, karena konsekuensinya akan sulit ditolerir. Begitulah kira-kira isi pesannya.
Setelah tiba di halaman kantor, tiba-tiba ponsel Pak Dan berdering. Telepon dari Tuan Wijaya rupanya. Ayahnya Arkan. Pak Dan mengangkatnya lalu berbicara sebentar dengan Tuan Wijaya. Pria itu hanya ingin memastikan apakah putranya pulang dengan selamat atau tidak. Setelah pembicaraan selesai, Pak Dan menyimpan ponselnya kembali kedalam saku. Lalu dia kembali ke mobil dimana Arkan berada. Tapi tuan muda itu sudah menghilang dari tempatnya. Pak Dan bergegas menyusulnya menaiki lift, dan saat pintu lift terbuka dia mendapati Arkan sedang berdiri didepan seorang gadis, dengan file berserakan dilantai.
***
Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, itu artinya para karyawan sudah bersiap untuk pulang. Selesai merapikan file di meja kerjanya, Kian bergegas turun. Setelah sebelumnya dia berpamitan dengan Dina yang masih sibuk dengan beberapa pekerjaannya. Kian sudah
tidak ingin berlama-lama di kantor, rasanya ia ingin segera pulang dan merebahkan diri ke kasur.
Karena langkahnya yang terlalu cepat, Kian tidak menyadari Rendy sedang berlari mengejarnya. Pria itu sampai harus menitipkan sepeda motornya kepada temannya untuk dibawa pulang. Lalu berlari mengejar bis yang dinaiki Kian, syukurlah bis segera berhenti. Saat didalam bis Rendy berusaha mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Matanya mencari keberadaan Kian. Beruntung bis kali ini tidak penuh penumpang, jadi gadis itu bisa duduk dengan aman disebelah jendela. Menatap jalanan dengan tatapan kosong. Perlahan Rendy menghampiri dan duduk disebelahnya. Kian tidak menyadari keberadaan pria itu. Untuk sesaat Rendy hanya diam membiarkan gadis itu menenangkan pikirannya, sambil sesekali melirik Kian yang masih hanyut dalam lamunannya.
Rasanya aku ingin sekali memeluknya. Memberinya kekuatan untuk sekedar tersenyum. Bagaimanapun hari ini pasti terasa berat baginya.
"Ekhem." Rendy berdehem untuk menyadarkan Kian. Dan sepertinya berhasil. Gadis itu menoleh kearahnya dengan mengernyitkan kening. Bingung sekaligus heran. Sejak kapan pria ini ada disebelahnya.
"Kak Rendy?" ucapnya memastikan.
" Aku tadi panggil-panggil kamu di kantor, tapi kamu tidak menoleh," jawabnya sambil tersenyum.
"Maaf Kak Rendy aku tidak dengar." Masih dengan wajah lesunya.
"Iya tidak apa-apa." Kembali hening.
Sore ini jalanan macet total. Kendaraan sama sekali tidak bisa bergerak. Ditengah kemacetan, para pengendara terdengar mulai saling memaki. Masing- masing dari mereka tidak sabar ingin segera menerobos kemacetan. Bahkan bis yang ditumpangi Kian juga tak bergerak sedikit pun. Menambah lelah dipundaknya. Kian merasakan kepalanya mulai agak berat. Rasa kantuknya juga tak lagi tertahankan, hingga tanpa sadar dia tertidur di bis. Melihat gadis itu tertidur, Rendy hanya menggelengkan kepala.
"Bagaimana dia bisa tertidur pulas di bis?" Rendy menghembuskan napas. Menatap Kian dengan tatapan sendu
Perasaan khawatir dan simpati bercampur menjadi satu. Rendy tidak tahu sejak kapan dia peduli dengan gadis ini. Namun untuk saat ini dia hanya ingin melindunginya. Rendy meraih kepala Kian lalu menyenderkan di bahunya. Sambil menunggu jalanan kembali normal, membiarkan gadis ini terlelap dalam tidurnya.
"Kian, Kiandra.. Bisnya hampir sampai." Rendy menepuk bahu Kian lembut. Berusaha membangunkan gadis itu dari tidurnya.
"Mmhhh." Gadis itu menggeliat sambil mengerjapkan matanya. Mencoba mengumpulkan kembali kesadarannya. Setelah sepenuhnya sadar, dia terkejut dengan apa yang dia lakukan.
Bagaimana aku bisa tertidur pulas dibahunya.
"Maaf Kak Rendy, aku tidak sengaja ketiduran," ucapnya gelagapan. Lagi-lagi ia merutuki kecerobohannya. Karena terlalu lelah, tanpa sadar ia tertidur di bahu Rendy.
Setelah itu dia mengetuk besi dengan koin, membuat sopir menghentikan bis. Sambil berdiri dia kembali berpamitan.
"Aku turun duluan ya, Kak Rendy. Sekali lagi terimakasih sudah meminjamkan bahu," ucapnya malu-malu.
"Iya, hati-hati dijalan, Kian!" jawabnya sambil balas tersenyum.
Kian melambaikan tangan pada Rendy yang masih menatapnya dari kejauhan. Setelah bis benar-benar menghilang, ia melanjutkan berjalan kaki menuju rumah bibinya. Sudah 2 tahun ini dia tinggal bersama bibinya selama di ibukota. Dia belum diijinkan ngekost oleh kedua orangtuanya. Karena takut kalau terjadi hal yang tidak diinginkan pada Kian. Dia hanya menghela nafas dalam. Hari ini dia merasa sangat merindukan kedua orangtuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
SR_Muin
semangat
2020-08-20
0
no stalker!
semangat😁
2020-06-21
0
👑~𝙉𝙖𝙣𝙖𝗭𝖊𝖊~💣
semangat 👍 yuk saling dukung ☺☺
2020-06-20
0