Mr Arrogant'S First Love
Siapa sih yang tidak ingin memiliki kekasih tampan dengan alis tebal yang bak semut beriringan, mata tajam namun memancarkan kehangatan, hidung mancung yang terlihat menawan, di tambah lagi dengan lesung pipi yang terukir indah saat dia tersenyum. Menambah garis sempurna di wajahnya. Setidaknya itulah yang Kian bayangkan saat bertemu Rendy. Rekan kerjanya yang memiliki ketampanan di atas rata-rata rekan pria lainnya. Namun sayangnya, jalan Kian untuk mendapatkan pria itu tidaklah mudah. Rendy sudah memiliki kekasih. Seorang wanita cantik, cerdas serta berpendidikan. Tapi selagi janur kuning belum melengkung, bolehkah ia berharap?
Setiap perjalanan selalu saja akan ada kerikil yang menghalangi. Tapi tak peduli seberapa banyak ia menghalangi, selagi kau terus berjalan, maka langkahmu pun akan sampai di tempat tujuan.
Hari masih pagi. Matahari masih terlihat malu-malu menampakkan diri. Tapi sinarnya sudah cukup menghangatkan tubuh dari dinginnya embun pagi. Jalanan juga masih terlihat lenggang dari padatnya transportasi di ibukota.
Kian sengaja berangkat lebih pagi dari biasanya karena ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan pagi ini. Dan menghindari kemacetan adalah cara terbaik agar ia segera sampai. Jika macet, Kian bisa memakan waktu hampir satu jam di perjalanan. Tapi sekarang, ia hanya butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai dikantornya dengan menggunakan bis kota. Dia benar-benar lega karena jalanan sangat lenggang sesuai harapannya. Bis berhenti tepat di halte dekat pintu masuk halaman kantor. Setelah turun dari bis, Kian menatap gedung tinggi didepan yang menjulang dengan gagahnya. Tempat yang sudah menjadi mata pencahariannya selama dua tahun belakangan.
Ada beberapa gedung perkantoran lainnya yang dibangun disepanjang lokasi ini. Terlihat beberapa gerobak makanan juga sudah berjejer rapi di trotoar depan gedung, menunggu pelanggan yang datang. Beberapa orang yang mungkin tidak sempat sarapan dirumah.
Sambil melangkahkan kaki, Kian sempat beberapa kali menguap. Ia berniat mampir ke pantry untuk membuat secangkir kopi, menghilangkan rasa kantuk yang masih menerpanya. Diliriknya sebentar jam tangannya, masih ada waktu pikirnya. Ia memasuki lift bersamaan dengan beberapa orang yang sudah menunggu terlebih dahulu. Walaupun masih terlalu pagi, tapi sebagian orang sudah terbiasa berangkat sepagi ini. Setelah keluar dari lift, Kian berjalan melewati ruangan kerjanya menuju pantry yang terletak di ujung koridor. Ia sedikit buru-buru, hingga tidak menyadari kalau di pantry ada seseorang yang akan keluar bersamaan dengan dia yang menyelonong masuk.
"Argghh panas!" teriaknya saat tumpahan kopi yang di bawa orang itu mengenai tangannya.
"Maaf.. maaf aku ngga sengaja!" Orang itu meletakkan gelas yang dibawanya lalu mengambil tisu.
"Kak Rendy?" Ia sedikit kaget melihat Rendy yang ada di depannya.
"Sini di bersihin dulu!" Rendy meraih tangan Kian dan mengelapnya menggunakan tisu.
Nisa menatap tangannya gamang. Ada desiran halus yang mengusik hatinya saat Rendy dengan lembut membersihkan jemarinya.
"Maaf... Aku ngga bermaksud.." Rendy melepas tangan Kian perlahan saat menyadari mata Kian yang tidak berkedip sama sekali. Ia jadi merasa tidak enak karena telah menyentuhnya tanpa ijin.
"Ngga apa-apa, Kak. Biar aku bersihkan sendiri." Nisa mengambil alih tisu di tangan Rendy.
"Kamu mau buat kopi?"
Nisa mengangguk.
Lalu Rendy mengambil dua bungkus kopi instan dari dalam lemari gantung dan menyeduhnya dengan air panas. Salah satunya ia berikan pada Nisa.
"Buat kamu."
Nisa menerima kopi buatan Rendy sambil tersenyum. "Terimakasih, Kak."
Setelah membasuh tangan, Kian beranjak meninggalkan pantry menuju ruangan kerjanya. Sementara Rendy, ia sudah lebih dulu pergi dari tempat itu.
Mengingat Rendy, membuat Nisa mengingat kejadian semalam. Semalam ia pulang telat karena harus lembur. Dan disaat yang bersamaan Rendy menawarkan tumpangan untuk dirinya. Karena hari sudah gelap, Nisa pun menerima tawaran itu dengan senang hati. Akhirnya salah satu harapannya berboncengan dengan pria itu bisa terwujud.
"Hei, kenapa senyum-senyum sendiri? Kamu habis kesambet?" Suara Dina, salah satu rekan kerjanya baru saja datang dan mengganggu lamunannya tentang Rendy.
"Apa sih, memang siapa yang senyum-senyum sendiri?"jawab Kian berusaha mengelak.
"Lihat tuh di kaca! Muka kamu dari tadi senyum-senyum sendiri tahu. Memang ada apa sih?" tanya Dina penasaran.
"Kepo!!," balas Kian dengan nada meledek. Membuat Dina yang ada disebelahnya berwajah masam.
Melihat wajah sahabatnya yang berubah seperti itu, akhirnya Kian mengalah. "Semalam, Kak Rendy mengantarku pulang sampai ke rumah. Dan hari ini aku bertemu dia di pantry. Kamu tahu tidak, dia bahkan membuatkan kopi untukku. Ya walaupun tanganku yang harus jadi korbannya dulu."
Dari dulu ia memang mengagumi pria itu. Mungkin sejak hari pertamanya bekerja disana. Selain tampan, baginya Rendy penuh kehangatan. Tidak heran banyak wanita yang mengejarnya.
"Serius???" tanya Dina tak percaya. Bagaimanapun dia tahu bahwa pria tampan itu sudah memiliki kekasih. Ya walaupun banyak wanita yang masih saja berusaha merebut perhatiannya. Tapi dia tidak ingin Kian berharap lebih apalagi jika ujung ujungnya akan terluka. Dina bukan hanya teman sekantor Kian tapi lebih dari itu, dia adalah sahabat terdekat Kian.
"Iya serius," jawab Kian dengan mata berbinar.
"Jangan terlalu baper Kian, kamu kan tahu sendiri dia sudah punya pacar. Belum lagi penggemarnya yang masih terus mengejarnya, memang kamu siap bersaing dengan mereka?" Dina mencoba mengingatkan sahabatnya.
Raut sumringah mendadak hilang dari wajah Kian, kini ia berubah murung seketika. Gadis itu hanya menundukkan kepalanya lesu.
Ahh benar, seharusnya Kian lebih tahu diri. Mungkin saja Rendy mengantarkannya pulang semalam hanya karena kasian melihat gadis itu berjalan sendiri dimalam hari. Bagaimana mungkin ia berpikir Rendy akan menyukainya.
Matahari terus merangkak naik hingga memantulkan panas ke apa saja yang ada dibawahnya. Membuat orang-orang enggan berkeliaran diluar ruangan. Tapi tetap saja ada yang keluar sekedar mencari makan siang diluar sana. Sedangkan Kian memilih untuk menghabiskan bekal makan siangnya di ruang istirahat yang bersebelahan dengan Mushola. Kian lebih sering membawa bekal sendiri daripada beli diluar. Karena bibi selalu memasak untuk bekal paman, jadi sekalian dia membungkus untuk dirinya sendiri. Selain itu juga menghemat pengeluaran tentunya. Ada Dina di samping Kian yang terus bicara panjang lebar sambil mengunyah makanannya. Dina sendiri membawa bekal makan siang yang tadi pagi sempat dia beli di warteg dekat rumahnya. Katanya lebih murah daripada makanan yang dijual disekitaran kantor. Maklum saja bagi karyawan biasa seperti Kian dan Dina menghemat pengeluaran adalah salah satu yang wajib mereka lakukan jika ingin mempunyai tabungan. Terlebih makanan yang dijual disekitar kantor harganya bisa lebih mahal ketimbang mereka beli diluar.
"Kian, kamu tahu tidak minggu depan peringatan hari ulang tahun perusahaan lho!" ujar Dina antusias.
"Terus..?" tanya Kian datar. Seolah tidak begitu tertarik. Paling-paling hanya acara tahunan dengan berkumpul bersama para karyawan.
"Perusahaan bakal mengadakan gathering keluar kota untuk semua karyawan pusat. Dengar dengar sih mau ke puncak. Menurut kamu gimana?"
"Ya mau kemana saja asal gratis, buat aku ngga masalah!" Kian menjawab sekenanya. Membuat Dina mendengus sebal.
"Yaa itu mah ngga usah di tanya!"
"Toh lagian mau kemana aja panitia yang menentukan. Kita mah cuma ngekor di belakang," balas Kian sambil membereskan sisa bekal makan siangnya. Lalu berjalan ke mushola meninggalkan Dina yang masih menghabiskan makan siangnya. Selesai sholat dzuhur, Kian kembali ke ruang istirahat untuk mengambil tempat bekal makan siang yang tadi dia letakkan di meja. Baru saja hendak beranjak meninggalkan ruang istirahat, Kian terkejut saat seseorang memanggilnya.
"Kian," panggil orang itu.
Saat merasa namanya dipanggil, tentu saja dia menoleh.
"Eh iya, Kak Rendy," jawabnya setelah melihat siapa yang baru saja memanggilnya. Rendy baru saja keluar dari mushola saat Kian hendak meninggalkan ruang istirahat.
"Kamu istirahat disini?" tanya nya basa basi. Padahal dia sudah tahu setelah melirik tempat bekal yang dipegang Kian.
"I-iya kak," jawabnya malu-malu.
Walaupun mereka sering bertegur sapa, entah kenapa Kian masih saja merasa canggung setiap kali mereka bertemu. Dan anehnya rasa canggungnya justru membuat Rendy senang menggodanya. Terbukti saat mereka bertemu Rendy seringkali tersenyum penuh arti. Membuat Kian semakin salah tingkah. Setelah acara bertegur sapa selesai, mereka berjalan memasuki ruangan kerja sambil diselingi obrolan kecil. Tempat mereka bekerja berada dalam ruangan yang sama, hanya saja dibatasi pembatas setinggi dada di setiap bagian.
Kian dan Dina berada di bagian administrasi, sedangkan Rendy berada di bagian marketing. Selesai jam makan siang, sekarang waktunya mereka kembali ke pekerjaan masing-masing. Karena tempat mereka bekerja saat ini adalah kantor pusat dari sekian banyak cabang supermarket yang tersebar di Ibukota, maka suasana kantor akan terlihat sangat sibuk di jam kerja seperti ini. Beberapa di antaranya ada yang bertemu klien, mengangkat telepon dari cabang atau supplier, atau sibuk dengan file mereka yang tertumpuk di atas meja. Mereka memiliki peran masing-masing dalam pekerjaannya.
Hingga tak terasa jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Kian sedang membereskan sisa file yang masih berserakan di mejanya. Hari ini pekerjaannya selesai lebih cepat sebelum jam pulang. Jadi dia tak perlu lembur seperti kemarin. Lagian sudah masuk musim penghujan, jalanan akan dua kali lipat lebih macet saat hujan turun. Ia tidak ingin menghabiskan waktu istirahatnya dengan tidur di dalam bis.
Setelah semua beres dan rapi, Kian mengajak Dina untuk pulang bersama. Berhubung karena arah rumah mereka sama. Mereka pun turun menggunakan lift sambil sesekali tertawa disela-sela obrolan mereka.
Begitu mereka keluar dari gedung, ternyata Dina sudah ditunggu oleh kekasihnya di parkiran halaman gedung. Dan itu artinya Kian akan pulang sendiri tanpa ditemani Dina.
"Maaf ya Ki, ngga jadi pulang bareng. Aku ngga tahu kalo Doni akan menjemput ku," ucap Dina dengan nada menyesal. Andai ia tahu kekasihnya akan datang menjemput, pasti ia akan mencegahnya.
"Ngga apa-apa. Sudah sana, gih! Kasian Doni sudah menunggumu," balas Kian.
Dina berjalan menghampiri Doni yang menunggunya di atas motor. Pria itu memakaikan helm ke kepala Dina lalu mengaitkannya. Setelah itu Doni menyalahkan mesin motornya. Sebelum pergi, Dina sempat melambaikan tangan pada Kian lalu motor pun melaju meninggalkan area parkir. Menyisakan Kian yang menatap mereka menghilang dibalik keramaian jalan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Sakura Chan
Assalamualaikum wr wb..
izin pm thor, mampir yuk ke ceritaku judul nya
Aku Tetap Cinta
2022-10-10
0
SR_Muin
aku mampir
2020-08-20
0
blue sea
Hai kak. Aku mampir ya, kalo ada waktu senggang mampir di cerita pertamaku ya kak "You And My Heart" dan "Star Wedding". See you kak😘😘😘
2020-08-19
0