Perjalanan yang panjang cukup sehari semamalan Sinta ada di bus dan itu membuatnya sangat lelah. Sinta datang ke suatu tempat yang ada di alamat yang tertulis di secarik kertas surat waktu itu Kakaknya mengirimkan lokasi tempatnya tinggal dan ayahnya tidak tahu itu.
Sinta turun dari bis dan langsung berjalan mencari rumah yang kakaknya tempati. Semua nomor ia lihat dan juga nomor kotak surat lalu nama jalannya.
Selama dua jam berkeliling dengan Jalan kaki Sinta tak menemukan keberadaan rumah sang kakak tapi, saat akhirnya akan menyerah Sinta menemukan rumah itu tapi, seperti tidak berpenghuni. Sinta melangkah masuk mendorong pintu pagar besi yang berbunyi, seperti kekurangan pelumas pada engselnya.
Langsung menatap pintu depan perlahan selangkah maju selangkah menapaki lantai teras menuju pintu depan.
Sinta melihat pintu jendela dan lantai sangat berdebu sampai akhirnya Sinta mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu tiba-tiba laba-laba besar jatuh di tangannya. Karena kaget Sinta berterik dan mundur kebelakang melompat mengindari Laba-laba itu jatuh di bagian tubuh lainnya mengenai pakaian lainnya.
Sinta menghela nafasnya mengatur rasa takutnya agar lebih tenang. Saat menghela nafas Sinta menatap kanan kiri.
"Komplek perumahan ini sangat sepi, apa orang disini gak pada mau punya lampu rumah yang terang, irit listrik banget." Ocehnya lalu kembali melangkah dan mengetuk pintu.
"Kakak.. Aku Sinta kak." Panggilnya sambil mengetuk pintu. Beberapa kali memanggil tak ada sahutan. Seketika memegang pegangan pintu dan memutarnya ternyata tak terkunci.
Sinta perlahan mendorong pintu dan melangkah penoleh keadaan dalam ternyata sangat gelap dan hanya ada cahaya masuk saat Sinta membuka pintu. Seketika Sinta ragu untuk masuk dan memilih untuk menutup kembali lalu keluar dari halaman rumah itu.
Sinta berjalan tanpa tau arah yang penting berjalan. Saat tak terduga Sinta melihat Panji didelam mobil yang baru saja melewatinya. Sinta yang sadar itu terdiam sebentar dan berlari kearah gang lebih sempit tepat didepan gang ini.
Panji yang merasa melihat seseorang tak asing menoleh dan melihat perempuan yang tak asing punggungnya. Membuat Panji curiga kalo itu Sinta. Dengan segera Panji turun dari mobil dan mengejar perempuan itu.
Sinta berlari terus mengindari Panji. Sesekali menoleh dan membuat Panji kaget.
"Itu Sinta." Ia langsung menambah kecepatan larinya mengejar perempuan yang larinya lumayan cepat.
"Jangan sampe ketangkep. Kenapa juga biasa sampe sini sih." Sinta kesal sendiri sambil berlarian menghindar seketika berhenti salah satu selah dinding rumah warga yang gelap.
"Sial hilang... Dimana dia?" Panji menatap kesal semua tempat yang tak menunjukkan keberadaan Sinta lagi.
"Minta yang lainnya menyusuri tempat ini." Anak buahnya langsung mengangguki perintah Panji. Di saat bersamaan seorang lelaki yang rumahnya pernah Sinta masuki dan mengobati luka di lutut Sinta waktu itu.
"Sssst...." Sinta terkejut saat sebuah tangan besar membekap mulutnya dan mengatakan untuk isyarat tidak teriak tepat di samping telinganya.
Sinta menatap wajah yang sangat tampan dari jarak sedekat ini dan dirinya sangat tak bisa berpaling walau hanya sebentar.
"Sinta dimana kau Sayang." Panji kesal sendiri rasanya ia ingin membakar semua rumah di sini jika Sinta masih belum bisa di temukan.
Panji menjauh dan seketika itu Sinta tersadar dan langsung pergi mendorong lelaki yang sayangnya bisa bebas dari bekapan mulutnya dengan mudah. Sinta berlarian menjauh tiba-tiba ada satu anak buah Panji yang menoleh kearahnya Sinta langsung berjongkok dan masuk ke salah satu halaman belakang rumah seseorang dan bersembunyi.
Merasa ada langkah kaki semakin dekat Sinta mencari celah untuk tempat persembunyian lainnya seketika melihat pintu gudang kecil. Walaupun berjongkok dan merunduk Sinta tetap bisa masuk dan saat didalam sana Sinta menemukan cahaya bulan dan pintu. Sinta membuka pintu kecil dan keluar naik ke atas ternyata rumah seseorang yang hanya mengunakan pencahayaan yang remang-remang di rumahnya.
Sinta keluar dari tempat bawah rumah itu dan melihat seluruh rumah. Sinta tak asing dengan rumah ini.
"Ini rumah yang waktu itu, sama gelapnya." Sinta melangkah dan seketika mendengar suara pintu terbuka. Ketika itu langkah kaki juga terdengar. Sinta bersembunyi sambil memegang sepatunya.
"Siapa itu?" Berbisik pada dirinya sendiri.
Seketika ada Laba-laba jatuh di sepatunya dan berjalan kearah tangannya. Merasakan ada sesuatu berjalan di tangannya Sinta merasa ketakutan hingga semakin terasa sesuatu itu bergerak. Sinta semakin takut.
"Aaaa!" Teriakannya seketika langsung menabrak dada seseorang tanpa sadar dan memeluknya.
Sinta juga langsung melopat kedalam gendoangannya saat Laba-laba itu masih ada di bahunya.
"Aaa... Laba-laba itu... tidak! Jauhkan jauhkan dariku... Hiks... Ibu... ibu... Laba-laba itu... Aaaa!" Terus menjerit ketakutan sampai akhirnya suara berat seorang lelaki membuat Sinta sadar.
"Laba-laba, sudah ku buang jauh." Sinta terdiam lalu menjauhkan pelukannya di gendongan dan merenggangkan sedikit pelukannya, perlahan lelaki itu melepaskan Sinta yang ingin turun dari gendongannya.
"Ma-maaf... Si-siapa kau?" Sinta mundur perlahan lahan dan lelaki didepannya semakin lama semakin maju.
"Aku Rayanza. Panggil saja Ray. Kau tak perlu takut, aku tidak akan menyakitimu, kau juga pernah memasuki rumahku tanpa izin. " Seketika Sinta terpentok dinding di belakangnnya.
Rayanza juga berhenti didepan Sinta dan menyalakan koreknya.
Seketika wajah Rayanza terlihat kemerahan dari sinar api dari koreknya.
"Ma-Mau apa kau, Perta-pertama-tama aku-aku minta maaf karena masuk ke rumah ini dan apa kau tak punya lampu, kenapa kau menggunakan penerangan yang sangat remah, Aku tak bisa lihat kalo sampai ada kecoa atau serangga lainnya di rumah ini." Seketika Sinta diam saat api korek mati.
"Kau bisa tinggal di sini jika mau, orang yang mencarimu masih ada di sekitar kompleks ini dan kau bisa pakai kamar itu." Kata-kata nya sangat datar. Sinta bahkan tak bisa melihat wajah orang itu dengan jelas hanya penerangan yang kurang dan itu hanya menerangi bagian matanya.
"Lalu..." Sinta berusaha berani untuk kembali bicara sama seperti tadi yang benarnya masih takut.
"Heh.." Terkekeh. Sinta menatap aneh dengan sebelah alisnya naik.
"Aku tidak... bermaksud."
"Aku hanya pekerja biasa aku tak bisa memasang listrik dengan banyak tenaga menghidupkan lampu, aku bisa mengisi perut dan tinggal di rumah sempit ini adalah keberuntunganku," ucap Rayanza menjelaskan.
"Tapi, Ray." Seketika wajah Rayanza menegang rasanya ada perasaan aneh menjalar keseluruh tubuhnya saat suara Sinta memanggil nama panggilan yang hanya orang terdekatnya tahu.
" Lilin... kau punya?" Tanyanya ragu tapi Rayanza mengambil tangan Sinta seketika itu Sinta menarik tangannya lagi tapi, Rayanza menariknya lagi dengan kasar dan memberikan korek.
"Pake lah lilin di atas meja itu besar dan banyak. Aku lebih mampu membeli Lilin dari pada Lampu, karena itu pekerjaanku." Sinta melongo mendengar pernyataan Rayanza dan tiba-tiba sudah tidak ada didepannya.
Sinta tanpa sadar masuk kedalam jebakan seorang Rayanza yang sudah sejak awal mengicarnya saat pertama kali menginjakkan kakinya di rumah ini. Sinta masih tak berpikir ini jebakan dan hanya berpikir jika ini bantuan dari Rayanza orang asing yang baik.
Sangat polos, ternyata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments