Rasa lapar membuat Sinta yang baru saja masuk kedalam kamar itu tak bisa di ajak kerja sama.
"Ayolah.. tahan saja laparnya." Sinta terus berbicara dengan perutnya.
Sampai akhirnya suara keroncongan perutnya sangat besar dan membuatnya kaget. Sinta menyalakan batrai ponselnya dan melihat masih ada sembilan puluh persen huh.. ini cukup.
Sinta menoleh ke arah depan ranjang ternyata ada pintu saat di bukannya ternyata kamar mandi. Sinta membuka horden tebal dan menyisakan horden tipis agar ada cahaya lampu dari rumah sebelah atau cahaya bulan yang terang.
Jendela kacanya sangat kecil bahkan rumah ini sangat sederhana dan masih lebih besar rumah Sinta.
Sinta mencari lilin dan seketika melihat batangan berwarna putih dan merah. Sinta mengambilnya dan melihat itu, adalah lilin.
"Woaah.. gede banget ini, panjang tinggi pula, Wangi lagi... Ini lilin apa lilin yaa.." Sinta bicara pada Lilin, benda mati yang jelas tak bisa menjawab ocehannya. Segera menyalakan dua Lilin.
Satu di tengah kamar dan satunya ia bawa masuk kedalam kamar mandi sempit ini.
Sinta yang baru saja masuk kamar mandi dan Rayanza yang mengetuk pintu kamarnya. Seketika melihat Lilin di lantai dan mendengar suara air di kamar mandi.
"Dia sedang mandi." Rayanza meletakkan selimut dan pakaian ganti juga makanan roti yang ia beli di warung dekat kompleks ia tinggal. Roti seribuan dan juga susu kotak yang bisa mengenyangkan.
Langkah Rayanza berjalan keluar dan menutup pintu itu kembali.
***
Panji yang sibuk mencari Sinta kesana kemari seketika melihat seseorang melewatinya. Itu Rayanza.
Panji menatapnya yang hanya berlalu. Seketika menendang batu di depannya.
"Beberapa tinggal di tempat ini dan temukan dia secepatnya." Panji yang tak mau di tempat ini terlalu lama meminta anak buahnya saja yang ada di sini.
Sinta yang sudah selesai dengan mandinya. Beralih meletakkan Lilin besar di sebelah Lilin besar lainnya. Sinta melihat kaos dan pakaian tidur yang nyaman lalu ada makanan dan itu hanya untuk pengganjal perut.
Keliatan enak sekali.
"Aah.. sepertinya aku salah memilih orang baik, orang ini sangat baik bahkan ia membelikan aku makanan walau pun sederhana dan ini sepertinya terpaksa ia lakukan."
Sinta membawanya duduk di lantai dan di sebelah ponselnya ia meletakkan susu kotak dan roti pengganjal perut.
"Walaupun begitu, aku harus memakannya. Kasihan juga pasti dia nanti jadi tak enak hati kalo aku menolaknya. Ini lebih baik aku terima dan makan dengan nyaman."
Sinta memulai acara bersantai dan makan rotinya sambil menatap kamar ini. Lalu melihat ada buku di sana seketika beranjak dan berdiri dekat rak buku yang mengantung di dinding.
Sinta meraih buku tebal berwarna merah.
"Eh.. boleh aku baca tidak ya.. ah.. baca dulu judulnya nanti kalo dirasa tidak boleh di baca, jangan di baca." Sinta meraih buku dengan sampul merah maroon besar dan tebal.
Saat membaca judul buku di sampul.
"Apa ini...Cuarto oscuro, el valiente." Sinta membuat lidahnya jungkir balik sampai keseleo dan akhirnya menatap malas membuka halaman depan dan ternyata tulisannya berbahasa Indonesia, Sinta menatap bingung tulisan ini.
"Hey... Siapa yang menulis buku ini." Sinta marah pada buku di tangannya.
Beralih ketempat dimana ponsel dan tasnya berada Sinta mengambil tas dan ponselnya meletakkan di lantai dan mulai mengambil ponselnya mencari arti dari judul buku itu.
"Cuarto oscuro, el valiente... Itu artinya Ruang gelap, Si pembrani. Apa ini bahasa Sepanyol?" Sinta melihat terjemahan di situs pencarian dan ternyata buku ini sangat langka bahkan hanya ada lima di dunia dan itu ada sudah sangat lama.
"Apa ini kenapa ada di rumah ini, sungguh sangat mencurigakan. Ini buku mahal yang harganya selangit bahkan penulisnya pun meninggal dunia setelah menulis ini." Sinta membuka buku sambil mengoceh dan berakhir melihat tanda tangan asli penulisnya di kata pendahuluannya.
Terkejut.
"Ini keren..." Sinta sangat senang bisa menemukan buku ini sama seperti menemukan uang sekoper.
Ah, ya ampun.
Sinta mulai membacanya dan terus sampai tak terasa Sinta membuka mata hingga larut malam. Terdengar suara derap langkah.
Karena rumah dan lingkungan sangat sepi, Sinta tak bisa mendengar langkah itu tidak jelas
sudah pasti ia mendengarkannya begitu jelas.
Ketukan pintu yang terdengar sekarang.
"Si-siapa?" Sinta bersuara menanyakan orang yang ada di balik pintu sambil berjalan mendekat perlahan menahan gagang pintu.
Di balik pintu Rayanza tersenyum mengerikan.
"Ternyata sangat menarik." Rayan menatap gagang pintu yang sedikit samar bergerak dan bayangan di bawah celah pintu menutupi sinar lilin keluar.
"Ray..." Sinta menghela nafasnya. Lalu membuka pintunya pelan.
"Kau .. membuatku takut, Ngomong-ngomong ada apa kau ke kamarku?" ucap Sinta yang hanya memunculkan kepalanya di celah pintu.
Rayanza mengangkat bungkusan itu keatas.
"Aku membeli nasi goreng, lebih tepatnya temanku yang berjualan ini mau tutup jadi dia tak mau memakan nasi goreng sebanyak ini, apa kau mau menemaniku makan ini tidak mungkin tiga bungkus aku makan sendirian kan ada kau di rumahku," jelasnya. Sinta membuka lebar pintu dan mengangguk.
"Oo... Kau baik sekali tapi, ini hampir larut malam... aku ini perempuan tak boleh makan malam-malam tapi, kalo buat kebaikan dan enak gak masalah lah." Sinta keluar dari kamar dan melangkah melewati Rayanza tapi, Rayanza tak langsung pergi mengikutinya.
Rayanza melihat Lilin di lantai dan semua barang termasuk buku tebal yang tertutup di lantai.
Semirk aneh Rayanza perlihatkan di belakang Sinta tanpa Sinta tahu.
Gadis pemberani.
Mengikuti langkah Sinta yang mendahuluinya Rayanza menyalakan lampu kuning di atas meja makan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments