"Kenapa ia pingsan?" Dengan meletakkan lilin itu di atas meja ia mengambil Sinta yang pingsan lalu di bawa ke tempat yang lebih nyaman di atas Sofa empuk dan di tidurkan dengan benar.
Lelaki dengan wajah yang tampan walau hanya dengan penerangan lilin itu terlihat sangat sempurna dan di tambah potongan rambutnya yang walaupun berantakan tetap terlihat rapi, Rambut hitam lurus milik lelaki itu terlihat basah.
Ia melangkah ke dalam dan mengambil kain selimut yang panjang. Saat ia hendak membentangkan selimut ada bau darah tercium indranya dan melihat ke lutut dekat lilin di atas meja ternyata kaki perempuan didepannya terluka parah. Kebetulan celana jeans yang Sinta pakai itu, bagian lututnya terbuka sampai sedikit memperlihatkan bagian bawah lututnya tapi, bagian belakangnya tertutup.
Melihat ke sikut ternyata ia terluka juga.
Lelaki itu menggeleng.
"Ceroboh sekali sampai membuat rumahku kotor, dan masuk tanpa izin." Ia berjalan mendekati lutut terluka itu dan pergi mengambil kotak p3k di dekat meja dekat sofa.
Saat memakaikan beberapa pembersih luka sesekali Lelaki itu mendengar suara ringisan.
Selesai dengan membalut luka Lelaki itu pergi meninggalkan perempuan itu. Walaupun belum sadar dari pingsannya tapi, biarlah ia tertidur sampai pagi tiba. Lagi pula ia tidak akan ada dirumah saat pagi.
***
Pagi tiba. Sinta yang masih tertidur di atas sofa terbangun saat mendengar suara keras didepan ternyata seekor kucing melompat dari seng rumah warga ke asbes rumah warga lainnya dan sangat keras suaranya.
Sinta membuka matanya perlahan menyesuaikan cahaya sampai suatu kesadaran membuatnya sadar sepenuhnya jika ini bukanlah tempatnya.
Ini rumah siapa?
Sinta langsung menyikap selimut yang entah kemana dan berdiri seketika menatap seluruh ruangan sederhana dan sempit ini.
"Rumah.. rumah... rumah si.. aaku ingat aku masuk rumah orang tiba-tiba." Sinta malu rasanya ia sadar telah numpang tidur dan juga istirahat. Seketika akan mengambil tasnya yang jatuh didekat kakinya Sinta melihat lututnya di balut perban dan siapa yang melakukannya.
Sinta bingung tapi, rumah ini hampa sepi, harus bertanya pada siapa kalo tak ada orang di rumah ini. Sinta tak mau memikirkan perban ini dan memilih merapikan kain selimutnya dan mencari pemilik rumah.
Sinta tak menemukannya dan mengetuk beberapa pintu di ruangan itupun Sinta tak mendapat jawabannya. Sinta putuskan untuk menulis rasa terimakasihnya di kertas dan meletakannya didekat selimut dan bantal Sinta berjalan keluar dari rumah itu dengan tenang.
Tampatnya kompleks perumahan ini cukup sepi dan para penghuninya pun jarang. Sinta lebih sering melibat ayam dan Kucing, kadang suara burung dan anjing.
Sinta menoleh pada layar ponselnya yang memperlihatkan jam delapan pagi.
"Huuf... sudah siang sekali ternyata. Baiklah aku akan pulang saja." Saat Sinta berjalan berbelok kerarah kiri Lelaki pemilik rumah itu baru pulang dari lari paginya dengan jaket dan celana selututnya keringatnya terlihat menetes di masing-masing bagian pelipis dan dahinya. Setengah wajahnya tertutup tudung jaketnya. Tanpa sadar mereka berdua bersebrangan dan tidak sadar.
Benar-benar pulang.
Sinta pulang kerumah dan saat akan masuk rumah ia melihat mobil Panji ada didepan rumah.
Rasa berat dan gelisah menyelimuti perasaannya.
Ia mengepalkan kedua tangannya merasa sesak dan merasa tak suka sama sekali tapi, harus di paksakan.
"Tidak... Jangan sampai si brengs*k itu ada di rumah semoga ia sedang ke warung atau hanya menitipkan mobil."
Sinta mengigit kuku jempolnya sambil berjalan pelan melangkah ke teras dan beralih akan membuka pintu.
Sinta menarik nafasnya dan menghembuskannya. Lalu mengulanginya sampai lima kali dan lama kelamaan Sinta tak semakin tenang semakin takut gugup khawatir juga jadinya.
Sinta bergetar ketika akan menyentuh pegangan pintu. Tapi, tangan kirinya dengan cepat menahan agar tetap tenang.
Sinta membuka pintu dan masuk setelah salam.
"Kau tidak menemukannya bagiamana bisa. Aku yakin putriku keluar rumah saat itu kau tidak menemukannya bagaimana keadaannya dia di luar sana." Ayah Sinta marah pada Panji yang tak terus berusaha.
"Kau tahu aku sudah kesana dan aku tak menemukannya bahkan semua anak buahku sedang mencarinya jika saja kau lebih baik menguncinya dalam kamar itu tak akan merepotkan."
Ayah Sinta dan Panji sama-sama berdebat tapi, Sinta yang di perdebatkan ada disana dan mendengar semuanya.
"Mau kau lunasi hutangmu dan hidup bahagia atau kau..." Seketika melihat Sinta yang berlari masuk kamar dan menguncinya dari dalam.
Ayah Sinta dan Panji sama-sama diam.
"Dia pulang.. Panji.. Putriku pulang sekarang kau kembalilah pulang." Ayah Sinta meminta Panji pulang tapi, rasa rindu dan khawatirnya pada Sinta membuatnya kekeh di rumah Sinta.
"Tidak.. tolong biarkan aku bicara dengan Sinta aku ingin meminta ia agar tetap menurut." Ayah Sinta memutar bola matanya malas.
"Tidak.. tidak... pulang dan kembalilah dengan selamat kerumah. Aku yang akan bicara, Ok." Ayah Sinta tetap meminta Panji pulang tapi, mata Panji tetap menatap ke arah pintu dimana kamar Sinta. Panji sampai harus didorong ayahnya Sinta untuk keluar.
"Sekali saja mohonkan aku untuk bicara dengan nya... Ayolah Calen," ucap Panji memohon pada ayah Sinta.
"Tidak Panji, kau membuat putriku pergi tiba-tiba di waktu pertunangannya pasti kau mengatakan hal yang macam-macam pasti itu, sekarang pulang lah." Panji menepis tangan Calen.
"Baik. Aku pulang dan jadikan Sinta sebagai istriku secepatnya aku ingin Sinta menjadi istriku, Aku sangat-sangat mencintainya dan juga hutang mu padaku akan lunas."
Ayah Sinta mendesah malas dan menutup pintu agak keras. Panji di perlakukan sangat kasar padahal ia juga lelah mencari Sinta dan itu membuatnya muak.
Lihat saja Panji akan mengambil Sinta apapun yang terjadi Sinta harus menjadi miliknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Adelia Amanda
wahh novel nya keren, salam hangat dari mentari tanpa emosi.
2022-10-30
0