Seperti biasa, pagi ini sarapan sudah tersedia di meja makan. Satu per satu anggota keluarga mulai duduk untuk sarapan bersama.
"Alina, kamu masih tetap mau mengajar?" Tanya Abimayu saat memasuki ruang makan dan melihat Alina sudah duduk di sana dengan berpakaian rapih seperti biasa.
Setelah selesai ujian skripsi, Alina memutuskan untuk melamar sebagai tenaga pengajar di salah satu pusat bimbingan anak pra sekolah.
"Ya masih dong, Pa." Jawab Alina masih menikmati sarapan nya.
"Kakak gimana sih? Buat apa juga kuliah dapat gelar dengan predikat cumlaude kalau ujung-ujung nya cuma jadi tenaga pengajar kayak sekarang." Sambung Anisa yang heran dengan kakak nya.
Alina pun dengan tenang menghentikan kegiatan makan nya, dan mulai menjelaskan.
"Ini hanya sementara kok, Nis. Karena kakak kan berencana untuk melanjutkan pendidikan kakak lagi. Jadi sementara ini, kakak kerja dulu hitung-hitung mengisi waktu luang. Gaji nya juga lumayan lah buat tambahan." Jelas Alina.
Mendengar ucapan Alina mengundang protes dari Abimayu.
"Alina, papa bisa kasih kamu lebih dari gaji yang kamu terima sekarang." Potong Abi.
"Iya pa, Alina tau. Sebenarnya bukan masalah seberapa besar upah yang Alina dapat sih pa, Tapi Alina lebih merasa bangga kalau Alina bisa menghasilkan uang dengan kemampuan Alina sendiri."
"Kamu bisa kan sambil kerja di perusahaan papa. Kenapa harus jadi tenaga pengajar?" Protes Abi.
Mereka masih saja mempermasalahkan pekerjaan Alina saat ini.
"Pa, Please... kita kan sudah pernah membahas masalah ini. Alina hanya ingin menyalurkan hobi Alina, sebentar saja pa, sebelum Alina benar-benar fokus lagi dengan pendidikan Alina dan kemudian fokus bekerja di perusahaan."
Abimayu hanya bisa menarik nafas.
"Baiklah. Papa hanya takut kamu terlalu nyaman dengan pekerjaan itu dan tidak mau lagi meneruskan perusahaan papa." Ungkap Abi mengutarakan kecemasan nya.
"Kan ada Anisa." Ucap Alina dengan senyum mengembang sambil melirik ke arah adik nya itu.
"Ih.. kok Nisa? Gak. Gak mau. Nisa gak mau pusing kayak papa mikirin perusahaan. Nisa kan punya cita-cita sendiri." Ucap Anisa ketus.
Melihat raut wajah Anisa, Alina terbahak. Memang sangat lucu bagi Alina jika melihat wajah adik nya yang sedang cemberut seperti itu.
"Kakak kok ketawa sih?" Ketus Anisa.
"Lucu aja lihat wajah kamu. Udah gede tapi kalau ngambek kayak anak TK." Alina tidak bisa menahan tawa.
" Lagian Kakak cuma bercanda, Nisa. Kakak kan sudah janji sama mama papa, akan meneruskan perusahaan. Gak mungkin dong kakak ingkar janji sama orang tua."
Mendengar pernyataan Alina, wajah Anisa baru kembali seperti semula.
"Oh iya kak, nanti selesai kakak mengajar kita jalan-jalan yuk ke mall. Udah lama kan kita gak jalan bareng. Sekalian Nisa mau kenalin kakak sama pacar Nisa."
"Selesai mengajar ya?" Alina tampak berpikir sejenak.
"Kayaknya gak bisa deh Nis. Kakak udah ada janji sama Adam mau cari buku buat persiapan kuliah Kakak lagi." Lanjut Alina.
"Ya.. kakak selalu aja gitu. Kenapa sih selalu bareng sama kak Adam? Kalian pacaran ya?" Tebak Anisa membuat Alina terbahak.
"Kakak? Pacaran sama kak Adam? Ngawur kamu Nis." Bantah Alina.
"Habisnya kakak kemana-mana selalu sama kak Adam. Padahal Anisa pengen banget kakak kenalan sama pacar Anisa. Mama sama papa aja, udah kenalan. Tinggal kakak aja yang belum." Protes Anisa.
"Iya, iya.. nanti kita cari waktu yang pas ya buat quality time berdua. Setelah itu baru kamu kenalin deh pacar kesayangan kamu itu sama kakak. Gimana? Kakak juga penasaran sih."
"Tunjukin foto nya dulu aja, dek. Biar kakak gak penasaran. Kasihan." Sambung sang mama yang dari tadi menyimak pembicaraan kedua putri nya.
"Gak ah, Ma. Nanti aja Nisa ajak pacar Nisa ketemu langsung sama kak Alina." Ucap Anisa tetap tidak mau menunjukkan foto pacar nya.
Sarapan pun berlangsung dengan banyak cerita dari Anisa. Begitu lah. Anisa memang sumber tawa dalam keluarga mereka.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments