***
Ponsel di nakas berdering, tertulis nama Pak Bagas di layar.
" Siang pak," sapa Rere
" Re, kapan kamu berencana kembali ke Jakarta?" tanya suara diujung telpon.
" Belum tau pak." timpal Rere malas
" Re, sudah banyak tugas menunggumu. Come on, kita lupakan saja kesalahpahaman kemarin. Kita mulai lagi dari awal. Saya butuh kamu Renata."
'What?! kesalahpahaman?? lupakan?? enak bener!' batin Rere
" Maaf pak, tapi saya belum ada rencana kembali dalam waktu dekat. Masih ada urusan yang mau saya selesaikan disini."
' urusan? urusan perut dan mata?' kekehnya geli dalam hati
" Re, pleaseee..," Pak Bagas berusaha mengambil hati Rere, " oke, saya akan kasih kamu waktu seminggu lagi. Saya harap minggu depan kamu sudah mengambil keputusan yang tepat untuk meneruskan masa depan karir kamu yang sangat cemerlang. Tempat kamu masih kosong, Re!" tegas pak Bagas.
" Baik Pak, akan saya pertimbangkan baik-baik."
***
" Bim, hari pemilihan sudah semakin dekat, kamu harus makin serius." Bu Rima mengingatkan Bima, putranya.
" Bu, kurang serius gimana sih bu? Bima sudah ikuti semua prosedur, Bima juga sudah bangun dukungan sari sesepuh, tokoh masyarakat. Bima juga sudah keluarkan banyak uang untuk penggalangan dukungan masa bu." bela Bima
" Ibu tahu, tapi itu ngga cukup Bim. Kamu butuh lebih dari itu."
" apalagi bu?"
" Pendamping! Kamu butuh istri, Bim. Kamu butuh orang yang akan mendampingi kamu membangun citra kamu di masyarakat. Hanya ini yang kamu kalah sama Azka."
" Bu, nikah itu bukan perlombaan. Bima ngga mau asal-asalan nikah cuma supaya jadi lurah." jawab Bima enggan
" Yang suruh kamu nikah asal-asalan itu siapa?! Ibu suruh kamu nikah beneran, sungguhan! Cari perempuan yang tepat, yang bisa menguntungkan posisimu, lalu nikahi."
" Ngga segampang itu bu, butuh proses. Bima ngga mau nikah sama orang yang ngga Bima cinta."
" Yasudah, kalau gitu, cari orang yang kamu cintai, lalu segera nikahi. Beres kan?!"
" Bu..!" rasanya percuma berdebat dengan ibu.
***
Bima semakin serius untuk memenangkan kursi kepala desa. Ia mulai sering bermusyawarah, menyiapakan program kerja dan bersosialisasi dengan masyarakat. Tapi perkataan ibunya masih saja mengganggunya. Meskipun menjengkelkan, tapi perkataan ibunya ada benarnya. Aneh rasanya bila ia menjadi Lurah single. Bagaimana dengan tugas dan tanggung jawab yang nantinya harus diemban Bu Lurah nantinya?
Siang itu, dia dijadwalkan menghadiri pertemuan dengan para petani di balai desa. Ia sudah mempersiapkan semua keperluannya lalu pergi ditemani Seno, sahabat sekaligus ajudan pribadinya.
Mereka memasuki pelataran balai desa disambut para perangkat desa, panitia pilkades dan tokoh masyarakat lainnya. Para petani sudah berkumpul antusias. Di meja samping tempat duduknya, sudah ada Azka, lawan politiknya, ditemani istrinya, Mega.
Diskusi berjalan lancar hingga memasuki sesi diskusi dan tanya jawab.
Ditengah sesi diskusi tiba-tiba ada warga yang menanyakan status kepemilikan tanah seluas 12 hektar yang tengah menjadi sengketa yang melibatkan Pak Burhan, ayah Rere. Rere yang kebetulan hadir mewakili ibunya, sebagai pengurus PKK, merasa geram dan tak terima atas tuduhan-tuduhan yang menyudutkan sang ayah. Pak Burhan yang juga secara kebetulan tidak bisa hadir karena ditugaskan ke kecamatan oleh Pak Subandi, dituduh menyalahgunakan jabatannya untuk mengelolah lahan milim warga tanpa ijin.
Rere yang tengah menahan emosi, tiba-tiba bangkit, " Maaf pak, apa Bapak punya bukti atas tuduhan Bapak?" Rere berusaha mendatarkan suaranya " Dan kalau saya boleh sampaikan, sebenarnya masalah tersebut sudah keluar dari topik yang dibicarakan hari ini. Saya harap moderator bisa lebih bijak menganggapi tanggapan warga."
Rere berpaling meninggalkan forum diskusi. Ia sedikit menyesal menyetujui permintaan ibunya untuk menggantikan Beliau hadir dalam forum tidak penting macam itu. Ia juga kecewa dengan orang-orang yang seakan diam saja melihat ayahnya dipojokkan oleh fitnah tidak berdasar. Ia mempercepat langkahnya seiring degup jantungnya yang kian memburu.
***
Bima hanya mengamati ketegangan yang ada di hadapannya. Ia tidak menyangka bahwa gadis itu berani berdiri dan dengan lantang membela ayahnya. Ia tersenyum, sepertinya ia menemukan partner yang tepat.
***
Kring.....
Ponsel Rere berdering. Nomor tak dikenal. Ia ragu mengangkatnya, tapi ia juga penasaran bahwa mungkin saja itu Akmal yang membeli nomor baru demi bisa menghubunginya.
" Halo?!"
" Renata?!"
Rere merasa pernah mendengar suara itu, tapi ia tak yakin. yang pasti bukan Akmal dan itu membuatnya sedikit kecewa.
" Maaf, anda siapa ya?!" tanyanya sopan
" Bimantara Sadewa."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments