Pertemuan

Semakin memikirkan Akmal semakin dadanya sesak. Rere ingin segera pulang dan menumpahkan sesaknya diatas kasur kesayangannya.

Dikejauhan ia melihat motor melintas ke arahnya. dengan sigap ia melambai menghentikan motor yang dikiranya ojek itu.

Tanpa banyak bertanya, Rere segera menata barang-barangnya diatas motor. Koper didepan abang ojek, ditindih kardus oleh-oleh untuk bapak dan ibu, lalu tas jinjing besar diantara ia dan abang ojek. 'Beres!' pikirnya

" Dah bang, dusun Kopian ya.. Rumah Pak Carik." titahnya enteng

Abang ojek yang masih tampak bingung tak kuasa menolak dan bersusah payah memulai perjalanan mereka yang sesekali diganggu oleh kardus dan koper yang hendak jatuh bergantian.

Tidak banyak yang berubah. Pemandangan dan suasana jalanan masih sama seperti saat ditinggalkan Rere 5tahun lalu. Hanya ada beberapa bangunan baru yang tampak di sisi kiri kanan jalan yang mereka lalui. Sesekali abang ojek menyapa ramah warga yang mereka temui, tapi memang begitulah suasana akrab warga kampungnya yang sangat jauh berbeda dengan Jakarta.

Sekitar 500 meter sebelum rumah Rere ada jembatan kecil ditengah sawah yang menghubungkan Dusun Kopian dan Dusun Wajik. Tidak terlalu lebar, hanya sekitar 1 meter dan panjang sekitar 10 meter. Walaupun bisa, tapi sangat sempit untuk digunakan dua motor berpapasan.

Si Abang ojek hendak berhenti, untuk memberi kesempatan motor lain yang hendak melintas dari arah berlawanan. Tapi karena terlalu mendadak, motor dibelangnya kaget & terlambat mengerem. Akhirnya terjadi totolan, si Abang Ojek tidak mampu menguasai motor karena terganggu tumpukan barang bawaan, lalu motor mereka oleng dan koper roboh diatas kubangan.

Rere yang mendapati pakaiannga kotor karena lumpur mengamuk.

" Eh kamu! Sebenernya bisa bawa motor ngga sih?!!" sergahnya sambil melotot dan muka merah padam

" Ya maaf mbak, namanya juga kecelakaan." timpal si tukang ojek memeriksa kondisi motornya

" Eh, mas! Yang jatuh itu saya, kok motor duluan yang ditolongin sih?!" Rere kesal karena si tukang ojek lebih peduli dengan motor daripada dirinya.

" Maaf yang mbak, saya ngga sengaja." kata si penabrak sambil berusaha membantu Rere berdiri dan memunguti barang-barangnya yang ikut tercecer. " Tadi saya kaget masnya tiba-tiba ngerem"

Mata si penabrak beralih dari Rere ke Abang Ojek, " loh, Mas.... "

Si abang ojek memotong kalimat si penabrak dengan menempelkan jari telunjuk di bibirnya. Si penabrak yang tampak masih bingung hanya menurut saja.

" Sekali lagi saya minta maaf ya mbak," lanjutnya sebelum pergi meninggalkan mereka.

***

Kejadian pagi itu masih sangat menjengkelkan bagi Rere, tidak pernah dibayangkan ia akan pulang dengan pakaian kotor penuh lumpur. Saking kesalnya, Rere langsung masuk rumah tanpa mengucapkan terimakasih pada tukang, bahkan ia sampai lupa membayar.. ups

Rere menepok jidatnya 'o iya, kok aku bisa lupa bayar yah?!' ada sedikit sesal dan rasa bersalah terselip. Rere segera menghampiri ibunya.

" Bu, tadi ibu lihat kan tukang ojek yang nganterin aku bu?" tanya Rere tergesa-gesa

" tukang ojek?!" tanya ibu ragu, " oh, yang tadi pagi itu?" lanjut ibu sambil tertawa

" kok malah ketawa sih bu?" tanya Rere tak mengerti, " iya itu, aku tadi lupa bayar. habisnya masih kesel habis dijatuhin ke lumpur." imbuhnya membela diri sendiri

" udah tenang aja.."

" udah ibu bayar?!" potong rere bersemangat

ibu menggeleng, " Ibu sudah bilang makasih,"

" kok cuma makasih doang sih buk, dia kan butuh upahnya."

ibu kembali tertawa, " hus, ngawur kamu. Dia itu bukan tukang ojek. Dia itu Bima, putranya mantan lurah, Pak Danar almarhum."

Rere melongo, kaget dengan penjelasan ibunya, " jadi maksud ibu, Bima si berandalan yang pernah ngehajar anak-anak di toko bik sumi itu ya bu?" Rere berusaha mengingat

" iya, yang itu. Bimantara Sadewo, kakak kelas kamu waktu SMP, yang pernah memukuli anak-anak di warung bik Sumi karena mereka ketahuan mencuri rokok dan uang milik Bik Sumi."

Rere tercengang mendengar penjelasan ibunya. Yang dia ingat selama ini Bima adalah kakak kelasnya yang terkenal nakal, suka memberontak dan berkelahi. Berbanding terbalik dengannya yang dikenal sebagai anak sopan dan berprestasi. Tapi dia baru tahu bahwa ternyata ada alasan yang cukup mulia dari tindakannya itu.

' Ah, siapa peduli motifnya apa? yang jelas dia sudah sering dihukum guru karena berbuat berkelahi dan melanggar aturan sekolah, titik!' pikir Rere

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!