Katanya aku begini, katanya aku begitu, tapi itu semua masih katanya. Jika aku orang cerdas yang diberikan anggapan 'katanya' untuk memulai percakapan, sebelum lanjut pembahasan aku akan menanyakan satu hal pada orang tersebut. Really? —*R**in*.
...*****...
"Guys, gue punya berita baru!" seru seorang gadis yang baru saja mendudukkan diri di kursi taman.
Ketiga gadis lain yang sudah datang di sana lebih awal mendongakkan kepala mereka. "Apa?" tanya salah satu dari ketiganya.
"Jadi pas gue dateng, gue nyamperin gengnya si Jessica bentar. Mereka bilang bakal ada anak baru. Kemaren salah satu dari anggota gengnya, si Dita, ngeliat cewek seragam SMA Holder keluar dari ruang kepsek. Gila aja ya, padahal baru ngeliat dari belakang, si Dita sampe insecure! Kalian tau artinya? Pasti si anak baru tuh cantik banget! Dita yang terkenal gak mau ngakuin orang lain cantik aja sampe segitunya!" seru gadis dengan ujung rambut bergelombang hasil catokan itu.
Teman perempuannya yang memiliki wajah jutek alami berdecak pelan. "Gak penting." Gadis itu kemudian melanjutkan aktivitas awalnya yang tertunda, main ponsel.
"Memangnya anak baru itu masuk kelas mana nanti? Maksud aku, kelas berapa?" tanya seorang gadis berambut coklat alami dengan suara lemah, lembutnya.
Gadis ini memang menggunakan aku-kamu, dengan suara lembutnya yang enak didengar. Dijamin deh, siapa aja yang denger dia ngomong, pasti terpana sama suaranya.
"I don't know, tapi denger-denger, sih kelas 11. Gatau pasti kelas 11 apa. Mudahan kelas 11 IPA 1 deh! Gue pengen dia join sama kita," ucap Audey, si pembawa informasi tadi dengan senyum manis yang tak lupa diperlihatkan.
"Asal ajak aja lo Dey," kata satu temannya lagi sambil mengibas angin di depan wajahnya. "Kalau pun nanti sekelas, dia juga belum tentu mau bareng kita."
Gadis yang memiliki rambut hitam legam sepunggung, berkilau indah memanjakan mata itu kembali melanjutkan menonton salah satu MV dari boyband Kpop ternama favoritnya. Gadis itu tidak tertarik lagi dengan pembahasan Audey.
"Hell ya—" Audey memutar matanya malas. "—lo gak denger apa yang anak-anak lain bicarain soal cewek baru itu Meg? Katanya nih ya, selain cantik, pas diliat-liat si anak baru ini mirip sama si cewek famous di SMA Holder. Si ceria otak encer. Tau kan lo dia siapa?"
Megan mem-pause video tujuh laki-laki tampan yang sedang duduk di sofa dengan seorang perempuan berambut merah, lantas menoleh pada Audey.
"Nope."
"Gak asik lo ah!" Audey merajuk.
"Emm, memangnya siapa?" tanya Cellin, si manis yang feminin.
Audey menyengir lebar hingga matanya menyipit. "Gak tau juga gue. Tapi intinya, karena dia dapet gelar otak encer juga, bagus dong kalau gabung sama kita. Cewek cakep sekelas si anak baru ini, yang udah famous bahkan sebelum memperlihatkan wajahnya, wajib banget masuk geng kita yang isinya para cecan incaran inti Deverald! Selain itu, dia juga pinter, mayan lah ya buat belajar bareng."
"Aku setuju," kata Cellin membuat Audey tersenyum manis. Gadis itu kemudian menatap Megan yang duduk di sebelahnya. "Kalau lo Meg, gimana?"
"Tergantung, sih ya. Kalau kelakuannya gak elit banget, males gue temenan, tapi kalo pembawaannya berkelas, boleh lah," kata Megan dengan bibir bawah yang dimajukan sambil mengangguk kecil.
"Nah gini dong, firasat gue bilang si anak baru ini bakal cocok banget sama kita!" ucap Audey sambil memeluk Megan dari samping. Tangannya sedikit dipanjangkan untuk menoel bahu sahabatnya yang sejak tadi diam memainkan handphone.
Ruth mengangkat kepalanya ketika dirasa semua memerhatikan dia. "Kenapa?" tanyanya pada Audey yang senyum-senyum tidak jelas.
Audey berdecak. "Lo tuh ya, bukannya dengerin gue ngomong juga! Jadiiii, gue mau ngajak si anak baru ini gabung geng kita."
Ruth mengangguk beberapa kali. "Terserah."
"Aww gak sabar punya temen baru," kata Audey yang semakin mengeratkan pelukannya pada Megan dengan gregetan.
"Ih Odeyyyy, jangan erat-erat meluknya! Napas gue habis ntar gimana? Nanti Enchim gak punya masa depan lagi!"
"Dih? Kayak mau-mau aja tuh oppa sama lo, Meg. Siapa namanya? Jimun?"
"Oh my gosh, you really annoying. His name Jimin, I called him Jimina. Tidak ada yang namanya Jimun. Udah, ah, jangan meluk-meluk gue, alergi ntar!!" Megan menjauh dari jangakauan Audey, gadis itu merajuk.
"Jangan ngambek dong, Meg, gue beneran gatau namanya yang bener siapa."
"Tiap hari kan gue sebut, masa lo lupa? Itu, sih mikirin kak—"
"Shut up! Jangan sebut nama dia," ucap Audey menyela. Ruth spontan mengangkat pandangan. "Ada masalah lagi? Sering banget lo berdua berentem. Gue doain semoga langgeng."
Audey mengernyit tak suka. "Kok lo gitu, sih Ruth? Gue salah apa njir sama lo?"
"Hah?"
"Maksud lo doain gue langgeng ama dia."
"Lah, emang gak boleh?" tanya Ruth bingung bercampur kesal juga.
"Gak boleh, lah! Lo ngira hubungan gue sama dia lagi di ujung tanduk, kan? Jangan doain gitu lagi, gue gak mau. Hubungan kita baik-baik aja, cuma gue lagi bete ama dianya."
Ruth memutar matanya. "Ya udah, gue doain moga kalian putus."
"IH RUTHHHHHH!!! KOK GITU, SIH?!!" pekik Audey.
"Apanya, sih, Dey? Doain langgeng gak boleh. Putus juga gak boleh. Gak usah di doain aja kali ya ni anak satu," kata Ruth greget.
"Gak usah ah, lo mah mulutnya jelek."
"Iya, kayak muka lo."
Megan berdecak pelan begitu Audey kembali memekik. "Dey, diem deh. Lo ngapain, sih teriak-teriak?"
"Si Ruth tuh, bisa-bisanya ngomong muka gue jelek."
"Enggak tuh. Malah lo ngaku sendiri."
"IHHHH RUTHHHHHHHHH!!!!!!!!"
Megan mendengkus, ia melirik Ruth tajam. "Gak udah ladenin aja udah," ucapnya tanpa suara yang dibalas Ruth dengan memutar mata, tapi tetap mengangguk pelan sebagai persetujuan.
"Up to you, Dey, I don't care about you again."
...*****...
Seorang gadis cantik merebahkan dirinya di atas kasur queen size-nya. Pandangan gadis itu menerawang ke langit-langit kamar, memikirkan banyak hal.
"Starlight highschool. Mama pindahin kamu ke sana."
Kata-kata mamanya terus terngiang, membuat gadis dengan bulu mata lentik itu seakan berkali-kali ditampar kecemasan. Tidak sedikitpun terbayang, SMA inilah yang akan jadi tempat menempuh pendidikannya yang baru nanti.
Gadis itu menghembuskan napas kasar. Ini mah main api duluan!
Tapi kalau boleh jujur, ia sama sekali tidak berniat memainkan api lebih dulu. Ini murni kehendak mamanya yang mau dia bersekolah di SMA Starlight.
Masa bodolah. Toh identitasnya tidak ada yang tahu juga. Lagian, dia mungkin akan menepi dari keramaian, bersembunyi di dalam kelas atau perpustakaan. Pokoknya harus jadi orang asing di Starlight.
"Okay, I'm ready for tomorrow."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments