Keputusan Akhir

Biru seakan terhipnotis melihat semua aksi Yola yang sangat cepat dan tak ada seorang pun yang menyadarinya.

Dalam waktu yang sekejap saja, orang-orang langsung berkerumun melihat pria yang sedang kejang-kejang, saat perhatian semua orang tertuju pada korban, Yola dengan santainya kembali ke dalam mobil dan duduk di balik kemudi sambil melihat hasil kerjanya.

"Tiga,,,dua,,,satu,,,"

Mulut Yola komat kamit menghitung mundur, tepat pada hitungan terakhir korban langsung lemas dan tak bereaksi apa-apa lagi.

"Misi selesai," terdengar suara Haris mengabari seseorang lewat sambungan teleponnya.

"Cabut!" Seru Haris memerintahkan Yola untuk segera pergi dari tempat yang terlihat semakin ramai saja orang-orang menonton pria yang kini mungkin sudah menjadi mayat itu.

Biru masih mengunci rapat mulutnya, tak berani berucap sepatah kata pun meski rasa penasaran di kepalanya semakin penuh sesak dengan pertanyaan.

"Berhenti di depan mini market itu!" Titah Haris menunjuk sebuah mini market yang letaknyaa sekitar beberapa meter di depan mereka.

"Biru, kau hampiri pria berkaca mata itu,"

"A-aku bos? Ta-tapi?" Tubuh Biru tiba-tiba gemetaran saat mendapat perintah dari Haris, meski kehidupannya sudah terbiasa dalam dunia kekerasan, tapi kalau untuk membunuh seperti yang Yola lakukan tadi dia sungguh tak berani.

"Hanya mengambil tas yang nanti akan dia berikan, aku tau kau belum siap turun lapangan, ini hanya sebagai perkenalan saja." ucap Haris seperti yang dapat membaca ketakutan yang di rasakan Biru saat ini.

"Ayo cepat, biar semuanya cepat selesai, aku ngantuk!" Oceh Yola seakan tak punya dosa apa-apa setelah menghabisi nyawa orang dan dia dengan santainya mengatakan ngantuk ingin segera tidur.

Biru akhirnya membuka pintu mobil dan turun, demi Tuhan rasanya dia ingin kabur saja dari tempat itu, namun entah mengapa kakinya justru malah menghampiri pria paruh baya berkaca mata sesuai perintah Haris, bahkan dia langsung menerima sebuah tas hitam yang di sodorkan pria itu tanpa menolak sedikit pun meski dia tak tau apa isi tas itu.

Biru berusaha untuk tetap tenang saat dia kembali ke dalam jeep itu.

"I-ini bos!"

"Hahaha,,, good job bro!" Haris menyeringai sambil menepuk-nepuk bahu Biru pelan.

'Orang-orang seperti apa sebenarnya mereka ini sebenarnya? mereka seperti terlihat biasa saja bahkan masih bisa tertawa lepas tanpa ada rasa bersalah dan ketakutan sama sekali setelah mereka mengambil alih tugas malaikat pencabut nyawa,' gerutu Biru dalam batinnya.

"Ayo ikut masuk, mulai sekarang kau tinggal di sini." Ajak Haris saat mereka sudah berada di depan ruko tempat pertama Biru datang menemui Haris.

"Emh, sebaiknya aku pulang saja, bos!" Tolak Biru yang tak ingin terlibat semakin jauh lagi dengan orang-orang yang menurutnya psikopat itu.

"Apa kau takut? Atau Jangan-jangan kau kencing di celana melihat aksi ku tadi saking takutnya!" Ledek Yola dengan tawa mengejek.

"Ah sialan, aku tidak takut, aku hanya---" harga diri Biru sedikit terusik saat seorang perempuan justru meledeknya seperti itu.

"Ayo cepat masuk, besok pagi kita masih ada misi!" Lerai Haris.

Karena merasa gengsi dengan perkataan Yola, dengan setengah terpaksa Biru mengekor kedua orang yang telah terlebih dahulu berjalan masuk ke dalam bangunan itu.

Mata Biru bergerak ke sana kemari menyapu setiap sudut ruangan yang di lewatinya memperhatikan apa saja yang ada di ruangan itu, namun tak ada yang aneh dalam bangunan itu, semua tampak biasa dan normal seperti rumah kebanyakan.

"Ini bagian mu," Haris memberikan segepok uang seratus ribuan ke hadapan Biru.

"Uang apa ini bos?" Biru tak serta merta mengambil segepok uang merah itu, dia tak tau bayaran untuk apa uang itu, sementara dia tak merasa melakukan pekerjaan apapun.

"Mulai saat ini kau sudah menjadi bagian tim kami, jadi kau mendapat bagian yang sama dengan kami." Terang Haris.

"Tim?" Beo Biru memasang wajah bingungnya.

"Ya, sejak kau memutuskan untuk datang menghampiri kami di sini, itu berarti kau sudah menjadi bagian kami." Lanjut Haris.

Biru termenung, bagaimana bisa dirinya terjebak dengan orang-orang tak jelas ini, sungguh hatinya ingin sekali berontak, namun logikanya bertentangan saat melihat segepok uang di hadapannya yang sepertinya bisa membuat hidupnya di katakan layak dan setara dengan orang kebanyakan bahkan mungkin lebih.

"Tidur bro, besok pagi kita kerja." Yola menyambar uang bagiannya dan masuk ke dalam salah satu kamar yang ada di ruangan itu.

"Kau boleh pakai kamar mana pun di sini, kecuali kamar ku dan kamar dia, istirahatlah. Aku tau kau pasti kaget dengan apa yang kau lihat tadi, tapi setidaknya kau punya bayangan pekerjaan apa yang nanti akan kau lakukan, hidup ini pilihan apa yang kau lihat buruk belum tentu sepenuhnya buruk, dan apa yang kau lihat baik belum tentu suci tak berdosa seperti yang ada dalam pikiran mu, hidup jarus realistis, jika bukan kita yang berjuang untuk hidup kita, tak akan ada orang lain yang peduli dengan kesusahan kita, coba kau renungi semua itu. Aku yakin kau lebih tau karena kau mengalaminya selama ini." Urai Haris terdengar begitu serius.

Ucapan Haris memang terdengar tak ada salahnya, meski tak sepenuhnya benar juga. Semalaman Biru tak bisa memejamkan matanya barang semenit pun, matanya terus saja menatap langit-langit kamar sambil mencerna kata demi kata yang di sampaikan Haris.

Terbersit lagi dalam bayangannya bagaimana dirinya di buli di sekolahan hanya karena dia tak mampu membeli sepatu baru yang sudah lusuh, bagaimana saat smu teman-temannya menjadikan dirinya kacung di suruh-suruh sesuka hati demi upah yang tak seberapa.

Bayangan tentang impiannya yang ingin melanjutkan kuliah di universitas favorit nya, membuat dirinya mulai tergiur dan merasa yakin untuk bergabung dengan Haris, terlepas dari apapun pekerjaan yang akan di lakukannya dan juga resiko apa yang akan di hadapinya kelak, dia hanya ingin merubah garis hidupnya menjadi seperti orang kebanyakan dan merasakan bagaimana rasanya hidup tanpa beban, tanpa harus berpikir bagaimana caranya bertahan hidup dihari esok.

'Tuhan, jika menjalani hidup di jalan mu aku tak mendapat kebaikan mu, maka ijinkan aku hidup di jalan ku, meski itu jauh dari jalan mu, aku hanya ingin membeli semua impian ku, aku janji akan kembali ke jalan mu secepat mungkin.' Gumam Biru dalam batinnya.

Setelah membuat penjanjian dengan pemilik hidupnya, hatinya merasa lebih tenang dan lebih yakin untuk menjalani pekerjaan yang akan Haris berikan padanya, apapun itu.

Ironis memang, tapi itulah kenyataan hidup, dimana uang terkadang bisa membuat prinsip hidup orang berubah dan memutuskan untuk melakukan hal yang di luar nalar, logika, dan mengesampingkan dosa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!