Seperti kesepakatan rapat, akhirnya mereka berkumpul di sekolah untuk melaksanakan survey tempat camping. Sebenarnya hari ini libur, sekalian liburan mereka pun pergi survey.
"Oke gue pasang-pasangin dulu ya," kata Tasya sambil melihat satu persatu anggotanya. Dia tentunya harus mengutamakan anggota terlebih dahulu.
"Sip." Ucap mereka serempak.
"Ayu sama Yudhis, Riana sama Ivan, Sinta sama Linda, Aul sama Vio, Chandra sama Rika. Aduh, gue lupa kalau kita ganjil dan gue lupa gak bawa motor," kata Tasya sambil menepuk jidatnya.
"Yahh, terus gimana? Masa gak jadi, Sya?" Vio yang sudah semangat kini mendadak lemas, kapan lagi mereka bisa refreshing berkedok survey kalau tidak sekarang?
"Wait gue mikir dulu." Tasya terdiam sambil berusaha mencari jalan. Tidak mungkin dia meminta Abangnya karena sedang ada kerkom.
"Eh, Viko sini," panggil Ayu pada Viko yang tiba-tiba saja lewat bak dewa penyelamat.
"Hah Viko?" Tanya Tasya kebingungan, ini kan hari libur. Bagaimana bisa ada Viko di sekolah?
"Apa, Ay?" tanya Viko yang menghampiri Ayu. Sekilas dia melirik ke arah Tasya yang tatapannya sangat tidak bersahabat. Sepertinya dia ada dendam tersendiri pada Viko.
"Jadi gini, kita tuh mau survey lapangan gitu. Kita lupa kalau anggota OSIS itu ganjil dan Tasya lupa bawa motor." Ayu menggantungkan ucapannya.
"Terus?" Viko menatap Ayu serius, entah apa yang akan Ayu pinta darinya. Padahal dia ke sekolah karena mengambil motornya, kemarin dia di jemput oleh mamanya karena harus cepat-cepat pergi ke bandara mengantar ayahnya.
"Lo mau gak boncengin Tasya," tanya Ayu polos.
"HAH?" kaget Tasya dan Viko berbarengan. Bagaimana mungkin Ayu mengucapkan hal gila tersebut. Viko dan Tasya sudah bagaikan musuh bebuyutan.
"Kenapa? Lo ada acara? Dan lo, Sya? Emang lo mau jalan ke sana?" Tanya Aul yang menatap mereka penuh penekanan.
"OGAH," kata Tasya dan Viko berbarengan lagi.
"Ayolah please untuk sehari aja kalian baikan, minta tolong juga Viko. Masa iya kita batal karena Tasya gak ikut. Please," pinta Riana.
"Yaudah sehari doang, mumpung gua lagi baik nih," ucap Viko sambil memutar-mutar kunci motornya.
"Gue gak mau," kata Tasya kekeh. Dia bahkan belum memaafkan kejadian tempi hari saat Viko membuatnya kesal.
"Yaudah lo sama gua aja, gimana?" Tawar Chandra.
Tasya terdiam, dia tidak mungkin bersama Chandra. Yang ada nanti tabrakan, kalau-kalau mereka bertengkar di motor.
"Demi kita lo mau kan ilangin ego lo? Itu Vikonya udah mau tinggal lo-nya aja sekarang, Tasya." Linda menatap Tasya, mencoba memberikan pengertian pada gadis itu.
"Oke, gue sama Viko aja," ucap Tasya pasrah.
"Kalian tunggu di gerbang, gua ambil motor dulu ke parkiran," kata Viko yang langsung melengos pergi. Mereka mengikuti apa kata Viko, sementara Tasya mengikuti Viko menuju parkiran.
"Lo pake motor ini?" tanya Tasya saat melihat motor sport merah milik Viko. Ah dia sangat malas jika menaiki motor seperti itu, sudah pegal, dia juga tidak nyaman. Mungkin akan nyaman jika berboncengan dengan pasangan.
"Kenapa?" tanya Viko.
"Gue males pake diboncengin pake motor kaya gini, gak enak banget," cemooh Tasya.
"Yaudah gua balik," kata Viko tak acuh. Lagi pula dia mencoba membantu, kalau tidak dibujuk seperto tadi Viko juga memilih untuk pulang.
"Eehhh jangan, iya udah." Tasya menahan motor Viko. Daripada dia banyak protes mending dijalani saja.
"Makanya jangan banyak protes, naik," perintah Viko dan Tasya pun menaiki motornya.
"Pegangan," perintah Viko lagi.
Tasya memegang pundak Viko. Sebenarnya dia canggung berada dalam situas ini. Apalagi dia dan Viko tidak pernah akur. Lalu sekarang dipaksa satu motor.
"Please, gua bukan tukang ojek, Sya," protes Viko.
"Ya terus gue harus gimana? Jangan modus ya lo, gua gak mau meluk lo!" Tolak Tasya.
"Di geer, ngapain modusin lu. Kaya gak ada cewek lain aja. Lu pengangan ke pinggang gua, tapi awas jangan meluk. Lu yang gak usah modus," peringat Viko.
"Siapa juga yang mau modus, males banget heran. Cepet jalan," kesal Tasya sambil memegang pinggang Viko.
Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan antara mereka berdua. Hingga akhirnya terpaksa Viko yang memulai pembicaraan.
"Gini toh rasanya ngebonceng Ketua OSIS?" Gumam Viko sembari melihat Tasya dari spionnya.
"Hah? Maksudnya?" Tanya Tasya seraya memajukan sedikit kepalanya agar bisa mendengar ucapan Viko dengan jelas.
"Anyep banget, biasanya lu berisik," kata Viko sambil meledek.
"Terus menurut lo gue harus debat saat di motor?Atau harus atraksi? Ngebadut? Gak mungkin lah, gak usah ngaco. Udah bagus gue kalem ya tadi, jangan mulao memancing keributan."
"Ya gak gitu juga, ngomong kek atau basa-basi. Numpang juga," kata Viko asal.
"Lagian gue penumpang yang high ya. Gue masih tau diri kalau gue numpang sama lo. Jadi gue memilih untuk kalem dan gak banyak protes," ucap Tasya penuh penekanan.
"Mana ada yang mananya numpang high. Yang namanya numpang tetep aja numpang. Gila nih orang."
"Serah lo deh, btw kok makin sini makin dingin ya?" Tasya mengelus lengannya. Bulu kuduknya bahkan sampai berdiri saking dinginny.
"Jelas lah dingin, ini tuh dataran tinggi jadi wajar kalau dingin. Lagian lu pake baju juga kaya gitu."
Tasya berpikir, benar juga apa yang dikatakan Viko. Bagaimana tidak? Tasya hanya menggunakan kaos putih pendek dan overall jeans selutut.
...~ • ~...
Tasya cukup kaget melihat jalanan yang ada di depannya. Viko sengaja memberhentikan motornya terlebih dahulu. Jalan dengan bebatuan yang cukup besar-besar. Kenapa jalan menuju mata air selalu jelek?
"Serius kita lewat sini?" tanya Tasya tak percaya. Bukannya apa-apa dia juga harus memikirkan transportasi untuk menuju ke sini. Salah perhitungan bisa-bisa dia diprotes oleh guru-guru.
"Iya, gak ada jalan lagi," jawab Viko enteng.
"Kalau kaya gini, gimana gue mau sewa bus buat kesini? Bisa bisa ngeguling gitu. Sumpah gak ngotak jalannya. Pusing kalau udah gini."
"Jalan satu-satunya ya naik truck, truck yang buat sapi-sapi. Masyarakat disini juga suka pake truck. Jadi kayanya itu alternatifnya," saran Vikok.
"Truck? Truck pasir gitu?" Tasya mengangguk dan berpikir kalau yang diucapkan Viko mungkin ada benarnya.
"Mau lanjut?" Tanya Viko.
"Oke lanjut, yang lain udah pada ke sana soalnya," ucap Tasya.
Dan tibalah saat mereka melewati jalanan yang rusak dengan bebatuan besar itu.
"Aaaaaaa, pelan-pelan aja, Vik nanti gue jatoh gimana??!" Teriak Tasya yang mempererat pegangannya pada pinggang Viko.
"Kalau pelan kita jatoh, lu pegangan aja yang kuat. Lu percayain aja sama gua," kata Viko mantap.
"Iiiii yaaaaaakkk, pantat gue loncat Vikooo pelan-pelan," Teriak Tasya lagi. Viko benar-benar harus ekstra sabar, gadis yang dibawanya ini memang berisik dan malu-maluin.
"Lu gak usah teriak bisa kan? Malu anjirr diliatin ibu-ibu yang metik daun teh," kesal Viko yang mempercepat laju motornya.
"Gimana gue gak teriak kalau jalannya kaya gini," protes Tasya.
Jalanan semakin rusak parah hingga akhirnya, Tasya memeluk Viko. Sangat erat, saking eratnya Viko sedikit sulit bernapas.
"Viko gue masih mau hidup," ucap Tasya samar-samar namun bisa terdengar oleh Viko.
"Udah lu meluk gua aja, tutup mata lu dan anggap lu lagi tidur."
Tasya mengikuti perintah Viko. Perjalanan masih lumayan panjang, Tasya tidak bergerak sedikit pun. Jalanan ini membuatnya sedikit pusing.
Tak selang berapa lama, mereka pun sampai di Curug Layung Camp. Tempatnya sangat indah, tak sia-sia mereka melewati jalan tadi. Mereka semua turun dari motor, tak kecuali Tasya dan Viko.
"Sya, udah sampe," ucap Viko.
Tasya melepaskan pelukannya dan Viko turun dari motornya. Tasya masih terdiam di atas motor Viko. Kepalanya terasa pusing dan rasanya mual sekali. Tasya memikirkan bagaimana nanti dia pulang dari sini? Lebih baik dia menggelinding saja daripada harus melewati jalanan yang seperti beban kehidupan.
"Sya, yaampun muka lo pucet amat," kata Sinta yang mendekat ke arah Tasya.
"Gue pusing sama jalan yang tadi, gila. Jalanan apaan," jawab Tasya sambil mengatur napasnya.
"Minum dulu." Rika memberikan sebotol minuman kepada Tasya dan Tasya pun meminumnya.
"Gimana udah mendingan?" Tanya Viko yang sedari tadi menatap ke arah Tasya.
Tasya mengangguk dan mulai turun dari motor Viko. Tapi baru beberapa langkah dia sudah sempoyongan hampir terjatuh. Dengan sigap Viko menahan punggung Tasya agar tidak terjatuh. Mata mereka berdua bertemu, namun hanya beberapa detik mereka tersadar.
Chandra yang melihat adegan itu sedikit tidak suka. Tapi dia tutupi sebisa mungkin. Karena egonya tinggi untuk mengutarakan isi hatinya kepada siapapun.
"Kuat jalan gak lu?" Tanya Viko yang ragu karena melihat kondisi Tasya sekarang.
"Kuat, yok," kata Tasya semangat.
Tasya memang berbeda, dalam waktu singkat dia bisa berubah menjadi pribadi yang berbeda agar tidak membuat orang di sekitarnya cemas dan itu lah yang membuat teman-temannya mendukung Tasya sebagai Ketua OSIS. Tasya adalah panutan bagi mereka.
Mereka pun menaiki satu persatu anak tangga. Tempat ini cukup luas dan nyaman. Apalagi di balik bukit ini ada air terjun.
"Chan, kita kayaknya sewa yang blok jati aja deh. Luas ini tempatnya," usul Tasya pada Chandra.
"Damar lebih deket sama fasilitas di sini," sanggah Chandra.
"Tapi kalau sempit ya gimana? Lagian di sini pake jalan yang penerangannya cukup kok," ucap Tasya tak mau kalah.
"Lu bayangin gak kalau kita di atas yang udah kebelet turun ke bawah kaya gimana?" Chandra menatap kesal ke arah Tasya yang sudah mulai mengajaknya berdebat.
"Tapi percuma juga kalau di bawah, tempatnya sempit. Pembukaan apel kita mau di mana? Terus yang gak kebagian di suruh pulang gitu?" Balas Tasya tak kalah kesal.
"Terserah, lu emang selalu benar." Chandra benar-benar malas ketika Tasya tidak bisa diberi saran olehnya.
"Lo kok gitu sih? Apa pun harus dipikir matang-matang. Coba lo pikirin kata-kata gue."
"Udah, mending kita sewa yang mahoni aja di tengah-tengah." Yudhis yang jengah dengan terpaksa harus bersuara. Padahal dia sangat malas untuk berbicara.
"Nah Yudhis pinter," sahut Ayu.
Setelah diskusi dan perdebatan panjang, mereka kembali ke bawah dan menemui penjaga tempat itu untuk menanyai harga sewanya. Setelah selesai mereka langsung menuju tempat selanjutnnya, yaitu Ciwangun Indah Camp.
Saat sudah setengah jalan Tasya baru sadar kalau ternyata jalan ini tak sejelek jalan yang mereka lewati tadi. Kenapa coba Viko tidak memilih jalan ini?
"Kata lo gak ada jalan lain selain yang tadi, tau gitu lewat sini aja. Emang suka banget ya lo nyusahin," ucap Tasya kesal.
"Ya kalau perginya gak ada, kalau pulangnya ada dan ini jalannya sempit, jadi cuma bisa satu arah. Lu mau nyebur ke jurang"
Iya juga sih apa kata Viko. Tasya terdiam tanpa bertanya lagi. Kali ini benar-benae diam tanpa berniat untuk memperdebatkannya lagi.
'Kalau dipikir-pikir Viko baik juga ya ternyata,' batin Tasya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
vviona
ngukukk 😂
2022-09-14
1