Tasya langsung membantingkan tubuhnya di sofa. Tanpa melihat, bahwa Radit sedang memperhatikan adiknya dengan tatapan bingung. Bagaimana tidak bingung, wajah kusut yang ditampilkan Tasya membuat orang pasti bertanya-tanya, apa yang terjadi pada dirinya?
"Kenapa mukanya ditekuk gitu?" tanya pria di sebelah Tasya itu.
Tasya hanya menggelengkan kepalanya. Jika sudah badmood dia selalu pusing sampai berdenyut kencang.
"Gak mau cerita sama gua?" Radit menatap adiknya itu, dilihatnya terus menerus sampai Tasya menatapnya juga dengan wajah masam.
Radit dan Tasya memang dekat. Berbeda 2 tahun dari Tasya, membuatnya mengerti akan sikap adik satu-satunya ini. Apalagi jika wajah Tasya sudah tak karuan seperti itu. Membuatnya sedikit gemas ingin mencubit pipi adik kesayangannya.
"Biasa kak, Chandra." Tasya mengucapkannya dengan nada yang dibuat melankolis. Radit mengulum senyumnya, menurut Radit Tasya lucu jika sudah seperti itu.
"Chandra kenapa lagi?" Tanya Radit penuh perhatian, adiknya ini memang suka sekali marah-marah dan Radit paham. Apalagi usianya belum 17 tahun.
"Tadi gue berantem lagi sama dia."
"Masalah apa lagi?"
"Gara-gara masalah buat LDKO nanti. Gue tuh maunya acara yang gak garing gitu loh kak. Semuanya udah setuju, tapi dia gak mau. Dia malah marah-marah sambil bentakin gue, gue kan gak suka dibentak. Lo aja gak pernah bentak gue, tapi dia sering." Tasya melipat tangan di dadanya, dia terlalu kesal jika mengingat kejadian tadi.
"Mungkin maksud dia itu gak gitu." Radit terkekeh dan mengusak rambut adiknya lembut.
"Gak gitu gimana, dia gebrak-gebrak meja gitu ke gue." Tasya menatap tajam ke arah Radit seolah harus berada di pihaknya.
"Lu gebrak meja juga?" Radit mendekatkan wajahnya pada Tasya dan menunggu pengakuan darinya.
"Ya gue duluan sih yang gebrak."
"Udah gua duga, ck." Radit berdecak, dia sudah menduga kalau Tasya pasti terbawa emosi. Sementara Chandra orangnya tempramen.
"Ya harusnya dia nggak usah ikutan gebrak elah gue kan cewek, Bang."
"Sekarang udah maafan?" tanya Radit lagi.
"Udah, tapi tetep aja kesel. Tau nggak, Bang? Papan tulis di ruang OSIS itu baru aja ganti udah retak lagi gara-gara dia tonjok. Nanti gue lagi yang kena marah sama Pak Jaya. Sering banget ruang OSIS minta ganti papan tulis."
Radit pun hanya terkekeh mendengar cerita adiknya itu. Ini sudah hal yang biasa, baik Chandra ataupun Viko sudah menjadi topik hangat pembicaraan mereka setelah Tasya pulang sekolah.
"Kenapa lo ketawa? Gue tuh lagi kesel, Abang!" Kesal Tasya sembari memukul lengan Kakaknya itu.
"Nggak apa-apa, lucu aja. Lama-lama kasian gua sama lu, Dek, ngebatin jadi Ketua OSIS," kata Radit.
"Iya lah, adik lo yang lucu ini paling gak suka dibentak. Gue kesel dan gue nyesel suka sama Chandra. Terus lagi nih si Viko, Bang. Bikin gue kesel terus."
"Viko kenapa lagi?"
"Viko susah banget nurut sama gue. Gue udah tegas, udah marah-marah, tapi tetep aja dia nggak pernah ngikutin ucapan gue buat masukin bajunya dan rapihin seragamnya. Alhasil gue kena marah sama Bu Tanti."
"Kenapa nggak lu masukin aja bajunya dia pake tangan lu?"
"Lo sama aja ya sama Niken. Masa iya gue yang masukin. Otak lo ih, tau ah."
"Dih ngambek."
"Bodo amat gue ga denger."
"Gini ya, kalau masalah Chandra. Lu harusnya sebagai cewek bisa lebih lembut sedikit. Udah tau kan dia tempramental, nah lo baikin dia. Jangan sama-sama keras kepala, mau sampai kapan kalian nggak sejalan? Organisasi itu butuh yang namanya saling ngerti, saling ngerangkul, bukan ego yang diperbesar, apalagi posisi lu sebagai ketua, mau dia cowok atau cewek, lu harus lebih bijak."
"Gue selalu coba buat ngalah, buat suasana tegang jadi biasa, tapi dia batu banget, Bang. Gue juga lama-lama kepancing lah. Emang Ketua OSIS nggak boleh marah? Nggak boleh kesel?"
"Boleh, sah-sah aja kalau marah, tapi kembali lagi ke awal, kalau dia gak mau ngalah dan lu juga apa yang bakalan terjadi sama angkatan lu selanjutnya?"
"Paham abang, gue tuh paham. Tapi lo nggak liat apa gue ini kena KDRO." Tasya berbicara dramatis.
"KDRO apaan?" Tanya Radit kebingungan.
"Kekerasan Dalam Ruangan OSIS."
Radit tertawa terbahak-bahak.
"Bisa aja ya lu, Dek. Intinya seperti yang gua bilang, lu coba lembut atau mengalah sama dia. Bijak-bijak aja lah, lu kan Ketua Osis masa nggak paham. Nah, kalau soal Viko juga sama. Lembutin aja dia."
"HAH LEMBUTIN VIKO? OGAH!" jerit Tasya.
"Woy! Jangan teriak juga njerr, ntar tetangga pada ke sini disangkanya kenapa! Gila lu!"
"Ya habis ide lo aneh semua. Lo tau Viko itu super duper nyebelin banget. Pecicilan, sok cool, badung juga. Ah pokoknya dia itu rese."
"Ya lu coba aja kenapa, susah amat buat coba. Kalau lu nggak pernah coba, lu nggak akan pernah tau hasilnya kayak apa."
"Ntar gue coba."
"Yaudah mandi lu, datang-datang udah bikin bau ruangan," kata Radit yang menggoda adik perempuannya itu.
"Heh gue belum mandi juga wangi ya. Emangnya lo, mandi tiap hari tapi bau dugong."
"Emang lu tau dugong baunya kaya apa?"
"Kayak lo," kata Tasya sambil berlari menuju kamarnya.
"Sialan," umpat Radit.
Tasya langsung melemparkan tasnya ke sembarang arah, lalu membaringkan tubuhnya di kasur. Walaupun sudah diberi nasehat oleh Radit, tapi kekesalannya terhadap kedua pria itu masih dirasakan.
Viko itu susah diatur, itu yang membuat Tasya kesal.
Chandra itu baik, dia ramah dan care. Walaupun keras kepala tapi dia sosok yang dewasa, selalu ada dan mendengarkan keluh kesah Tasya. Itulah alasan mengapa Tasya menyukainya.
Sebenarnya Chandra dan Tasya, dulunya sangat dekat. Tapi karena satu dan lain hal, perubahan Chandra bisa Tasya rasakan setelah pemilihan Ketua OSIS.
Semenjak saat itu Chandra lebih temprament dan egois.
'Gue kangen lo yang dulu, Chan,' batin Tasya.
...~ • ~...
Berbeda dengan Tasya, Viko kini sedang berada di markas kebesaran bersama teman-temannya.
"Kuda kuda apa yang bikin seneng?" tanya Arka sambil melihat ke arah ponselnya. Arka memang seperti bapak-bapak facebook yang suka menongkrong di grup recehan bapak-bapak.
"Kuda poni." Reza menjawab tanpa berpaling dari play stationnya.
"Salah." Arka tertawa, semua otomatis menatap ke arah Arka yang suka kebiasaan tertawa lebih dahulu tanpa menjelaskan apapun.
"Lah terus apa?" Tanya Viko yang penasaran pada lelucon Arka kali ini.
"Kudapatkan cintamu, eaa eaaa eaa eaa," ucap Arka sambil tertawa. Semuanya menatap Arka yang heboh sendiri, padahal menurut mereka itu sangat garing.
"HAHAHA, sumpah, Ka garing." Bagus menggelengkan kepalanya, kenapa dia bisa memiliki teman seperti Arka.
"Lu ketawa napa, Ko," kesal Arka yang melemparkan bantal ke arah Viko.
"Hahaha." Viko tertawa tanpa minat, selera humor Arka memang benar-benar jelek.
"Kurang ngakak," perintah Arka lagi.
"Hahaha kurang ngakak," ucap Viko dengan wajah datarnya.
"Najis malah gua yang ngakak," kata Arka sambil terbahak.
"Sumpah lu receh, Ka." Reza menggelengkan kepalanya karena heran melihat tingkah Arka yang semakin hari semakin gila.
"Ko, muka lu kenapa? Suram amat," tanya Bagus yang sadar akan perubahan Viko hari ini.
"Kesel gua." Viko memutar-mutar ponselnya malas. Baru saja dia melihat postingan Instagram Tasya lewat. Membuatnya teringat kejadian tadi sewaktu dia dikejar-kejar oleh pak Jaya karena melanggar aturan. Al hasil Viko seharian harus bersembunyi di rooftop.
"Kenapa? Sini cerita sama dedek." kini giliran Reza angkat bicara dan menaruh stik PSnya.
"Najis. Gua kesel sama makhluk astral berupa mak lampir, bikin mumet. Gara-gara si Ketua Osis rese itu gua tadi main kejar-kejaran sama pak Jaya."
"Tasya?" tanya Bagus menyelidik.
"Nah iya itu, sensi amat dia sama gua, marah-marah mulu kerjaannya. Padahal gua gak terlaku banyak melanggar aturan dah. Berpakaian seseorang kan gak bisa diatur, heran."
"Ya tugas dia kan emang gitu. Namanya Ketua OSIS, tapi mayan lu diajak ngobrol sama cewek cantik. Biasanya dia kalau ditanya di kelas aja suka ketus," celetuk Arka.
"Cantik lu bilang? Najis, itu nenek sihir. Berisik suaranya gak nahan. Padahal gua berusaha kalem." kata Viko menatap jijik pada Arka. Selain selera humornya jelek, selera cewek Arka juga jelek.
"Tapi dia emang paling cantik di sekolah loh, lu masa nggak tau?" Bagus meneguk soda miliknya tanpa berpaling dari Viko.
"Bodo amat, gua nggak suka cewek kayak gitu. Tobat dah gua berurusan sama dia, males." Viko melemparkan ponselnya ke sofa.
"Hati-hati Ko, lu gak suka berlebihan sama dia nanti malah lu jadi suka berlebihan sama dia," ucap Bagus menasehati.
"Ogah, mending gua pacaran sama si Mimi penjaga kantin sekolah," kata Viko.
"Nggak sekalian sama Mimi peri, Ko?" tanya Arka.
"Nah mending sama dia juga, daripada sama cewek rese macem dia." Viko bergidik ngeri.
"Suka-suka lu aja Ko, kita liat aja nanti."Arka pun kembali fokus pada ponselnya.
"Liat apanya?"
"Liat lu bakalan suka sama dia atau ga," sahut Reza.
"Jawabannya cuma 1, nggak akan pernah," tegas Viko.
"Bisa jamin lu sama kita-kita?" tanya Bagus.
"Kalau gua suka sama dia, gua bakalan traktir lu semua sepuasnya."
"Seriusan?"
"Kalau perlu gua traktir ke pantai, mantai bareng," kata Viko mantap.
"Serius lu?"
"Ya apa pun lah, karena gua yakin. Nggak akan pernah suka sama cewek kaya dia dah." Viko bergidik ngeri. Mendengar nama Tasya saja dia sudah merinding.
"Gue sumpahin kalian jodoh," celetuk Arka.
"Anjirr, najis lu."
"Sekarang lu najisin, besok lu kejar pasti," ledek Reza.
"Btw, lu gak balik, Ko?" tanya Bagus.
"Males."
"Yaudah gua balik duluan, udah di telfon emak," pamit Arka.
"Yo hati-hati."
Viko pun terdiam, merenungkan kembali perkataan teman-temannya. Benar juga, dia sering mendengar kalau benci bisa berubah menjadi perasaan cinta. Berkali-kali dia menepis semua hal itu.
'jangan sampai gua suka sama dia, dia bukan type gua, jadi nggak akan mungkin gua suka sama cewek bernama Tasya,' bantinnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
vviona
jadi pen punya abang
2022-09-14
1
vviona
abang udh tau betul kelakuan adeknya yak
2022-09-14
1