Tasya kembali mengubah posisi duduknya. Kebisingan ini membuatnya tidak konsen membaca novel. Ya, mata pelajaran jam kedua kosong. Tasya memilih untuk membaca novel mengisi kegabutannya. Sementara ketiga temannya sedang sibuk menyalin tugas yang belum mereka kerjakan.
Tasya melirik sinis ke sumber suara yang membuat risih pada indera pendengarannya. Siapa yang membuat kebisingan? Tentu saja Viko dan kawan-kawan. Beatbox adalah kegiatan yang mereka sukai akhir-akhir ini dan membuat bising di kelas.
"Kalian bisa diem gak sih?!" Kesal Tasya yang sekarang dengan posisi berdiri menatap gerombolan Viko. Sementara yang diliat malah sok berlaga sok polos.
"Apa sih Ibu Ketos, marah-marah mulu. Keluar kelas salah, di dalam kelas salah. Salah terosss," protes Viko tak terima.
"Ya gimana gue gak naik pitam, lo sama temen lo itu berisik banget, Viko! Gue tuh gak bisa konsen baca kalau lo berisik. Yang lain juga lagi ngerjain tugas, gak masalah kalau lo berisik waktu jam istirahat." Tasya menarik napasnya kasar.
"Ya nggak usah baca, repot banget hidup lu," jawab Viko santai dan lanjut bermain beatbox.
Tasya yang mulai geram, mendekati bangku Viko yang ada di sebelahnya. Tasya duduk di barisan paling ujung di bangku nomor dua dan Viko di barisan sampingnya.
Tasya menggebrak meja Viko dengan emosi. "Heh Viko, lo mau bikin sekolah banjir sama air liur lo yang dimain-mainin gitu? Mendingan lo diem selayaknya murid yang baik!"
"Aduh, Sya udah deh gak usah lo ladenin," kata Sherli yang menarik tangan Tasya agar kembali duduk di bangkunya. Jika Tasya sudah marah bisa berabe.
"Lo emang seenaknya ya, Vik. Gak tau aturan, urakan, gak mau dengerin orang lain. Liat situasi kalau mau ngapa-ngapain, orang risih atau engga, orang kesel atau gak denger kebisingan. Apalagi sama suara beatbox gak jelas kaya gini!"
"Berisik amat, gua gak mau adu argumen sama orang yang gak kalah berisiknya, yang ganggu kelas itu lu, bukan gua." Viko melipat tangan di dadanya. Dia tidak takut meski harus berhadapan dengan kepala sekolah sekali pun. Dia tidak peduli.
"Heh lo tuh yang berisik dari tadi! Kenapa jadi gue sih? Cape ya emang bicara sama orang yang anti kritik!" kata Tasya membalikkan omongan Viko.
"Galak amat Bu Ketos." Bagus mendadak membuka mulutnya. Meskipun dia tau kalau dia tidak akan didengar. Kedua orang di hadapannya ini sama-sama keras kepala.
"Gue gak bicara sama lo," kata Tasya sambil melotot ke arah Bagus. Bagus menghembuskan napasnya, sudah dia duga pasti dia tidak akan didengar.
"Oh jadi ngomong sama Viko doang? Sama kita enggak, Sya?" kata Arka setengah menggoda Tasya yang malah membuatnya semakin kesal.
"Apaan sih lo, gak jelas!" jawab Tasya kesal.
"Iya iya deh yang keliatan jelas buat Tasya mah cuma Viko," ucap Reza sambil meng-ekhem ekhm kan Tasya.
"Yang pertama, gue ngomong sama Viko doang soalnya dia yang paling berisik di antara kalian. Kedua, bukan kalian gak keliatan tap—"
"Lu diem atau lu gua cium?" Tegas Viko sambil mendekatkan wajahnya ke arah wajah Tasya. Tasya menahan napasnya, orang ini benar-benar menyebalkan.
"Apa-apaan sih lo! Gak lucu!" Bentak Tasya sambil mendorong wajah Viko dengan kedua tangannya.
"Mulut lu satu doang, tapi bunyinya kaya se RT. Bisa diem gak sih? Bisa gak jangan mempermasalahkan hal-hal kecil? Sekolah ini bukan punya lu, semuanya juga bayar."
"Kalau gue gak bisa diem masalah buat lo? Lo tuh udah berisik sekarang malah ngatain orang berisik lah, suara kaya orang se-RT lah. Lo tuh emang gak instrospeksi, merugikan orang lain karena kelakuan yang lo perbuat." Kali ini Tasya memang benar, tak jarang dia kena omel kesiswaan karena dirasa kurang tegas karena masih ada siswa yang melanggar aturan.
Bukan hanya itu, bahkan Viko pernah bermasalah dengan sekolah lain dan yang harus menyelesaikannya adalah Tasya. Dia benar-benar tidak menyukai Viko yang selalu menyusahkan hidupnya.
Tasya membantingkan novel ke mejanya dan berjalan keluar kelas. Tidak akan benar jika dia terus berdebat dengan Viko. Bahkan dia selalu mempunyai alasan dalam setiap hal.
Sherli, Sarah dan Niken hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dengan sikap Tasya barusan. Pertengkaran dengan Viko sudah menjadi hal yang tak asing bagi mereka. Mereka sama-sama keras kepala dan mempunyai sifat yang bertolak belakang. Susah jika disuruh menyamakan prinsip atau berdamai.
Viko duduk kembali di bangkunya tak peduli, menurutnya dia hanya melakukan apa yang dia suka. Meski sebenarnya ada sedikit rasa menyesal telah membuat Tasya marah dan pergi.
Sambil berjalan Tasya terus saja mengumpat. Entah kenapa jika dia sudah berdebat dengan seorang Viko susah sekali agar tidak badmood. Viko adalah manusia paling aneh dan paling menyebalkan menurut Tasya.
"Kok ada ya cowok macam dia, udah songong, pecicilan, berisik kayak dia. Kalau gue sekelas terus sama dia yang ada gue bisa gila," gerutunya.
Namun, Tasya sadar ini masih di sekolah dia harus bisa menjaga imagenya sebagai Ketua OSIS SMA Veteran.
...~ • ~...
Ruang OSIS adalah tempat yang dianggap rumah kedua oleh Tasya. Karenanya tak heran jika Tasya betah berlama-lama di ruang OSIS. Sepertinya dia juga tidak sadar kalau sekarang sudah memasuki jam istirahat. Dia menyibukan diri dengan memeriksa berbagai proker dan mencoba menyusun ide-ide untuk kegiatan yang akan dilakukan oleh OSIS.
"Sya," panggil seseorang yang mulai memasuki ruangan OSIS. Dia sudah tau kalau Tasya pasti ada di sini. Karena ruang OSIS adalah tempat teraman dan nyaman untuk setiap anggotanya. Tak jarang mereka menginap di sana jika ada kegiatan.
"Hm," sahut Tasya sambil tak bergerak dari posisinya dan fokus pada planner book yang sengaja Tasya simpan di mejanya kalau-kalau dia membutuhkan buku itu.
ya dia adalah Chandra. Chandra tidak menemukan Tasya di kelasnya dan dia tau pasti kalau Tasya berada di ruang OSIS.
"Lo kenapa?" Tanya Chandra sambil duduk di hadapan Tasya. Chandra melihat wajah masam Tasya, sepertinya dia sedang badmood atau PMS.
"Gak apa," jawab Tasya singkat, jujur dia malas menjelaskan sesuatu jika sedang badmood.
"Gak istirahat?" Tanya Chandra lagi.
"Males." Tasya menatap ke arah Chandra yang sedang menatapnya. Manusia yang ada di hadapannya ini memang berubah-ubah.
"Nih," ucap Chandra sambil meletakan susu kotak dan sebungkus roti di meja Tasya.
"Buat gue?" Tanya Tasya sambil mengambil susu kotak yang diberikan Chandra padanya.
"Hm." Chandra mengangguk, dia tau kalau Tasya pasti belum memakan apapun sejak bel berbunyi.
"Kenapa?" Tanya Tasya spontan, karena dia benar tidak bisa memahami sifat Chandra yang sekarang.
"Kenapa apa?"
"Kenapa lo baik sama gue? Kenapa lo datang kesini? Kenapa lo-"
"Gak apa." Chandra terdiam, kenapa Tasya bisa bertanya demi kian?
"Kenapa lo berubah?" Tasya menatap Chandra dalam, dia benar-benar merindukan sosok Chandra yang hangat, yang selalu ada untuknya.
Chandra tak menjawab pertanyaan Tasya. Entah kenapa setiap Tasya menanyakan hal yang sama dia selalu tak bisa menjawabnya.
"Lo tau kenapa gue milih lo sebagai wakil gue? Lo tau kenapa gue maunya lo yang jadi wakil gue? Karena,
"Karena dulu lo gak kaya gini. Lo inget? Gimana cemburunya anak-anak OSIS karena gue lebih deket sama lo? Gara-gara gue cerita apa pun lebih dulu ke lo. Terus-" Tasya menggantungkan omongannya.
"Lo jahat tau gak," lanjutnya. Tasya benar-benar tak lepas menatap Chandra. Dia ingin jawaban Chandra yang sekarang benar-benar beda 180° dari yang dia kenal dulu.
"Maaf," ucap Chandra.
"Lo maaf-maaf mulu tapi besoknya gitu lagi. Semua cowok emang kaya gitu ya?"
Chandra tak mengeluarkan sepatah kata pun, dia hanya terdiam memikirkan kata-kata Tasya.
"Kenapa lo diem aja, Chan? Gue gak salah nanya kan? Jujur semenjak pemilihan lo berubah. Apa lo gak suka gue jadi Ketua OSIS? Apa lo gak mau kalah waktu itu? Kalau gitu kita tukeran aja, gak apa. Gue juga gak mau jabatan ini kok, sampai sekarang ngejalanin pun karena gue inget tanggung jawab doang. Gue gak apa kok, asal lo balik kaya dulu," pinta Tasya.
"Gua gak bisa jelasin, tapi ini bukan salah lo. Salah gua sepenuhnya," ucap Chandra yang menundukkan kepalanya.
"Gue gak minta apa pun kok, gue cuma minta lo kaya dulu aja. Lo sama gue partner, simpel kan permintaan gue?"
Tiba-tiba ....
"Pacaran di ruang OSIS, wah gak bener emang. Jangan-jangan kalian ada skandal ya?" Viko berteriak dari luar ruangan OSIS.
Tasya yang geram pun keluar dari ruang OSIS menemui Viko. Viko merusak suasana saja, padahal untuk membicarakan hal ini Tasya sudah bersusah payah menurunkan egonya.
"Apa sih lo? Gak cukup bikin gue kesel tadi?" Ucap Tasya sewot.
"Yee gua kan cuma berpendapat, kata pak Jaya kita ini hidup di zaman demokrasi. Setiap warga negara berhak menyuarakan pendapatnya," ujar Viko sok bijak.
"Ter-se-rah! Gue males berdebat sama lo, dasar sableng!"
"Kalau gua sableng terus lu? Gila?"
"Sekata-kata ya lo ngomong. Males ngomong sama orang sableng," ucap Tasya penuh kekesalan.
"Ketua OSIS gila," cetus Viko sambil pergi menuju kantin.Muka yang tidak merasa bersalah itu membuat Tasya semakin kesal dibuatnya. Tasya berjanji tidak akan melepaskan Viko begitu saja besok saat razia.
"Pulang sekolah rapat, gue ke kelas dulu," kata Tasya pada Chandra. Dia sudah tidak bisa melanjutkan pembicaraan itu lagi bersama Chandra.
"Sip."
Tasya pergi meninggalkan Chandra. Chandra masih menatap punggung yang semakin menjauh itu. Benar apa kata Tasya, pemilihan ketua OSIS lah yang membuatnya berubah. Chandra memang type orang yang tak menerima kekalahan, apalagi oleh wanita.
"Maafin gua, Sya," lirihnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
vviona
ett nyosor
2022-09-14
1
vviona
w pernah kesel banget sama temen sekelas karena maen beatbox, relate bgt!
2022-09-14
1