Life As Ketua Osis
Attenshun! 📢
Sebelum membaca cerita ini aku mau bilang, kalau masih ada beberapa part awal yang berantakan. Mohon dimaklumi, karena akan direvisi satu persatu. Dan yang kedua, tolong ikuti alur ceritanya ya, apapun yang ditulis author sudah memikirkan jalan cerita dari awal sampai akhir, jadi kalau ada part yang tidak sesuai ekspetasi mohon maaf.
Author menerima kritik dan saran asal diungkapkan dengan baik ya, karena author masih penulis baru yang sedang mencoba untuk berkembang. Jangan lupa baca ceritaku yang lain ya. Kalau suka like, komen dan kasih hadiah. Terima kasih~
Happy reading guys. ❤️🤗
"Bang Raditttttttt!!!!" Teriak Tasya dari luar pintu. Gadis itu mondar-mandir tidak karuan dan terus memperhatikan jamnya. Abangnya ini sangat sulit diajak kerja sama, padahal dia harus datang tepat waktu ke Sekolah.
"Iya bentar elah, ini abang lagi pake baju," sahut Radit yang berkutat pada bajunya, dia heran adiknya ini begitu cerewet padahal masih pagi buta begini. Bahkan Radit sampai tidak mandi karena Tasya begitu berisik.
"Ihhh abang cepet! Nanti gue telat gimana?!"
Mendengar itu Radit pun segera berlari ke luar dengan membawa kunci motornya. Sebenarnya dia kesal jika harus mengantar Tasya ke Sekolah, terlalu on time, padahal sekarang jam baru menunjukkan pukul 6 pagi. Terlebih jarak rumah dan Sekolah Tasya tidak terlalu jauh.
"Lama banget heran, kalau gue telat lo tanggung jawab ya, Bang!" Dengus Tasya.
"Ini baru jam 6, Dek. Lu mau jadi satpam sekolah yang bukain gerbang tiap pagi?"
"Gue tuh Ketua OSIS, mau gak mau, suka gak suka, harus jadi teladan yang baik buat temen-temennya. Kebayang gak sih kalau gue telat gimana? Mau ditaruh di mana muka gue?"
"Gua juga dulu mantan Ketua OSIS biasa aja, Dek. Lebay."
"Terserah-terserah, buruan kita berangkat."
Radit pun mengeluarkan motornya dari garasi. Apakah semua perempuan seperti adiknya? Padahal dulu Radit jika berangkat Sekolah 10 menit sebelum bell masuk berbunyi. Motor Radit bertengger di depan Tasya, tanpa banyak basa-basi Tasya pun langsung menaiki motor.
"Sapiiii, go!!" Teriak Tasya.
"Parah, abang sendiri dikatain sapi," gerutu Radit saat mendengar penuturan Tasya.
Tasya pun hanya tertawa melihat tingkah abangnya, dia senang mengusili abang satu-satunya itu. Siapa lagi yang bisa diajak bersenda gurau seperti Radit? Meskipun mereka sering bertengkar, tapi Radit adalah teman berbagi segalanya untuk Tasya. Apalagi kebencian Tasya pada Ayah kandungnya membuat dia benar-benar hanya memiliki Radit dalam hidupnya. Sepanjang jalan Tasya tak henti-hentinya mengoceh, sedangkan Radit hanya bisa fokus menyetir dan mendengan ocehan adik semata wayangnya.
"Sampe," ucap Radit yang memberhentikan motornya di depan gerbang.
"Makasih, Bang udah setia jadi ojek langganan gue," ceplos Tasya.
"Jangan lupa bintang 5-nya, Mba," balas Radit.
Mereka berdua pun terkekeh dan ya seperti Radit duga. Sekolah ini masih sepi. Tapi adiknya ini terlalu perfeksionis dalam hal apapun. Jadi dia akan melakukan apa yang dia pikirkan.
"Udah ah gue masuk ya, Bang ..." Tasya pun berlari memasuki gerbang sekolah. Radit memastikan agar Tasya masuk dengan aman. Setelah yakin, Radit pun melajukan motornya dan kembali ke rumah.
SMA Veteran, merupakan sekolah dengan akreditasi yang bagus di Kota Bandung. Seluruh siswanya diwajibkan untuk mentaati peraturan yang dibuat sekolah. Dari mulai berpakaian rapi dengan atribut lengkap, hingga kaos kaki yang hanya boleh berwarna hitam putih. Tak heran jika Tasya mendisiplinkan anggotanya untuk datang lebih awal, karena di sana tugas mereka untuk me-razia murid yang anti aturan.
Tasya dan anggota OSIS lainnya selalu berkeliling kelas untuk memastikan mereka sudah rapi dengan seragam yang baik dan benar.
"Hm gue rasa mereka udah cukup kapok sama semua cara yang gue lakuin buat negur mereka." Tasya berguman dengan bangga, tak sia-sia apa yang sudah dia lakukan membuahkan hasil ternyata.
Jam sudah hampir menunjukan pukul 7 tepat. Jauh di parkiran sana, seorang murid dengan pakaiannya ya khas murid anti aturan datang dengan menggunakan motor sport-nya.
Messy hair, tas yang tergantung sebelah, baju dikeluarkan, dasi yang tak diikat, kaos kaki hitam, dan snikers kebanggaannya. Penggambaran apa yang pantas untuk seorang Viko Narendra?
Bad boy SMA Veteran.
Tasya kembali memutar bola matanya. Lagi-lagi dia kesal karena pria yang ada di hadapannya ini, Viko Narendra.
"Halo? Viko! Lo dengerin gue gak sih dari tadi?" tanya Tasya kesal.
"Ya," singkat Viko.
"Ya, hm, oke, ga! Itu-itu aja bahasa lo. Gue gak mau tau ya, pokoknya sebelum lo masuk kelas, baju lo harus udah dimasukin, sepatu sama kaos kaki lo diganti dan dasi lo harus udah diiket!"
"Terus, lu mau gua ngomong apa?" Viko menatap Tasya dengan tatapan dinginnya. Dia sangat tidak suka diatur. Dia punya prinsip kalau hidup harus dinikmati tanpa adanya peraturan.
"Ya apa kek, pokoknya gue nggak mau tau ya!" Tasya memperingatinya lagi.
"Bawel lu, kayak emak-emak." Viko berlalu meninggalkan Tasya dengan raut wajah kesalnya. Paginya rusak akibat ulah cewek itu. Akhirnya Viko memilih untuk membolos saja dan pergi ke belakang sekolah. Tempat ter-aman untuk bolos kelas.
Viko Narendra. Cowok bad boy SMA Veteran. Sikapnya yang sok cool abis tapi pecicilan membuat Tasya frustrasi dibuatnya. Dari banyaknya murid di Sekolahnya, hanya Viko yang sulit untuk diberi peringatan dalam bentuk apapun. Tasya sampai kehabisan cara untuk membuat Viko mentaati peraturan yang ada.
"Tuh cowok gak ada kapok-kapoknya banget," kesal Tasya saat sampai di kelas. Sarah, Sherli, dan Niken menatap ke arah Tasya. Pemandangan yang sudah tidak asing bagi mereka ketika Tasya mengeluh soal masalah yang dihadapinya setiap pagi.
"Kenapa lagi? Viko?" Tanya Sarah.
"Ya siapa lagi? Lo tau? Gue kena marah lagi kan sama Bu Tanti gara-gara gak berhasil nyuruh si Viko itu masukin bajunya."
"Ya kenapa gak lo masukin aja sendiri, Sya?" Tanya Niken polos.
"Yakali gue masukin bajunya dia."
"Nggak apa-apa ganteng mah bebas," celetuk Sherli.
"Terserah."
"Tumben si Viko belum masuk kelas?" tanya Sarah.
"Gak mau tau dan nggak peduli," ketus Tasya.
Tiba-tiba Andre, ketua kelas XI IPA 1 datang dengan napasnya yang tak beraturan.
"Kata pak Jaya, hari ini bebas. Soalnya gurunya pada rapat." Ya begitu bunyi pengumumannya.
Seluruh siswa bersorak kegirangan, apalagi yang hal yang lebih nikmat jika masuk sekolah, tapi tidak belajar?
Tasya yang mendengar itu langsung membuka ponselnya.
...OSIS SMAVEN (11)...
^^^Kumpul di ruang OSIS sekarang. Rapat!^^^
Viona revana : Oke
Aulia Siti : Oke
Sinta Amanda : Oke
Yudishtira Pateh : Hm
Linda Herlina : Oce
Ariana Ris : Oke cantik
Ivaniel Daniola : Yo
Ayunindya : Oke
Chandra Aditya : Ngapain?
^^^Rapat pak waketu yang terhormat! Lo baca ketikan gue gak sih?^^^
Chandra : O
^^^Y^^^
Tasya sangat kesal pada Chandra. Meskipun mereka partner, tapi tidak pernah akur. Pendapat yang berbeda, sama-sama keras kepala dan parahnya tidak ada yang pernah mau mengalah.
Tasya segera menuju ruangan OSIS. Sepanjang koridor banyak sekali yang menyapanya. Tasya memang dikenal karena keramahannya pada semua orang, parasnya yang lumayan cantik, membuat dia dikagumi banyak orang.
Akhirnya Tasya sampai di depan ruang OSIS. Saat memasuki ruangan, matanya langsung tertuju kepada pria yang sedang bermain bola basket di ruangan itu. Pemandangan yang kerap kali membuat Tasya naik pitam.
"Chandra, Yudhis! Kalian apa-apaan sih, ini ruangan OSIS, bukan lapangan," tegasnya.
"Iya Bu Ketu," Chandra berbicara dengan nada yang meledek.
"Terserah, gue males debat sama lo. Oke kita mulai aja ya. Jadi gini, buat acara camping sekolah, kita sekalian bikin acara LDKO. Nah apa di antara kalian ada yang punya usul?"
"Gue sih bebas, ikut Bu Ketu aja," kata Vio.
"Ya gue juga, tapi nggak usah yang ribet-ribet," sambung Aul.
"Nah gini, kalau kata gue. LDKO sekarang jangan kaya angkatan kemarin," Tasya mengutarakan pendapatnya.
"Maksud lu?" tanya Chandra.
"Jadi gini, tau kemarin itu yang namanya garing, garrrring banget tegang kan? Nah gue mau nya jangan tegang-tegang amat," ucap Tasya.
"Sya, namanya juga LDKO kalau kita gak bawa suasana tegang gimana mereka mau takut?" Protes Chandra.
"Iya, tapi maksud gue tuh gini, Chan. Acara tegang gitu, kita bangun pas saat-saat diperlukan, kalau udah itu yaudah selesai, kita have fun." Tasya menjelaskan maksudnya dengan rinci.
"Kalau gak mau tegang, itu namanya camping doang bukan LDKO! Gua sih lebih suka cara kemarin. Semua bungkam sampai balik lagi ke sekolah, jadi mereka ada rasa segan dan lebih menghargai seniornya. Susah emang ngomong sama orang yang keras kepala." Chandra pun mulai kesal.
"Apa lo bilang? Gini ya, sekarang gue tanya. Kalian suka sama LDKO tahun kemarin? Ayu, jawab," Tasya menunjuk Ayu berbicara.
"Gini ya, kalau gue pribadi sih bener apa kata Tasya. Mungkin kalau diadain Sharing antar anggota, terus kita buat suasana kekeluargaan dan jangan bikin batasan antara senior dan junior itu lebih enak kalau menurut gue."
"Nah iya, Ay. Jadi kaya kebentuk solidaritas juga antara OSIS junior sama senior," sambung Ivan.
"See? Gini ya, Chan. Coba lo pikir, kalau acara ini jadi, bakalan asik. Acara ini gak akan pernah dilupain sama semua orang," kata Tasya.
"Pokoknya gua gak setuju." Chandra tetap pada pendiriannya.
"Oke, sekarang lo maunya gimana?"
"Gua mau kita full kaya kemarin persis semuanya pas acara nanti. Biar mereka juga ngerasain apa yang kita rasain tahun kemarin. Ini namanya mendidik, Sya mikir!"
"Ini bukan soal lampiasin kaya gitu ya Chan. Ini masalah mendidik kan lo bilang? Liat angkatan kita, didikan keras anggota yang bertahan cuma berapa?"
"Kalau mereka bener-bener serius ya pasti bertahan. Kita butuh kualitas bukan kuantitas."
"Kualitas lo bilang? Apa lo udah berkualitas? Apa dengan kuantitas yang sedikit ini, lo selalu ada? Kita kerja lo kemana? Main basket? Gak ada kuantitas tetep aja organisasi gak akan berjalan. Kita harus seimbang antar kuantitas dan kualitas, Chan."
"Jadi lo bilang gue gak ada kerja, gitu?" kata Chandra yang mulai menunjuk Tasya.
"Emang kenyataannya kaya gitu, 'kan?" Tasya menggebrak meja di hadapannya m.
"Di mananya gua gak kerja hah?" Chandra kini menggebrak mejanya juga.
"Lo gak usah gebrak bisa kan, Chan. Gak usah memperpanas," kata Riana.
"Kalian kebiasaan suka ribut, kita ini satu organisasi. Kalian pemimpin, kalau kalian gak kompak gimana mau arahin kita?" tanya Ayu.
"Males." Chandra keluar ruang OSIS dan memukul papan tulis.
Seperti biasa papan tulis adalah sasaran utamanya. Tak heran jika papan tulis ini banyak yang retak. Sementara itu Tasya masih dia mematung.
"Rapat dilanjut besok aja, maaf buat hari ini," Tasya pergi menahan tangisnya dan menuju ke taman belakang.
...~ • ~...
Entah apa yang Tasya rasakan. Selalu saja ada pertengkaran saat membuat planning. Dia dan Chandra memang tak bisa menjadi partner. Hal pertama yang dia sesalkan adalah, dia menyukai Chandra.
"Kenapa sih, setiap rapat pasti aja gini. Cengeng banget gue, kok bisa orang cengeng kaya gue jadi Ketua OSIS. Kok bisa gue yang–"
"Itu yang gua pingin tanyain, kenapa manusia kaya lu bisa jadi Ketua OSIS." Seseorang mulai bersuara dan memberikan Tasya sapu tangannya.
"Viko? Ngapain lo di sini? Lo ngikutin gue ya?"
"GR lu, ini emang tempat gua. Kenapa? Lu seneng dideketin cogan kayak gua?"
"Palalo seneng, ganggu aja lo, Bye." Tasya memutuskan untuk pergi dari sana. "Eh tapi makasih loh," katanya sambil mengambil sapu tangan Viko.
"Udah marah-marah, sapu tangan gua lu ambil juga. Cewek aneh."
"Heh gue masih bisa denger ya," teriak Tasya.
"Bodo amat."
Tasya berbalik, "Oh iya, jangan lupa masukin baju lo."
"Terserah. Sana lu, pergi nggak jadi mulu."
Tasya kembali berjalan melalui koridor sekolah. Tiba-tiba ....
Brukkkk.
"Awww sa–"
"Sorry," kata Chandra.
"Lo? Erghht." Tasya memilih untuk pergi, namun Chandra menarik tanggannya.
"Sya, tunggu."
"Apa? Mau apa lo?" ucap Tasya dengan nada yang tinggi.
"Maaf buat kejadian tadi."
"Hm." tak ada sepatah kata pun yang Tasya keluarkan.
"Maaf udah bikin lo nangis, gua salah."
"Udah gue maafin, lepas!" Tasya mencoba melepaskan tangannya.
"Gua tau lu masih marah."
"Jadi mau lo apa? Gue capek debat sama lo, Chandra."
"Mau gua itu lo maafin gua," kata Chandra.
"Iya gue maafin, udah kan?"
"Jangan nangis lagi."
"Iya."
"Kita kan partner, bener kata Ayu. Kalau kita gak kompak yang mau mimpin mereka siapa?"
"Hm, gue ke kelas. Jangan lupa pikirin buat besok rapat. Bye Chan," kata Tasya.
"Bye, Sya."
Chandra tersenyum kecil karena Tasya sudah memaafkannya. Sebenarnya Chandra memang menyukai Tasya. Tapi dia takut menyakiti Tasya karena sifatnya yang tempramental.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 168 Episodes
Comments
Harniah Harny
cerita yang menarik semangat author, jangan lupa juga mampir di karya ku..
2022-09-23
1
vviona
maaf sya tapi w gasuka sama ketos yang suka razia :)
2022-09-14
1
vviona
ahh sekolah w banget
2022-09-14
1