Apartemen itu memang terlihat sangat dekat. Namun pada kenyataannya, jarak menuju ke apartemen lumayan jauh jika di tempuh dengan cara berjalan kaki. Di tambah lagi kini mereka berada di lokasi belakang apartemen. Selain masuk dari gerbang utama yang ada di depan, mereka hanya bisa masuk melewati pintu samping. Itu juga hanya Rosita yang diperbolehkan lewat dari sana karena dia sudah akrab dengan penjaganya.
Sambil berjalan, Rosita menundukkan kepalanya. Ternyata perutnya terasa sangat lapar. Seharusnya dia sudah belanja dan siap untuk memasak. Namun, kenyataan kini dia harus pulang ke apartemen dengan tangan dan perut kosong.
Walter melirik Rosita sejenak sebelum memperhatikan keadaan sekitarnya. "Apa yang kau pikirkan?" tanya Walter.
"Aku ...." Rosita menahan langkah kakinya. Wanita itu memandang dua pria yang berdiri di ujung jalan sambil mengarahkan senjata api ke arah mereka.
Walter yang juga melihat dua pria itu segera mencengkeram tangan Rosita dan membawanya pergi. Rosita semakin ketakutan ketika suara tembakan itu terdengar begitu dekat di telinganya.
"Bukankah tadi ada polisi? Kenapa mereka tidak di tangkap?" ujar Rosita sambil berlari.
"Tidak semudah itu menangkap mereka," jawab Walter sambil mengambil ponselnya yang berdering. Alisnya saling bertaut ketika melihat panggilan masuk itu dari bos nya. Fabio Cassano.
"Pibi. Pegang ini dan tembak ke sana," perintah Walter. Ia memberikan senjata api itu kepada Rosita seolah-olah Rosita ini jago menembak. Anehnya Rosita menurut saja. Di menerima senjata api itu dan mengarahkannya ke musuh yang kini mengejar mereka. Menembak asal saja sambil memejamkan mata.
DUARR DUARR DUAARR
Tiga tembakan di lepas Rosita sambil memejamkan mata. Jelas saja semua tembakannya meleset. Bukan hanya gagal melukai musuh. Karena ulah Rosita, kini Walter kehabisan peluru.
"Bos, saya di kejar musuh," ujar Walter. "Kode sudah saya kirim."
"Apa kau bisa mengatasinya?"
Walter memandang ke arah musuh lagi. "Aman terkendali. Tetapi saya-"
Walter tidak bisa menyelesaikan kalimatnya ketika peluru mendarat di ponselnya dan membuat ponsel tersebut terpental. Rosita teriak karena kaget. Walter mengatur napasnya sebelum menarik Rosita dan mengajaknya berlari lagi.
Lagi-lagi tujuan Walter adalah gang yang gelap. Musuh masih tetap mengejar di belakang. Walter menarik Rosita dan membawanya bersembunyi di sebuah tong sampah. Mereka berjongkok. Karena lokasi gelap, tidak terlihat kalau mereka bersembunyi di sana.
Dua pria yang sejak tadi mengejar mereka terkecoh dan berlari kencang menuju ujung gang. Walter memandang Rosita yang kini menunduk ketakutan. Wanita itu menggenggam kedua tangan Walter sambil gemetar.
"Apa aku akan mati? Apa mereka akan membunuhku?" racunnya tidak jelas.
"Kau tidak akan mati, selama ada aku di sini," sahut Walter.
Rosita menatap wajah Walter. Memang tidak terlalu jelas karena di sana gelap. Walaupun begitu, Rosita masih bisa mengetahui kemana arah kedua mata pria itu memandang sekarang.
"Anda siapa Tuan? Anda pria jahat? Anda seorang kriminal?" tanya Rosita memberanikan diri.
Walter tidak tertarik untuk menjawab. Pria itu memikirkan ponselnya yang hilang. Alat pelacak ada di sana. Jika dia tidak berhasil mendapatkan ponselnya kembali, maka pasukan Black Dragon tidak akan bisa menemukannya. Namun, kemungkinan ponsel itu masih ada di jalan tadi sangat kecil. Sudah pasti musuh akan merusaknya.
"Siapa namamu?" tanya Walter.
"Anda memanggil saya Pibi," sahut Rosita.
"Kau suka di panggil seperti itu?"
"Tidak," jawab Rosita cepat. Ia mengatur napasnya sebelum memandang ke arah Walter lagi. "Nama saya Rosita, Tuan."
"Ayo kita harus segera masuk ke apartemen. Hanya di sana satu-satunya tempat yang aman untuk saat ini." Lagi-lagi Walter menarik Rosita secara paksa. Pria itu berlari menuju ke gerbang yang akan membawa mereka masuk ke dalam apartemen tempat Rosita tinggal.
...***...
Rosita dan Walter berhasil tiba di apartemen. Sekarang mereka telah ada di lantai atas tempat Rosita tinggal selama ini. Walter segera menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Pria itu mengangkat kedua kakinya di atas ranjang sebelum melepas kemejanya yang sudah dipenuhi luluran darah.
Rosita yang merasa canggung memilih untuk masuk ke dalam kamar mandi. Dia tidak mau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Walau memang Walter adalah atasannya dan juga tampan. Tetapi, Rosita ingin menjaga dirinya agar tidak sampai tergoda.
Rosita memandang dirinya sendiri di depan cermin sebelum mencuci muka. "Ternyata Tuan Walter kiriminal. Kenapa aku tidak kepikiran sejak awal? Dari postur tubuhnya saja sudah terlihat. Sepertinya aku terjebak di lingkaran yang salah," gumamnya di dalam hati.
"ARRRGHHH!"
Suara teriakan Walter membuat Rosita memutar tubuhnya dan segera keluar dari kamar mandi.
Rosita semakin syok ketika melihat Walter memegang sebuah belati di tangan. Darah berkucur deras di seprei pink milik Rosita. Peluru telah berhasil dikeluarkan Walter. Namun, pria itu kini terlihat pucat karena menahan sakit yang begitu luar biasa.
"Tuan, ayo kita ke rumah sakit," tawar Rosita. "Saya akan membantu anda menghubungi keluarga anda."
"Tidak," sahut Walter malas. Kedua matanya terpejam untuk menekan rasa sakit yang kini dia rasakan.
"Tuan, sebenarnya kesalahan apa yang sudah anda perbuat sampai mereka menembak anda?" protes Rosita. Ia mengambil kotak P3K karena berniat mengobati luka bekas tembakan tersebut.
"Tidak perlu melakukan kesalahan. Jika mereka tidak suka, maka mereka akan mencelakai orang tersebut," jawab Walter tanpa memandang.
"Tidak, Tuan. Saya percaya ada istilah sebab akibat. Tanpa sebab, tidak akan pernah ada akibat," Sabtu Rosita.
Walter diam lagi. Ia kembali mengingat akan truk kontainer milik orang-orang yang tadi menyerang mereka. Memang benar, Walter yang lebih dulu cari masalah. Dia iseng mencuri senjata api yang di bawa mereka menuju luar kota. Hingga akhirnya kini mereka menjadi dendam dan mengincar nyawa Walter.
"Mungkin mereka iri padaku," dusta Walter asal saja.
"Tuan, anda sebenarnya siapa? Kenapa punya musuh dan juga senjata? Anda seorang mafia ya?" tanya Rosita yang sudah terlanjur penasaran.
"Intinya aku bukan orang baik," jawab Walter.
"Ya, anda memang bukan orang baik. Orang baik tidak akan memiliki musuh," sahut Rosita. Ia mengeluarkan beberapa hansaplas berwarna pink motif love love kecil. Jelas saja hal itu membuat Walter tersenyum. Tidak mau kelihatan, Walter memalingkan wajahnya ke samping sebelum tersenyum lagi.
"Kau punya bakat menembak. Kau juga tidak takut darah," ucap Walter.
"Kenapa? Apa saya termasuk dalam kriteria anggota anda? Tapi, maaf Tuan. Saya suka ketenangan. Saya tidak suka hidup seperti ini," sahut Rosita. Wanita kembali fokus pada lengan Walter yang terluka.
Walter mendekatkan wajahnya ke Rosita. Tatapannya terlihat menggoda. Pria itu ingin memastikan sekali lagi. Sebenarnya seperti apa wanita yang ada di depannya ini.
"Tidak usah merayu, Tuan. Hatiku tidak akan goyah oleh pria kriminal seperti anda," ucap Rosita.
"Aku peringatkan padamu. Kejadian malam ini hanya terjadi malam ini saja. Aku tidak akan membiarkanmu mengingatnya. Apa lagi sampai menceritakannya ke orang lain. Apa kau mengerti?" tegas Walter. Kali ini wajahnya terlihat serius.
Rosita mengangguk. "Tetapi, Tuan. Saya lapar. Di bawah ada restoran. Apa saya boleh keluar untuk membeli makanan? Jika anda mau saya juga akan membelikan makanan untuk anda," tawar Rosita.
Walter menjauhkan wajahnya dari Rosita. "Tidak. Terlalu berbahaya jika kau keluar."
"Tuan, anda yang bermasalah. Bukan saya. Jika anda tidak mengizinkan saya keluar, darimana saya tahu kalau hidup saya akan baik-baik saja?" protes Rosita.
Walter diam sejenak. Semua yang dikatakan Rosita memang ada benarnya. Mau sampai kapan dia melindungi Rosita. Mereka tidak memiliki hubungan apapun. Hanya sekedar rekan kerja. Walter juga tidak mau terus-menerus menjaga wanita itu.
"Baiklah."
Rosita tersenyum bahagia. "Terima kasih, Tuan." Wanita itu mengambil tasnya dan segera pergi meninggalkan kamar. Walter memperhatikan kamar serba pink yang kini ada di hadapannya. Rasanya jiwanya menjadi tenang melihat warna pink ada dimana-mana seperti itu.
"Rosita? Nama yang bagus. Tapi, dia lebih pantas di panggil Pibi," gumam Walter di dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Fadilah Herbalis Nasa
udah punya panggilan sendiri nih Walter, ikut senyum² juga nih
2022-10-25
2
Kiki Sulandari
Siapa orang orang yg menembaki Walter?
Pibi alias Pinky Baby....
Rosita,apakah akan aman jika kau keluar apartment?
2022-09-15
2
Riyanti
Ada love² kecil 🤣💞💞💞 Walter senyum² sendiri mesti gr ya 🤣🤣🤭
Haduuuh... mana dah nyematin panggilan sayang pula 🤣 Pibi 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-09-10
2