Samar-samar terdengar suara adzan di kumandangkan, lalu dengan perlahan Dia, membuka matanya dan mengumpulkan seluruh nyawanya terlebih dulu.
"Aaaahh ... Baru juga tidur udah main pagi saja," gerutu Dia setelah itu Dia bergegas keluar kamar untuk berwudhu lalu menjalankan sholat.
Nampaknya setelah sholat Dia beranjak tidur lagi seperti biasa, karena mereka hidup bertiga jadi tak terlalu repot harus memasak ataupun beberes seperti kebanyakan orang.
Karena didikan yang diberikan Emak Ita begitu keras, sehingga anak-anaknya tak terlalu bergantung kepadanya. Alasannya jika suatu saat Emak nya menyusul sang suami, maka mereka bisa hidup mandiri.
Aduh author kok nyesek ya, ah jadi inget Mak di lain kampung ... Ya udah lha thor ngapa harus mengsedih sih, lanjut ajalah.😇
30 Menit kemudian. Dia telah bangun dan sang mentari rupanya sudah menampakkan diri di atas sana, dan mulai memberikan pancaran sinar matahari pada semua alam semesta.
"De, kamu berangkat jam berapa kerjanya?" tanya Emak nya.
"Jam delapan ngapa Mak, emangnya." Jawab Dia.
"Gak papa."
"Elah Mak, singkat amat. Sakit gigi ya," ucap Dia.
Peletak.
"Auh, sakit Mak!" sambil mengusap kepalanya yang terkena sentil Emak nya, Dia memonyongkan bibirnya.
"Daripada itu mulut bertambah panjang lebih baik nih, pergi ke warung beli cabe sama terasi." titah Emaknya.
Lalu Dia pun mengambil uang sebesar dua puluh ribu di tangan Emak nya, dengan menghentakkan kaki ia berjalan ke arah pintu depan.
"Dasar Emak nyebelin, bisanya nyiksa anaknya doang." Sepanjang jalan dari mulai rumah sampai di warung Dia, tak henti-hentinya mengumpat Emak nya.
Sesampainya di warung.
Dia, memanggil Bude Nah, selaku pemilik warung. Dan tak berapa lama Bude Nah keluar.
"Beli apa De?" tanya Bude Nah pada Dia.
" Cabe Bude," jawab Dia.
Lalu Bude Nah menimbang Cabe yang di pesan oleh Dia, lalu Dia pun mengambil beberapa kue basah sisa dari kembalian cabe barusan.
Tak berapa lama sampailah Dia di rumah dan memberikan cabe yang di suruh Emak nya beli tadi.
"Terus Ini mana kembaliannya De? kok cuma cabe doang yang kamu kasih ke Emak, terasinya mana?" Emak nya pun merasa curiga karena Dia tak memberikan kembaliannya yang seharusnya sisa 10 ribu.
Nah lho, uangnya kemana hayo, kok cuma cabe, terasinya kamu tinggal di mana hayo.
Hehehe. Dia pun tertawa kecil sambil memperlihatkan apa yang di tangannya.
" De belikan ini Mak," ucap Dia dengan senyuman yang tersungging di wajahnya.
"Nih rasain kamu,"
"Aduh, ampun Mak! sakit."
"Biar, biar patah ini kuping."
"Aduh, dasar Emak durhaka anaknya sendiri di siksa," Dia terus saja meronta meminta agar di lepaskan jewerannya.
Tak segampang itu kalau Emaknya singa lagi marah, tamat sudah riwayatmu. Makanya jangan macan, eh ralat ulang maksudnya macam-macam sama Emak Ita, kamu sih De, di suruh beli cabe sama terasi pulang bukannya bawa terasi malah bawa kue, gini kan jadinya. Hehehe.
"Apa kamu bilang! Emak durhaka, adanya kamu yang durhaka sama emak. Heran aku punya anak cewek satu gini amat ya, di suruh beli cabe sama terasi, yang ada pulang bawa jajanan lagi." Emak Ita pagi-pagi udah dapat mangsa saja Hihi.
Huaaaaa...
hap.
Sesaat Dia pun langsung terdiam dan tak bersuara seperti anak kecil lagi, kok bisa? ya bisa lah orang mulutnya disumpal dengan roti goreng.
"Aish, Emak suka banget nyiksa anak, entar kalau patah gimana coba," dengan raut muka yang kusut, Dia terus saja mengajukan protes karena terus saja dianiaya ya sama Emaknya.
"Lagian itu bukan salah Emak, siapa suruh beli jajanan padahal tadi Emak mau minta tolong buat beli garam lagi, lha ini malah pulang bawa kue," sungut Mak Ita, karena lagi-lagi Dia khilaf dan tak bisa melupakan yang namanya jajan.
"Tadi aja marah-marah uangnya di pakai buat beli kue, lha ini. Dari tadi yang ngabisin kue nya Emak pula," gumam Dia sambil menggigit kue yang disumpal pada mulutnya tadi.
"Kamu bilang apa barusan," tegur Emaknya.
"Emak, makin cantik, iya makin cantik, ngomong-ngomong pakai bedak apaan Mak," basa-basi Dia, karena sudah terpergok oleh Emaknya dan tak ingin dirinya pagi-pagi sudah di jadiin perkedel.
Tua-tua tajem juga itu telinga, batin Dia dalam hati.
"Awas kamu ya, kalau berani mengatai Emak, Emak cincang pakai ini,"
"Enggak Mak, mana berani De ngomongin Emak." Ucap Dia.
.
.
.
.
.
.
.
Tak terasa jam begitu sangat cepat, kini Dia sudah berada di tempat kerjanya dengan mengendarai motor maticnya.
Dia bekerja di rumah makan, karena hanya tempat ini lah yang mau menampung seseorang sepertinya, karena tak perlu menggunakan ijasah tinggi. Hanya butuh kelihaian dan cekatan dalam meladeni para pengunjung dan tentunya cekatan dalam bekerja.
Dengan gaji 1,7 juta yang ia terima, dirinya mampu menyisihkan sebagian uang, dan sebagian di berikan pada Emaknya.
"Mbak!" teriak seseorang pengunjung dan pastinya, semua karyawan harus siap meladeni pembeli meski dirinya pun sedang beristirahat untuk makan.
"Ya sudah kamu duluan saja, aku mau meladeni pembeli dulu," ucap Dia pada temannya.
"Ok." Lalu temannya berjalan ke arah dapur, sedangkan Dia menghampiri seseorang yang memanggil.
"Iya Pak, mau pesan apa?" kata Dia kepada pembeli itu.
"Saya mau lalapan geprek ya Mbak." kata si pembeli itu.
Kenapa suara ini kagak asing di telinga gue ya, gumam Dia dalam hatinya.
Kenapa suara ini serasa pernah dengar ya, ah mungkin saja hanya mirip, batin pembeli itu lagi.
Dan keduanya sama-sama mendongakkan kepala lalu tatapan mereka saling beradu.
"Kamu!" ucap mereka berbarengan.
"Kamu ngapain di sini," lagi-lagi mereka berkata dengan cara bersamaan.
"Bapak gak lihat ya kalau sekarang saya lagi pakai celemek," suara ketus Dia, mampu membuat lelaki itu hanya mampu menatapnya.
Iya juga ya, kagak mungkin ini bocah renang sambil pakai celemek, ah dasar bodoh kamu. Umpat lelaki itu pada dirinya sendiri.
"Hye Pak, Bapak gak lagi ketempelan kuntilaki kan, tiba-tiba senyum-senyum kagak jelas." Ujar Dia pada lelaki berumur itu.
Sesaat lelaki itu pun langsung terdiam karena kata-kata yang di ucapkan oleh bocah yang berada di depannya serasa ada yang aneh.
"Mana ada kuntilaki, yang saya tau kan cuma kuntilanak," ucap lelaki itu.
"Coba Bapak praktekin suara kuntilanak." titah Dia.
Seperti terhipnotis oleh perkataan Dia, lelaki itu pun menurutinya dan menirukan suara kuntilanak.
Ihihihi..Ihihihi.
"Nah itu baru suara kuntilanak, emang Bapak tadi tertawa apa tersenyum?" tanya Dia.
"Tersenyum," jawab lelaki itu.
"Nah berarti bener dong kata saya, Bapak lagi ketempelan kuntilaki, karena gengsi mau ketawa, beda sama kuntilanak yang gak punya malu" Yang di beri penjelasan hanya terdiam sambil menggaruk tengkuknya.
"Tunggu-tunggu jadi maksud kamu," lelaki itupun berpikir keras hingga akhirnya.
"Bocahhh!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
Nur Khasanah
gigi ku kering kak tertawa terus.🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-12-24
2
✨🥀Dhe carissa RCA🥀✨
ada ya Thor Kunti laki ... pocong atau genderewo😁🤭
2022-11-06
0
✨🥀Dhe carissa RCA🥀✨
😂😂😂😂
2022-11-06
0