Meminta Kepastian

Pagi harinya, Qiya kembali menata pakaian syar'i nya ke dalam lemari yang berbeda dengan kamar yang berbeda pula. Hika melarangnya untuk tidur sekamar.

Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan muncul Hika dari balik pintu tersebut.

"Iya, Bun. Bunda tenang aja, aku sama Qiya lagi berusaha mengenalkan kepribadian kita masing-masing," ujar Hika pada bundanya lewat telepon.

"Alhamdulillaah kalau begitu. Bunda ikut senang dengarnya. Jadi mana Qiya nya?"

"Ini, Bun." Hika menyerahkan ponselnya pada Qiya. "Bunda mau ngobrol."

Qiya menerima hp tersebut dari tangan Hika. Tatapan yang di layangkan oleh Hika membuat Qiya di tuntut untuk tidak membicarakan keadaan yang sebenarnya.

"Halo, Bun. Bunda apa kabar?" sapa Qiya pada bundanya Hika, namanya Yasmin.

"Alhamdulillaah .. bunda baik. Kamu gimana, Hika baik kan sama kamu?"

Dari suara yang sengaja Hika loadspeaker, tentu saja pria itu bisa mendengar apa yang di tanyakan oleh bundanya pada Qiya. Qiya melirik sekilas pada suaminya, sebelum akhirnya ia menjawab pertanyaan bunda Yasmin.

"Baik, Bun. Mas Hika baik kok sama aku. Bunda tenang aja," jawab Qiya seraya memandang ke arah suaminya.

"Syukurlah kalau begitu. Kalian belum ada rencana honeymoon kah?"

Di beri pertanyaan demikian, Hika segera mengambil alih hp nya dari tangan Qiya.

"Bun, udah dulu, ya. Kebetulan ini aku sama Qiya mau sarapan. Nanti kita sambung lagi."

"Oh, begitu. Iya, gak apa-apa. Assalamu'alaikum .."

"Walaikum salam .."

Hika menutup panggilan teleponnya. Setelah itu itu beranjak dari kamar Qiya, tapi kalimat Qiya berhasil menghentikan langkah Hika yang sudah berada di ambang pintu.

"Kenapa harus berbohong, mas?"

Hika membalikan badan, menatap perempuan yang saat ini sudah berstatus sebagai istrinya.

"Terus kamu pikir aku bakal ngomong yang sebenarnya?" tanya balik Hika.

"Kalau kamu yakin Zahira itu layak jadi istri kamu, kenapa kamu gak menolak perjodohan kita dengan cara menyakinkan Zahira sama bunda? Kenapa kamu gak melakukannya, mas?"

"Aku bilang aku gak bisa membantah permintaan bunda. Terus kenapa gak kamu aja yang menolak? Dengan kamu yang menolak, pernikahan ini pasti gak akan pernah terjadi dan seharusnya yang saat ini jadi istri aku itu Zahira, bukan kamu!"

Cairan bening kembali memupuk dan menggenang di pelupuk mata Qiya. Terlalu menyakitkan setiap mendengar kata yang keluar dari mulut Hika.

"Kenapa diam? Karena kamu sengaja memanfaatkan keadaan ini kan ?!!" seru Hika membuat tubuh Qiya tersentak di buatnya.

Cairan putih bening itu kini lolos menembus benteng pertahanan pelupuk mata Qiya.

"Cukup, Qiya! Gak usah drama dan gak usah merasa paling tersakiti di sini! Karena yang paling tersakiti di sini itu bukan kamu, tapi pernikahan ini yang memisahkan aku dengan orang yang aku cintai selama hampir dua tahun. Dua tahun, Qiya!"

Hika sengaja menekankan akhir kalimatnya, hal itu tentu saja membuat Qiya semakin salah di mata Hika.

Tanpa rasa iba, Hika berlalu dari sana. Meninggalkan Qiya yang kian terisak.

"Kenapa kamu sampai setega ini sama aku, mas Hika? Kenapa?" ujar Qiya di antara Isak tangisnya.

***

Hika memarkirkan mobilnya di parkiran taman biasa tempat ketemuan dengan Zahira. Tadi pagi ia mendapat pesan singkat dari Zahira, kalau perempuan itu mengajaknya bertemu di sana.

Dari kejauhan, Hika tersenyum saat melihat sang kekasih tengah menunggunya di sana. Di bawah pohon rindang dan di bangku besi putih muat untuk dua orang Zahira duduk di sana.

"Assalamu'alaikum, Za .." sapa Hika, Zahira pun menoleh.

"Walaikumussalam, Ka," jawab Zahira dengan senyum manis menyambut kedatangan Hika.

"Udah lama nunggu?"

"Enggak, kok. Baru Lima menit."

"Oh."

Hika pun duduk di samping Zahira dengan jarak dua jengkal. Ia menatap wajah Zahira yang seperti sedang menyimpan sesuatu.

"Kenapa, Za?"

"Hm?" Zahira mendongak. "Enggak, Ka. Gak apa-apa."

"Terus, kok tumben ajak aku ketemuan? Biasanya kalo kamu ngajak ketemuan kayak gini, pasti ada hal penting."

Zahira menganggukan kepalanya. "Iya, Ka. Ada sesuatu yang harus aku sampaikan sama kamu."

"Apa?" tanya Hika penasaran.

Kedua wajah mereka berubah serius, terlebih Zahira kelihatan sekali kurang enak untuk menyampaikan sesuatu itu.

"Jadi gini, Ka. Kita kan pacaran sudah hampir dua tahun. Karena semalam Abi kurang suka kalau kamu main sampai larut, makanya Abi minta aku untuk menanyakan kepastian sama kamu," ucap Zahira seraya meremas jemarinya yang dingin.

"Maksudnya?"

"Maksudnya, kalau kamu beneran serius sama aku, Abi mau kita segera menunaikan ibadah terpanjang kita, yaitu menikah," jelas Zahira.

Deg.

Seketika sekujur tubuh Hika menegang. Pasalnya Zahira tidak tahu apa yang sudah terjadi pada dirinya saat ini.

"Kenapa mendadak, Za?"

"Sebenarnya gak mendadak sih, Ka. Sebenarnya udah dari jauh-jauh hari Abi nanyain kepastian hubungan kita. Cuma aku masih ingin melihat keseriusan kamu, Ka. Dan sekarang, aku rasa ini waktu yang pas buat aku nanyain kepastian dari kamu."

Hika terdiam, ia tidak bisa memberikan jawaban apapun pada Zahira.

_Bersambung_

Terpopuler

Comments

Eva Karmita

Eva Karmita

😤😤 dasar suami laknat ngak punya hati

2022-09-09

0

Conny Radiansyah

Conny Radiansyah

Hika, laki" pengecut ... semoga Zahira dan Qiya menjauh dari Hika.

2022-09-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!