Ibu Alexander tersenyum. Dia lalu mengusap wajahku. "Lilia, tadi saat Alexander tersadar, dia menyebut namamu. Ibu rasa dia benar-benar serius padamu. Tidak kah kau ingin membahagiakannya?" tanya wanita di sampingku yang sontak membuatku mengerti ke mana arah pembicaraan ini.
Aku tertegun sejenak sebelum menjawab. Bagaimanapun seorang ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Terlebih Alexander adalah putra satu-satunya yang ibu miliki. Pastinya dia menginginkan jawaban yang membahagiakan dariku.
Kuhela napas perlahan lalu menatap kembali wajah ibu dari pria yang selama ini telah menjagaku. Aku mencoba mengutarakan isi hatiku setelah rasa lega kudapatkan. Aku berharap ibunya dapat mengerti perkataanku.
"Jujur Lilia masih trauma untuk berkomitmen kembali, Bu. Lilia belum lama ini terluka. Tapi tidak menutup kemungkinan akan secepatnya membuat komitmen baru." Aku menerangkan.
Ibu Alexander mengangguk, sepertinya dia mengerti maksudku. "Ya. Alexander juga sempat bercerita tentang hal ini beberapa hari yang lalu. Semoga hatimu lekas baikan dan bisa mengambil keputusan untuk masa depan. Ibu mendoakan yang terbaik untuk kalian," katanya yang membuat hatiku tenang.
Aku mengangguk lalu memeluknya kembali. "Terima kasih, Bu. Lilia harap hubungan kita bisa terus seperti ini walaupun nantinya tidak bersama Alexander. Ibu mau, kan?" tanyaku penuh harap padanya.
Sungguh aku amat berharap bisa mendapatkan kehangatan keluarga yang selama ini tidak pernah kurasakan. Aku adalah seorang yatim piatu yang tidak mempunyai tempat untuk pulang. Aku tidak mempunyai ayah dan ibu, aku juga tidak punya sanak keluarga. Aku hidup berdasarkan belas kasihan orang sampai akhirnya bisa berdiri sendiri dalam menjalani kehidupan. Ya, walaupun dengan pekerjaan yang amat langka dilakoni oleh kaum perempuan.
"Iya, Nak. Tapi ibu berharap kalian bisa bersama. Alexander sungguh mencintaimu," tuturnya kembali.
Aku senang. Amat senang karena merasa mendapat restu. Lantas kulepas pelukanku lalu kembali tersenyum padanya. Kubiarkan jam di dinding ruangan menjadi saksi akan kedekatan kami. Semoga saja suatu hari nanti aku bisa memantapkan hati untuk melabuhkan bahtera rumah tangga bersama putranya. Tentunya setelah mengobati rasa sakit yang kualami ini.
Bagaimanapun seorang perempuan tidaklah mudah untuk melupakan sesuatu, apalagi hal yang menimbulkan luka di hatinya. Begitu juga denganku yang masih mencoba menata kehidupan ini. Namun, aku berharap bisa berkomitmen kembali dalam menjalin hubungan kasih. Entah bersama Alexander atau dengan yang lainnya. Kuharap itu yang terbaik untukku.
Esok harinya...
Suara burung berkicau menyadarkanku dari alam mimpi yang baru saja kualami. Perlahan-lahan aku terbangun dan melihat tubuhku tertutupi selimuti tebal bercorak mawar. Tidak salah lagi jika ibu Alexander lah yang menyelimutiku.
Semalam ibu Alexander banyak bercerita tentang putranya saat tersadarkan pertama kali. Dan nama yang disebut oleh Alexander adalah namaku. Sontak ibu jadi cemburu mendengar namaku disebut. Canda tawa akhirnya tercipta di antara keduanya.
Andai saja Alexander itu aku, tentunya bahagia akan kurasakan. Kehangatan kasih sayang seorang ibu bisa menguatkanku dalam menjalani kehidupan. Tapi sayang, aku tidak mempunyai siapa-siapa di sini selain teman baikku yang sudah menikah. Rasanya jika terus merepotkannya juga tidak enak hati sendiri. Jadinya aku berusaha berdikari.
Aku kemudian beranjak bangun lalu melihat jam di dinding ruangan. Ternyata sudah menunjukkan pukul lima pagi waktu ibu kota dan sekitarnya. Lekas-lekas aku bangun lalu melihat keadaan Alexander di atas kasur pembaringannya. Dan kulihat dia masih tertidur di sana. Sepertinya dia memang membutuhkan waktu istirahat yang lebih lama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments