Meet

Aku frustrasi, bahkan hampir depresi menghadapi hal ini. Tidaklah sekali kami melakukannya. Tapi dia dengan begitu mudahnya membuangku. Luka dan duka itu seakan merenggut jiwaku. Namun, bersamaan dengan itu datang seseorang yang mendamaikan hatiku. Seorang pria berambut pirang nan berparas tampan. Lalu apakah salah jika sekarang aku dekat dengannya? Dekat dengan seorang pria yang telah menarikku dari jurang kehancuran?

Ibu, cepat angkat teleponku ....

Aku masih berjalan sambil terus melihat nomor ruangan yang ada di sepanjang koridor ini. Setelah lama menunggu, akhirnya teleponku tidak diangkat juga. Pikiranku kembali cemas terhadap hal yang terjadi. Namun, sebisa mungkin aku terus berjalan hingga akhirnya sampai di depan ruangan nomor 86. Tidak salah lagi jika ini adalah ruangan rawat yang kutuju.

Lantas aku mengetuk pintu sambil terus memegang ponselku. Kubuka pintu dari luar lalu segera masuk ke dalam. Saat itu juga kulihat seseorang tengah terbaring di sana. Dia adalah seorang pria yang mulai menyelimuti hatiku. Dia Alexander, pria bermata biru yang telah mendamaikan hatiku setelah dicampakkan Jake begitu saja. Namun, kini dia tengah terbaring lemah di atas kasur rumah sakit dengan cairan infus dan selang udara yang masih terhubung di tubuhnya.

Dear ....

Lekas saja aku mendekat. Kulihat parasnya yang pucat lalu segera kucium tangannya. Bulir-bulir air mata pun mulai keluar dari persembunyiannya. Rasanya aku ingin menangis saja. Menangis kencang karena tidak terima dengan hal yang kulihat ini.

"Dear ... aku datang ...."

Dadaku terasa sesak sekali. Entah siapa yang telah dengan tega menabraknya sehingga dia bisa seperti ini. Aku tak habis pikir jika itu adalah ulah dari masa laluku. Aku tidak dapat menerima jika memang itu kenyataannya. Karena pria di hadapanku ini tidaklah bersalah. Tidak ada yang salah dengan kedekatan kami setelah aku dicampakkan begitu saja.

Dear, bangunlah ....

Jujur awalnya aku tidak begitu menyukainya. Namun, mungkin Tuhan ingin menunjukkan siapa yang terbaik untukku hingga akhirnya perasaan takut akan kehilangannya pun muncul. Sungguh aku tidak tahu harus bagaimana jika sampai kehilangannya. Selama ini dialah yang selalu ada untukku.

"Lilia?"

Tak lama kemudian kudengar suara seseorang menegurku dari belakang. Aku pun segera menoleh untuk melihat siapa gerangan. Dan ternyata...

"Ibu?"

Ibu dari pria yang tengah terbaring di hadapanku inilah yang menegurku. Aku pun segera menghambur ke pelukannya. Kupeluk dirinya seperti memeluk ibuku sendiri. Dia pun membalas pelukanku seperti memeluk anaknya. Dia mengusap punggungku agar merasa tenang. Tetapi tetap saja hatiku ini tidak bisa menerima kenyataan.

"Lilia, Alexander baik-baik saja. Dia sedang beristirahat sekarang." Ibu dari Alexander memberi tahuku.

Sontak aku merasa senang. Lekas-lekas melepas pelukan lalu menatap wanita paruh baya yang berdiri di hadapanku. "Ibu, sungguh?" Aku ingin memastikan keadaannya baik-baik saja.

"Ya. Tuhan masih melindungi Alexander. Mari kita duduk." Ibu Alexander mengajak ku duduk di sofa.

Aku mengangguk, menurut lalu segera duduk di sofa sudut yang ada di dalam ruangan rawat ini. Kebetulan lampu ruangan sengaja dimatikan dan hanya lampu pasien saja yang dihidupkan, sehingga ibu Alexander menghidupkan lampu tamu untukku.

"Kau menelepon ibu ya tadi? Ibu barusan dari kamar mandi," terangnya sambil mengecek ponsel.

Aku mengangguk. "Em iya, Bu. Tak apa." Aku pun menjawabnya dengan sedikit sungkan.

Terpopuler

Comments

Anisatul Azizah

Anisatul Azizah

syukurlah Alexander masih hidup, aku udah dag dig dug hampir g mau lanjut baca😫

2022-11-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!