Tentang Riana

"Sayang tutup mata dulu." Dimas meminta Rania menutup mata saat mereka sudah selesai menyantap makan malam.

"Mas mau ngasih surprise!"

"Iih sayang kok malah udah tau, jadi nggak seru kan?" Rutuk Dimas agak kesal.

"Ya kan memang begitu biasanya di sinetron atau drama, kalau disuruh tutup mata, pasti mau ngasih sesuatu." Lanjut Rania.

"Iya deh iya. Tapi tutup mata dulu ya."

"Baiklah."

Rania memejamkan matanya dan menutupnya menggunakan ujung jilbabnya. Dimas menggerakkan telapak tangannya di depan wajah Rania, tapi Rania tidak merespon, itu tandanya Rania benar benar menutup matanya.

Dimas mengeluarkan sesuatu dari saku jas yang dipakainya. Box kecil persegi panjang berwarna merah. Diletakkannya box itu di depan Rania.

"Udah, buka matanya." Ucap Dimas.

Perlahan Rania membuka matanya, lalu dia menatap pada Dimas yang hanya tersenyum padanya. Ditangan Dimas tidak ada apa apa hingga membuat raut wajah Rania tampak sendu.

"Kenapa, sayang?" Tanya Dimas masih tetap tersenyum gemas karena dia berhasil membuat Rania merasa tertipu.

"Ngak apa apa kok mas." Menundukkan kepalanya. Matanya membola saat melihat box navy yang ternyata ada didepannya.

Senyum bahagiapun kembali menghiasi wajahnya. Segera diambilnya box itu dan dibukanya.

"Mas ini benaran buat aku?"

"Iya sayang. Apa sayang tidak suka?"

Rania menggelang, matanyanya sudah berkaca kaca. Dia sangat menyukai kalung berliontin hutuf R. Kalung seperti ini pernah dimilikinya saat Ayahnya masih hidup.

"Makasih banyak ya mas. Aku suka banget kalung ini, apa lagi liontinnya. Dulu aku pernah punya kalung seperti ini." Tuturnya.

"Sini mas bantu pakaikan."

Dimas mendekat pada Rania. Diambilnya kalung itu dan dipakaikan di leher Rania yang masih tertutup jilbabnya.

"Cantik banget mas, kakung ini benar benar mirip dengan kalung pemberian Ayah." Rania memegangi liontin kalung itu.

Rasa kerinduan kepada Ayahnya semakin besar saat melihat kalung berliontin R yang tidak lagi dimilikinya sejak Ayah meninggal. Dan kini kalung itu seakan kembali dimilikinya. Sungguh Rania merasa sangat bahagia dan terharu karena suaminya memberikan hadiah paling indah diulang tahunnya yang ke dua puluh delapan.

"Happy birth day to you my wife." Dimas berlutut dihadapan Rania.

"I love you so much." Mencium punggung tangan Rania.

"I love you to, mas. Aku sungguh bahagia malam ini." Rania memeluk kepala Dimas yang bersandar di pangkuannya.

Begitulah malam romantis pasangan harmonis itu. Mereka pun langsung bergerak untuk pulang dan melanjutkan keromantisan dan kemesraan mereka kembali di dalam kamar.

Mobil Dimas dan Rania melaju kencang berpacu dijalan raya yang masih ramai meski jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih empat pulu, malam.

Saat sedang asyik berbincang mesra, handphone Rania berdering. Rupanya ada panggilan video call dari saudara kembarnya Riana yang kini sedang berada di Paris.

"Riana, happy birth day to you…" Teriak heboh Rania saat melihat wajah saudara kembarnya yang hampir tujuh tahun terakhir tidak pernah bertemu.

"Happy birth day to you too my sister." Riana pun mengucapkan ulang tahun untuk Rania.

"Disini masih terang benderang, dan disana sudah malam kah?" Tanya Riana.

"Iya disini sudah hampir jam sebelas malam."

"Kamu bersama suamimu?"

"Iya dong. Kami baru selesai makan malam romantis untuk merayakan ulang tahunku."

"Oh so sweet, aku juga ingin segera menikah!" Rengek Riana.

"Ya menikahlah, Ri. Apa kamu tidak bosan hidup sendirian di Negara asing itu?"

"Tentu bosan, beb."

"Kalau begitu menikahlah." Rania menyarankan agar Riana segera melepaskan masa lajangnya.

"Kamu tahu, aku sangat pemilih soal pria. Jadi sampai sekarang aku masih belum menemukan pria yang tepat untuk diajak menikah."

"Apa kamu menginginkan pria Indonesia?" Dimas ikut nimbrung.

"Tentu, Dim. Tapi, tidak ada pria yang sepertimu." Goda Riana.

"Masih banyak kok di Indonesia yang seperti mas Dimas, Ri. Makanya pulang ke Indonesia segera." Lanjut Rania.

"Aku memang punya rencana untuk pulang, beb. Tapi, aku harus mengurus banyak hal dulu disini."

"Pulanglah jika semuanya sudah beres, Ri. I miss you so much." Rengek Rania yang memang sudah sangat merindukan kembarannya itu.

"I miss you too beb. Aku mau pulang, tapi aku tidak punya tempat tinggal. Kamu tahu kan, rumah lama kita sudah dijual untuk biaya pengobatan ibu waktu itu."

"Rumahku dan mas Dimas lumayan besar loh, Ri. Ada banyak kamar juga. Kamu bisa tinggal sementara dengan kami."

"Aku tidak mau merepotkan kalian. Lagi pula belum tentu Dimas mengizinkan."

"Tentu dizinkan kok. Iya kan mas?" Tanya Rania pada suaminya.

"Ya, tidak masalah."

"Tuh dengar, Dimas ngizinin kamu tinggal bareng kita kok." Rengek Rania yang berharap saudarnya itu mau kembali ke Indonesia.

"Ok beb, aku akan pulang. Tapi, belum dalam waktu dekat."

"Kapan? Masih lama?"

"Ya sekitar dua atau tiga bulan lagi lah. Aku harus menyelesaikan kontrak kerjaku dulu, baru bisa pulang ke Indonesia." Jelasnya.

"Mmh, baiklah. Aku tunggu."

"Ok. Nikmati malam indah kalian. Byee…" Riana mengakhiri pembicaraan itu.

Ada raut kesedihan dimata Rania saat panggilan berakhir. Dia sangat merindukan Riana. Hanya Riana yang dia punya saat ini selain suaminya.

"Sayang, kamu baik baik saja kan?" Dimas mengelus pipi Rania.

"Aku harap Riana benaran akan pulang, mas. Aku sangat merindukannya." Imbuhnya.

"Dia pasti akan pulang, kok. Kamu jangan sedih lagi ya. Kan malam ini kita temanya harus bahagia." Membujuk Rania.

Senyumpun terlihat kembali di wajah menggemaskan Rania. Dia pun kembali menyenderkan kepalanya dibahu suami tercintanya yang ternyata menyimpan banyak rahasia darinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!