Bertemu pak Radit

Mobil mereka masih terus melaju kencang, sampai pada akhirnya, Dimas memperpelan laju mobilnya.

"Kenapa, mas?"

"Sepertinya itu mobil pak Radit." Batinnya.

Rania melihat raut wajah Dimas yang tampak serius melihat kearah mobil yang terparkir di pinggir jalan di depan mereka.

"Mas kenal pemilik mobil itu?"

"Iya sayang. Itu pak Radit CEO di perusahaan Mas." Jawab Dimas sambil menepikan mobilnya tepat di depan mobil Radit.

"Tunggu bentar ya."

"Iya mas."

Dimas keluar dari mobilnya. Dia menghampiri Radit yang tampak kesusahan mengganti ban mobilnya yang kempis.

"Pak Radit." Sapa Dimas.

Pria bernama Radit itu menoleh dan mendapati Dimas berdiri di sampingnya.

"Eh Dimas. Sorry saya tidak menyadari kedatanganmu."

"Bannya bocor ya, pak?" Dimas ikut memeriksa.

"Iya nih. Mana bengkel jauh dari sini."

"Telpon mobil deret saja, pak!" Saran Dimas.

"Sudah, tapi katanya baru bisa besok pagi."

"Kamu punya dongkak nggak?"

"Tidak, pak. Ada sih tapi ditinggal di rumah."

"Waduh gimana ya. Saya harus segera pulang, putri saya kehabisan susu, saya harus pulang cepat sebelum dia bangun." Radit tampak bingung.

"Putri bapak ada di mobil?"

"Iya. Tidur dia."

"Naik taxi saja pak." Dimas mengecek jam ditangannya yang ternyata hampir tengah malam.

"Taxi sudah tidak beroperasi lagi jam segini. Mau naik ojek takut putri saya masuk angin."

Sebentar Dimas berpikir. "Bentar ya, pak." Dimas berlari menuju mobilnya. Dia menceritakan masalah yang dihadapi Radit pada Rania.

"Kenapa nggak diajak naik mobil kita saja, mas." Saran Rania.

"Jalan ke rumahnya nggak searah sama kita sayang. Kecuali kalau sayang tidak keberatan, ya kita antar pak Radit pulang dulu, baru kita bisa pulang."

"Ya sudah nggak apa apa, mas. Lagian kasihan juga kan putrinya masih bayi."

"Benaran nggak apa apa?" Ualang Dimas.

"Iya, mas nggak apa apa."

Dimaspun kembali mendekati pak Radit yang sudah masuk ke mobilnya untuk menenangkan putri kecilnya yang sudah terbangun dan menangis. Satu satunya cara menenangkan putri kecilnya dengan memberinya susu. Sementara susunya habis. Botol dot kosong itu diberikan pada putri kecilnya, tapi dia tetap menangis, karena botol itu kosong.

"Pak, mari ikut mobil saya." Ajak Dimas.

"Wah maaf merepotkan, tapi saya tidak punya pilihan lain."

"Tidak usah sungkan begitu pak."

Rania menoleh saat telinganya mendengar suara tangisan bayi. Dia langsung keluar dari mobil menghampiri Radit dan Dimas.

"Mas boleh saya bantu diamkan bayinya?" Bisik Rania ditelinga Dimas.

"Pak boleh istri saya coba menenangkan putri bapak?" Tanya Dimas.

Sebentar Radit menatap wajah Rania yang tampak keibuan dan menenangkan.

"Wah saya sudah merepotkan kalian." Memberikan bayinya pada Dimas untuk diserahkan pada Rania.

"Cup, cup, sayang..." Rania menggendong bayi itu, memberi tepukan dipunggungnya sehingga bayi itu benar benar tenang.

"Mari pak." Ajak Dimas dan Rania untuk segera masuk ke mobil mereka.

Rania memilih duduk di kursi belakang agar lebih leluasa menidurkan bayi itu. Sementara Radit duduk di kursi depan bersama Dimas.

"Meski kami belum dikaruniai anak, tapi saya dan istri sering latihan mengasuh bayi pak."

"O ya? Pantasan putri saya tampak nyaman. Padahal, dia sangat sensitif terhadap sentuhan tangan asing." Ujarnya merasa tidak percaya putri kecilnya itu bisa nyaman dipangkuan Rania.

Dimas hanya tersenyum, begitu juga dengan Radit. Sementara, Rania melantunkan sholawat pengantar tidur untuk putri kecil Radit. Tidak lupa Rania juga membacakan surah surah pendek pada putri kecil Radit.

"Sudah berapa bulan usianya, pak?" Tanya Dimas.

"Bulan depan ulang tahun pertamanya."

"O ya? Nggak terasa ya pak."

"Iya. Tidak terasa, istri saya sudah satu tahun meninggalkan saya dan Rumi." Gumamnya pelan.

Dimas mengangguk saja saat melihat raut wajah Radit tampak sendu dan sedih mengingat almarhum istrinya.

"Jadi nama si cantik ini, Rumi toh." Batin Rania. Dia tersenyum menyentuh wajah imut itu.

"Tumbuh jadi anak yang sholehah ya nak. Jadilah tiket yang bisa mengantarkan kedua orangtuamu ke syurganya Allah. Aamiin." Rania berucap dalam hatinya sambil mengelus lembut kepala Rumi yang berlapis jilbab khusus bayi.

Sesekali Dimas mencuri pandang wajah bahagia dan senyum manis istrinya saat bayi ada dalam gendongannya.

"Semoga kalian disegerakan mendapatkan momongan." Imbuh Radit memecah kesunyian.

"Terimakasih doanya pak Radit. Kami memang masih terus berusaha agar bisa memiliki bayi."

Dimas mengatakan itu sambil tersenyum dan mengedipkan mata pada Rania dan dibalas senyum manis oleh Rania. Radit Hanya bisa berpura pura tidak melihat tingkah manis pasangan itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!