Alfian menoleh ke arah buku tebal motif batik di atas meja ruang tamu. Ia mencoba mengingat-ingat sesuatu. Ia merasa tak pernah menyimpan buku seperti itu di kamarnya. Ibunya pun sepertinya tidak. Karna penasaran, ia mendekat ke arah meja dan mengambil buku itu.
Lembar demi lembar buku itu dibukanya. Alfian mendesah. Lembar demi lembar buku itu penuh dengan tulisan berbahasa Arab yang sama sekali tak ia mengerti. Ia terus membuka lembaran buku hingga di lembaran terakhir. Alfian menatap lekat pada sebuah nama yang tertera di pojok atas bagian dalam sampul buku,
"Emi Widjayanti" . Mmh...," Alfian mengernyitkan dahinya. Sebuah nama yang bagus. Dia yakin, pemilik nama itupun akan secantik namanya. Tapi kenapa buku itu ada di sana? Batin Alfian penasaran.
Alfian mendesah dan menoleh ke kamar ibunya.
"Bu, buku yang di meja punya siapa ya."
"Ibu gak tahu. Tadi ibu pungut di depan rumah. Mungkin punya anak yang mondok di pesantren sebelah," sahut ibunya dari dalam kamar. Kembali Alfian mengernyitkan dahinya. Ia tersenyum. Dia mencoba berandai-andai jika buku itu adalah milik gadis berkerudung putih. Mmmh...Tapi ia rasa bukan. Jalan menuju rumahnya adalah jalan buntu yang berakhir di persawahan. Para santri memang sesekali datang berbelanja ke toko milik tetangganya. Walaupun tempatnya terpencil, toko itu satu-satunya yang terlengkap di tempat itu.
"Taruh saja bukunya di atas meja nak. Siapa tahu besok ada yang mencarinya." sambung ibunya setelah beberapa saat terdiam.
Alfian meletakkan kembali buku itu di atas meja. Setelah itu ia bangkit dan melangkah menuju kamarnya.
Sementara itu. Emi terlihat mondar-mandir di kamarnya. Sesekali keluar ke ruang tamu, memeriksa rak demi rak buku di ruang tamu. Tas hitam yang selalu ia bawa ke pesantren berulangkali ia periksa, tapi sesuatu yang dicarinya tak juga ketemu.
"Emi, kenapa buku di rak ini berantakan sekali." Terdengar panggilan ayahnya dari arah ruang tamu. Emi segera keluar menemui ayahnya.
"Tenang Yah, nanti Emi rapikan."
"Yang kamu cari apa sih sampai semua berantakan seperti ini,"
Emi tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Buku catatan bahasa Arab Emi Ayah. Emi lupa menaruhnya di mana. Apa jangan-jangan ketinggalan di pesantren."
"Mana Ayah tahu, kamu yang punya buku. Di ingat-ingat dulu sana, tapi jangan sampai tidur terlalu malam. Dan ingat, rapikan dulu bukunya sebelum kamu tidur," kata pak Marwan sambil berlalu menuju kamarnya.
Emi mendesah pendek. Keringatnya mengalir membasahi tubuhnya. Sudah sejam lebih ia mencari bukunya, dan ia menyimpulkan buku itu memang tidak ada di rumah. Mungkin benar ketinggalan di pondok atau terjatuh di suatu tempat.
Emi melangkah menuju rak buku dan mulai merapikannya.
Setelah selesai merapikan buku di ruang tamu, Emi melangkah menuju kamarnya dan langsung menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur.
Emi berusaha memejamkan matanya tapi tetap saja tak bisa. Ia membutuhkan buku itu sebagai bahannya mengajar besok pagi. Ada beberapa nomor HP teman-temannya juga yang ia simpan di buku itu.
Emi kembali berusaha mengingat. Mulai dari berangkat ke pondok pagi tadi, hingga pulang pada sorenya. Tapi tetap saja ia tidak bisa mengingat di mana ia meletakkan buku itu.
Emi mengernyitkan keningnya. Tiba-tib Ia tersenyum. Nampak dari wajahnya, ada titik terang terkait keberadaan bukunya.
Dia baru ingat, tadi sore sebelum pulang ke rumahnya, ia mampir dulu di toko kampung sebelah untuk membeli lem tembak dan beberapa lembar kertas manila. Kemungkinan buku itu jatuh di sana. Itu satu-satunya tempat yang pantas ia curigai. Sedikit tidak, itu bisa membuat hatinya sedikit tenang malam ini.
Jam telah menunjukkan pukul 11 malam. Emi mulai memejamkan matanya dan tak lama kemudian, suara ngoroknya terdengar membelah sunyi kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments