Matahari pagi seakan enggan menampakkan sinarnya. Awan hitam mulai berarak, menambah gelap suasana. Sesekali terdengar gelegar alam bagaikan luapan emosi yang tertahan.
Aleesha berdiri di ambang pintu kaca balkon kamarnya. Menatap jauh ke langit, mencari kemana menghilangkan seberkas cahaya.
Wajahnya pucat tanpa polesan make up. Mata lelahnya seakan bicara, 'sepanjang malam dia terjaga'. Teringat kembali percakapan semalam dengan Ayah dan Bunda.
*Flashback On
"Janji apa Ayah ?" Lirihnya.
"Sebuah janji perjodohan, putra mereka dengan anak yang masih ada di dalam kandungan Ibu Linda jika terlahir perempuan, dan anak itu, kamu Aleesha." Terasa disambar petir Aleesha mendengarnya.
Tidak ada sepatah katapun mampu keluar dari bibirnya.
"Jangan terlalu dipikirkan Nak, semua bisa dibicarakan dengan baik." Komentar Bunda, saat mengetahui perubahan mimik wajah putrinya.
"Tapi jangan dianggap sepele Bun, ibaratnya itu sudah menjadi sebuah nadzar bagi mereka." Sanggah Ayah.
"Apa tidak ada cara lain Yah ?" Tanya Bunda seakan juga tidak rela jika putrinya tidak bahagia karenanya.
Namun Ayah hanya diam terpaku tanpa bisa menjawab apa-apa.
"Semuanya sudah terlanjur menjadi perjanjian mereka Bun, kita hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anak-anak kita. Kalau boleh Ayah sarankan, lebih baik kita adakan pertemuan keluarga, sehingga kalian bisa saling mengenal terlebih dahulu." Kata Ayah akhirnya buka suara.
"Benar kata Ayah Nak. Lagipula, putra Rose dan Herman, pasti seorang yang baik dan santun." Sambung Bunda.
"Setelah kalian berdua bertemu, semua Ayah kembalikan kepadamu Aleesha, apapun keputusan yang kamu ambil." Kata Ayah mengakhiri perbincangan malam itu.
*Flashback Off
'Apa yang harus aku lakukan ?'
'Haruskah aku menolak perjodohan ini, atau tetap menerima nya sebagai bukti patuhku kepada mendiang ayah dan ibuku ?'
'Lalu ... bagaimana dengan hati dan perasaanku ?'
'Bagaimana dengan semua impian-impianku ?'
'Apakah aku bisa menerima dia sebagai jodohku ?'
'Bahkan aku tidak mengenal dia sama sekali.'
Tak terasa cairan bening mengalir, membasahi pipinya, seiring dengan bunyi getar handphone yang membuyarkan lamunannya.
"Siapa pagi-pagi begini nelfon." Ucapnya sendiri.
Sebuah nomor tak bertuan menari-nari pada layar handphone nya.
"Hallo." Sapa Aleesha sedikit ragu.
"Hallo Buk, apa kabar ?" Lembut terdengar suara dari sebrang.
"Alhamdulillah, baik. Ini, siapa ya ?" Tanya Aleesha masih belum mengenali siapa pemilik suara yang menghubunginya.
"Ibu pura-pura lupa atau memang ngelupa ?" Ucapnya, membuat hati Aleesha yang sedang kesal semakin tambah geram.
"Maaf, tapi saya benar-benar tidak tahu." Sungut Aleesha kesal.
"Oh ... Jadi begitu ya, orang kalau sudah sukses, pasti lupa dengan sekelilingnya." Ada nada jengkel pada kalimat yang dia utarakan.
"Sekali lagi, saya mohon maaf. Tapi saya benar-benar tidak tahu siapa anda."
Bukan hanya tidak bisa mengingat siapa pemilik suara dari sebrang sana, tapi memang daya pikirnya sedang terpengaruh oleh perasaannya yang galau.
Dengan kesal, Aleesha menarik handphone nya, bermaksud ingin mematikan tombol merah di layar tengahnya.
"Ichaaaaaa !!!" Teriaknya membuat Aleesha mengurungkan niat untuk mematikan handphone nya.
"Keysha." Lirihnya.
Hanya pemilik nama yang keluar dari bibirnya itulah, yang mempunyai suara nyaring dan memekikkan telinga.
• Keysha Fitria
Sahabat karib Aleesha, di masa-masa sekolah dulu. Pendidikan mengharuskan mereka berdua untuk berpisah. Keysha memilih ilmu kedokteran untuk mewujudkan cita-citanya. Meskipun jarak selalu memisahkan mereka, namun kekuatan hati membuat mereka selalu dipertemukan kembali.
"Sombong amat, sampai-sampai tidak mengenali suaraku." Sungutnya kesal.
"Maaf, maaf, aku pikir tadi teror dari mana. Habisnya, kamu juga niat amat ngerjain aku pagi-pagi begini. Mana suaranya dimanis-maniskan lagi." Jawab Aleesha, masih dengan nada kesal di hatinya.
"Tunggu deh, ngomong-ngomong apa gerangan yang membuat nada suara sahabatku yang cantik ini terkulai lemah." Goda Keysha, seolah bisa membaca pikiran sahabat nya.
"Sok tau lo...nomor kamu ganti lagi ? Atau nomor baru untuk gebetan baru ?" Tanya Aleesha mulai mengikuti candaan sahabatnya itu.
"Handphone aku rusak Cha, jatuh waktu ada acara kunjungan ke kampung, mana semua kontak hilang lagi, untung semua orang di dunia ini tau siapa Aleesha Zavira, jadi gampang aku menemukan nomormu kembali." Godanya.
"Tau ach." Komentar Aleesha semakin kesal.
"Hahahaha, ngambek gak tu..." Kelakarnya.
Aleesha terdiam. 'Andai saja kamu ada di sini Key, pasti ada tempat untukku meluapkan isi hati.' Rintihnya dalam hati.
"Cha...hallo, kamu masih di situ ?"
"Eh ... oh, iya."
"Ada apa Cha ? Aku tidak yakin kamu baik-baik saja." Komentar Keysha yang selalu bisa merasakan apa yang Aleesha rasakan.
"Aku, aku, tidak apa-apa Key. Aku cuma kangen aja sama kamu."
"Haiissstt... seperti anak kecil saja. Kita kan bisa ketemu sewaktu-waktu." Jawab Keysha yang membuat Aleesha tercengang.
"Maksud kamu ?"
"Mulai hari ini, aku ditugaskan di Rumah Sakit 'Harapan Sehat'."
"Harapan Sehat ? Kan dekat sama Apartemen aku."
"Iyes."
"Beneran Key ?"
"Ya bener dong, memang kapan aku pernah bohong ?"
Bagai seberkas cahaya hangat yang Aleesha rasakan saat ini. Entah kenapa, sejak apa yang dia dengar dari sang Ayah semalam membuat benak Aleesha tertuju pada sahabatnya yang satu ini.
"Cha, kok ilang lagi." Gumam Keysha, yang kehilangan suara sahabatnya dari benda yang masih dia tempelkan di telinga.
"Eh, iya Key. Aku dengar kok. Aku seneng aja bisa mendengar suara kamu." Ucapnya terdengar terbata.
"Ada apa Cha, ada masalah ?" Tanya Keysha ingin memastikan kalau sahabatnya dalam keadaan baik-baik saja.
"Entahlah Key, aku sendiri tidak tau, ini sebuah masalah apa bukan untukku." Lirihnya.
"Cerita dong Cha, siapa tahu aku punya solusi untukmu." Bujuk Keysha.
'Ada baiknya aku ceritakan apa yang Ayah sampaikan semalam, mungkin dengan begitu bisa mengurangi sedikit beban pikiran di hatiku.' Kata hati Aleesha mengambil keputusan.
Sejak mereka sama-sama menginjak remaja, Keysha lebih banyak mengenal sifat laki-laki, dibandingkan Aleesha yang lebih banyak diam dan menutup diri untuk semua pria yang ingin mengenalnya.
"Semalam, Ayah dan Bunda mengutarakan niat mereka untuk mengenalkan aku dengan putra dari sahabat mereka." Kata Aleesha mengawali cerita.
Keysha mendengar dengan seksama, kalimat demi kalimat yang keluar dari bibir sahabatnya. Sesekali, dia ungkapkan pertanyaan-pertanyaan untuk memuaskan rasa keingintahuan dari cerita yang dia terima.
"Benar kata Ayah Cha, lebih baik kalian ketemu dan saling mengenal satu sama lain, karena bagi Ayah, apa yang Beliau sampaikan merupakan sebuah amanah yang harus dipenuhi." Saran Keysha setelah mendengarkan cerita panjang dan lebar.
"Iya Key." Ada perasaan lega terungkap dari jawaban Aleesha.
"Lagipula, kapan seorang Aleesha mau membuka hatinya untuk laki-laki, kalau tidak dikenalkan seperti ini." Komentar pedas Keysha yang sebenarnya mulai keluar.
"Apaan sih."
"Ingat Cha, pangeran yang ada di dalam hatimu, itu hanya ada di negeri dongeng. Jadi buang jauh-jauh kisah Cinderella di dalam hatimu." Kata Keysha bermaksud membangunkan sahabatnya dari mimpi yang panjang.
"Icha ! Kamu sudah bangun Nak ?" Panggil Bunda dari luar kamar yang samar-samar terdengar sampai ke telinga Keysha di sebrang sana.
"Iya Bun." Jawabnya singkat, masih dengan handphone yang menyala di telinga.
"Cha, itu suara Bunda ya ? Kasih alamat kamu Cha, biar aku bisa main ke apartemen kamu, aku kangen banget sama Bunda."
"Siap Bu Dokter, nanti skalian aku share lok ya." Jawab Aleesha mulai mengembangkan senyumnya.
"Udahan dulu ya, nanti kita sambung lagi."
"Eh... sebentar Cha, halo, Icha !"
Tut ... tut ... tut ...
Terdengar tanda telepon telah dimatikan.
"Yahh ... dimatiin lagi, kebiasaan ni anak." Gerutu Keysha sendiri.
Next On ---------------->
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments