Aleesha berjalan tergesa-gesa setengah berlari menuju ruang tunggu di depan pintu kedatangan di Bandara.
'Semoga belum terlambat.' ucapnya dalam hati, sesekali dia tengok arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
Namun, di luar perkiraan, dari jauh sudah terlihat Ayah dan Bundanya menunggu di sana.
"Aleesha, kesayangan Bunda." Panggil Beliau saat melihat putrinya berlari.
Itulah kalimat pertama yang selalu Aleesha dengar saat berjumpa dengan Bunda.
•Aida Yulaikha,
Ibu angkat Aleesha Zavira. Beliau seorang ibu rumah tangga, yang hampir putus asa, sejak Dokter menyatakan kalau rahimnya harus diangkat, dikarenakan telah terinfeksi virus yang bisa menyebabkan tumbuhnya kanker pada rahim.
Namun hidupnya kembali terasa berarti sejak hadirnya Aleesha kecil di pangkuannya. Meskipun bukan terlahir dari rahimnya, Aleesha kecil adalah anugerah terindah yang Allah titipkan kepadanya.
"Ayah, Bunda, maafkan Icha. Icha terlambat." Ucapnya usai mencium punggung tangan kedua orangtuanya.
"Tidak apa-apa, yang penting kita sudah sampai dengan selamat." Kata Ayah bijak.
•Hermantoro
Ayah angkat Aleesha Zavira. Beliau seorang pensiunan guru, yang mendidik dan menyayangi Aleesha sejak ditinggal kedua orangtuanya.
"Ayo-ayo, Bunda ingin segera rebahan, untuk persiapan acara nanti malam."
"Tidak usah dipaksakan Bun, kalau Bunda capek, biar ayah saja yang datang." Komentar Aleesha sembari mendorong travel bag orang tuanya.
"Tidak-tidak, Bunda sehat, kuat, cuma butuh sedikit istirahat saja, nanti juga hilang capeknya." Kekeh Beliau.
"Maklum Cha, faktor U." Canda ayah menanggapi kalimat Bunda.
Canda tawa ria terdengar di dalam perjalanan menuju apartemen Aleesha. Berlanjut sampai di dalam rumah, hingga tak terdengar lagi suara Ayah dan Bunda yang terlelap karena rasa capek melanda.
***
Sabtu, 8 Januari 2022
Malam Minggu yang ditunggu. Reuni akbar yang lama tidak digelar, membuat kedua senior ini begitu bersemangat untuk menghadiri.
"Ayo Bun, jangan lama-lama dandannya." Teriak Ayah setengah menggoda.
"Iya sebentar Yah."
"Mau dandan seperti apa juga gak bakalan laku lagi." Celetuk Ayah bercanda.
"Memangnya Ayah rela kalau Bunda laku lagi."
"Hah, coba saja kalau berani."
"Hhmmm...gak rela kan."
Aleesha tersenyum mendengar candaan Ayah dan Bundanya. Suasana bahagia yang lama tidak dia rasakan, semenjak dia meniti karier dan harus jauh dari orang tuanya.
Di dalam hati, Aleesha berdoa, semoga kelak dia akan mendapatkan seorang pendamping seperti Ayahnya, sabar, pengertian dan penyayang.
Sejak kecil, belum pernah sedikitpun Aleesha melihat atau merasakan kemarahan Ayah. Meskipun mereka bukan orang tua kandung nya, tapi kasih sayang yang mereka berikan melebihi kasih sayang orang tua kepada anaknya. Jika Bunda merajuk, Ayah dengan sabar menenangkan.
"Let's go, Bunda sudah siap." Bahasa gaul Bunda membuyarkan lamunan Aleesha.
"Kamu yakin mau antar Ayah dan Bunda ?" Tanya Ayah kepada putrinya.
"Yakin, memangnya kenapa Yah ?" Jawab Aleesha ganti bertanya.
"Bukan apa-apa, Ayah cuma tidak mau kamu capek. Bukannya sejak pagi tadi kamu ada acara. Dan ayah lihat kamu belum istirahat sampai sekarang." Ucap Ayah panjang lebar.
"Gakpapa Yah, Icha senang bisa jalan sama Ayah dan Bunda. Lagipula tempat acaranya juga tidak begitu jauh dari apartemen."
"Atau begini saja Nak, Icha cukup mengantarkan Ayah dan Bunda saja. Nanti pulangnya kita pesan taxi online. Bagaimana ?" Kata Bunda urun rembuk.
"Gakpapa Bunda, Icha bisa tunggu sampai acara Bunda selesai."
"Jangan, jangan. Benar apa yang Bunda bilang, karena kita sendiri belum tahu acaranya selesai jam berapa." Cegah Ayah juga.
"Baik, baik, Icha ikut saja apa kata Bunda. Tapi ingat, kalau Icha siap dua puluh empat jam, kapanpun Ayah selesai bisa hubungi Icha." Tegasnya.
Dengan sedikit dibumbui perdebatan, akhirnya Aleesha menyerah dan nurut apa yang Bunda katakan. Cukup antar, tinggal, jemput lagi nanti kalau sudah selesai acara.
Lokasi tempat acara reunian memang tidak jauh dari apartemen Aleesha. Cuma memakan waktu setengah jam perjalanan. Gedung yang digunakan adalah gedung serbaguna milik keluarga besar Purnama sekaligus promotor acara reuni angkatan 70an saat ini.
"Kalau begitu, Icha tinggal ya Bun ?" Pamitnya.
"Iya Nak, hati-hati di jalan ya."
Ayah dan Bunda segera berjalan menuju ruang dimana acara akan berlangsung.
"Wah, hebat ya Hendra dan Rose, mereka bisa sesukses ini. Punya usaha dimana-mana." Gumam Bunda mengagumi megah nya gedung yang mereka masuki saat ini.
•Hendra Purnama & Rosemalina Purnama
Teman seangkatan Ayah & Ibu angkat Aleesha, yang juga sahabat karib Ayah dan Ibu kandung Aleesha.
"Bunda dengar, katanya putra sulung mereka juga seorang pengusaha sukses Yah." Lanjut Bunda sembari berjalan.
"Coba kalau Deni dan Linda masih ada ya Bun." Komentar Ayah.
Entah kata-kata mana yang sesuai dengan pernyataan Bunda.
•Deni & Linda
Orang tua kandung Aleesha, yang meninggal saat Aleesha masih berusia sebelas bulan. Beliau meninggal akibat sebuah kecelakaan tunggal.
Sejenak Bunda terdiam, ada sesuatu di masa lalu yang terlintas pada memori Bunda.
"Iya Yah, padahal dulu mereka sangat dekat." Raut wajah Bunda berubah muram saat mengucapkan kalimat itu.
"Ah, sudahlah Bun. Tidak usah diingat-ingat lagi."
Tak terasa obrolan sambil berjalan membuat Ayah dan Bunda tidak menyadari ada sepasang mata yang memperhatikan.
"Mas Herman." Sapa seorang pria yang usianya tidak jauh beda dengannya.
"Hendra Purnama." Balas ayah menyapa.
Mereka saling berpelukan, melepas rasa rindu yang lama tak bertemu.
"Apa kabar Mas Herman ?"
"Alhamdulillah, baik, baik."
"Hhhmmmm, kalau sudah ketemu bestinya. Kita-kita dicuekin ya Mbak." Komentar Mama Rose yang sudah berpelukan dengan Bunda Aida, saat melihat keakraban suami-suami mereka.
"Hahahah... Rose, senang sekali bisa bertemu lagi." Sapa Ayah.
"Terimakasih sudah hadir Mas, Mbak. Ayo, mari silahkan. Kita ikuti acara dulu, nanti ngobrol lagi." Pinta Mama Rose disaat acara akan segera dimulai.
Mengingat situasi dan kondisi, membuat mereka belum banyak melakukan obrolan. Bahkan hingga acara usai, rasa lelah membuat mereka melupakan janji untuk berbincang kembali.
"Mbak Aida, kalian menginap dimana ?" Tanya Mama Rose saat acara telah usai.
"Kami, menginap di apartemen anak kami, di jalan melati, tidak jauh dari sini." Jawab Bunda.
"Oh ya, itu kan satu arah dengan rumah kami. Lalu kalian naik apa ke sana ?" Komentar Papa Hendra bertanya.
"Barusan saya menghubungi Aleesha, anak kami, untuk menjemput." Kata Ayah.
"Mas Herman, Mbak Aida, hubungi kembali anaknya, biar kami antar sekalian. Kita kan searah." Pinta Mama Rose.
"Tidak apa-apa, Aleesha sudah dalam perjalanan ke sini." Jawab Ayah tidak mau merepotkan.
"Oh ya Mas, masih lamakah di sini ?" Tanya Papa Hendra.
"Eeehhhmmm, belum tahu. Tapi rencananya kami di sini, satu Minggu ke depan."
"Baik, baik, aku masih ingin ngobrol. Biar kita agendakan untuk obrolan cantik bersama."
"Siap, siap. Kami tunggu infonya."
"Bener nich, gak mau bareng kami ?" Tanya Mama Rose memastikan kembali.
"Terimakasih, lain kali kami nebeng."
"Ya sudah kalau begitu, kami jalan dulu ya Mas." Pamit Papa Herman.
Aleesha sudah datang menjemput, selang sebentar setelah kepergian keluarga Purnama.
"Capek Yah, Bun ?" Tanya Aleesha.
"Harusnya Bunda yang tanya, kamu tidak capek Nak, harus bolak-balik antar jemput Ayah dan Bunda ?"
"Bunda ini bicara apa, apapun yang Icha kerjakan, itu dengan hati Bunda. So, tidak ada kata capek." Jawab Aleesha.
"Ini baru anak Ayah." Komentar Ayah, bangga.
Selalu ada celah untuk bercanda di setiap obrolan mereka.
Benar kata Aleesha, segala sesuatu yang dikerjakan dengan hati, akan membuahkan rasa puas bukan rasa lelah semata.
Next On ------------------>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments