5. Pertemuan

Kutatap langit-langit kamar. Ada gambaran wajah di sana. Wajah yang beberapa hari ini memenuhi ruang hatiku. Wajah tegas, yang terpancar kelembutan.

Ustadz, kudengar kau masih sendiri? Salahkah jika aku mengagumimu, lebih dari, seorang guru?

Masih ingat saat pertama kali aku melihatnya. Sorot mata yang menginterogasi, tapi mampu meluluhlantahkan pertahanan hati yang selama ini kujaga dengan rapi.

Kadang hati merasa bersalah pada Abah, sosok yang selama ini selalu kukagumi. Padahal, aku sudah berjanji padanya, untuk selalu menjaga hati ini, agar tidak berpaling darinya. Tapi apa daya, rasa ini muncul dengan tiba-tiba, tanpa sempat aku mencegahnya.

Maafkan Aisyah, Abah. Sudah berpaling hati dari Abah, mengagumi laki-laki yang belum menjadi mahromku.

Terdengar suara pintu terbuka, aku pun segera mengubah posisi menjadi duduk. Terlihat Mbak Salma menghampiri.

"Aisyah, dipanggil sama Ummi," ucapnya, setelah duduk di sampingku.

"Ummi Khaddijah?" tanyaku.

"Iya, memangnya siapa lagi? Di sini hanya beliau yang di panggil Ummi," terangnya.

"Ada apa ya, Mbak? Apa aku membuat kesalahan?" tanyaku, panik.

"Nggak tau, Isy. Kesana saja, nggak usah takut. Apa mau aku temani?" tawarnya.

"Memang Mbak Salma nggak sibuk?"

"Enggak, pekerjaan di rumah Abah Yai sudah selesai."

Ya, Mbak Salma adalah salah satu santri ndalem, yang ditugaskan membantu pekerjaan di rumah Abah Yai.

"Maaf ya, Mbak. Jadi merepotkan,"

"Nggak papa. Ayo!"

Saat kami hendak keluar dari asrama, tiba-tiba Dinda dan Fika menghampiri.

"Eh, kalian mau kemana?" tanya Dinda.

"Ke rumah Abah Yai," jawabku.

"Ikutan dong. Kali aja bisa cuci mata, ya nggak, Fik?"

"Hu'um, siapa tau bisa ketemu sama Gus Ilyas, yang gantengnya Maa Sya Allah ...," Fika menerawang sambil senyum-senyum.

"Heh, yang namanya cuci mata tuh pake air, bukan liatin laki-laki yang bukan mahromnya," cibir Salma.

"Atau kalau nggak bisa ketemu sama kang ndalemnya, Ustadz Farhan misalnya. Aaa ... udah nggak sabar nih," Dinda begitu antusias.

"Sekalian aja ketemu sama ustadz galak, biar kalian dimarahin baru tau rasa!" ujar Salma, sepertinya dia tidak suka dengan tingkah kedua temannya itu.

"Iihh ... ngeri," Dinda bergidik, "tapi, boleh juga ding. Ganteng juga dia, walaupun galak sih," imbuhnya.

"Dan, cool!" tambah Fika.

Sangkin penasaranya, aku ikutan nimbrung. "Emang, siapa ustadz galak yang kalian maksud?"

"Siapa lagi kalau bukan Ustadz Yusuf?" jawab ketiganya hampir bersamaan.

Ah, nggak galak juga, kok. Batinku menyahut.

Aku pun hanya menggangguk tanda mengerti, sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan tanpa menghiraukan ketiga bidadari itu beradu mulut. Fokus pikiranku hanya satu, kenapa aku dipanggil oleh Ummi Khaddijah?

.

Rupanya Ummi Khaddijah hanya mengatakan kalau beliau ingin aku menjadi santri ndalem, seperti Mbak Salma. Membantu beberapa pekerjaan di rumah beliau. Dan tugasku berada di bagian dapur, membantu para pengurus santri lainnya menyiapkan makanan.

Saat aku hendak menggapai handle pintu, tiba-tiba saja terdengar suara ketukan pintu dan ucapan salam. Refleks aku membukanya.

Betapa terkejutnya, saat mendapati wajah seseorang yang beberapa ini selalu melintas di pikiran, berada tepat di hadapan, dengan tatapan yang ... entah.

Aku pun segera tersenyum, menghilangkan kecanggungan. Kemudian menunduk, menyembunyikan rasa panas yang kian menjalar di pipi.

"Kamu, Aisyah?" tanyanya, seperti mengingat-ingat.

"Iya, Ustadz. Maaf, saya harus segera pergi. Assalamu'alaikum," pamitku, setelah menjawab pertanyaannya. Aku pun segera berlalu, takut-takut kalau dia menyadari wajahku sudah semerah tomat.

"Wa'alaikumsalam," terdengar suaranya menjauh, seiring langkahku yang semakin menjauhinya.

Aku takut, kalau rasa ini makin menjadi. Membuatku semakin kehilangan kendali, dalam menjaga mata dan hati.

Aku pun segera mengajak Mbak Salma, Dinda dan juga Fika untuk kembali ke asrama. Selama perjalanan, aku menceritakan alasan kenapa aku di panggil oleh Ummi Khaddijah.

"Serius kamu di suruh jadi santri ndalem sama Ummi Khaddijah?" tanya Fika, tidak percaya.

"Iya, memangnya kenapa?" jawabku.

"Alasannya?" Kini Dinda yang bertanya.

"Ya, sederhana saja, biar Mbak Salma ada temennya," jawabku, melirik Mbak Salma yang berjalan di sampingku.

"Nggak ada yang lain?" tanya keduanya, diiringi tatapan curiga.

"Entahlah, yang beliau katakan hanya itu," terangku. Sementara dalam hati terus bertanya, sebenarnya apa alasan  beliau yang sesungguhnya? Sedangkan aku masih santri baru di sini.

.

Seusai shalat isya, aku melanjutkan membaca Al-Qur'an bersama dengan yang lainnya di masjid. Setelahnya, kami segera pulang ke asrama dan masuk ke kamar masing-masing.

Di ranjang ini, aku menatap ke luar jendela. Kebetulan jendela kamarku menghadap persis ke depan rumah Abah Yai.

Masih kuingat siang tadi, saat kulihat dirinya keluar dari rumah itu. Berjalan dengan tatapan sayu, entah apa yang tengah mengusik hatinya. Kurasakan ada yang bergetar di sini, menahan sesak yang kian menjalar menguasai hati.

Ingin aku menemuinya, sekedar bertanya ataupun menghibur. Tapi nyaliku tak sebesar itu, hingga harus kupendam kembali keinginan itu. Aku sadar, apalah arti diriku baginya. Mungkin hanya sekedar muridnya, atau mungkin, tidak berarti sama sekali.

Tiba-tiba pikiranku kembali melayang, mengingat kembali beberapa kalimat yang diucapkan oleh Ummi.

"Aisyah, apa kamu keberatan kalau Ummi memintamu membantu pekerjaan di sini?" tanya beliau dengan hati-hati.

"Tentu tidak, Ummi. Kata Ummah, mengabdi di rumah Abah Yai adalah suatu keberkahan, jika itu dilakukan dengan ikhlas," jawabku.

"Alhamdulillah, tidak salah aku memilihmu, Nak," ujar beliau sambil mengelus kepalaku di balik jilbab.

"Ternyata kau mengajari anakmu dengan sangat baik, Rahma. Sama seperti dirimu dulu," gumamnya lagi, hampir saja tidak terdengar, kalau aku tidak mendengarkan dengan jeli.

"Ummi mengatakan sesuatu?"

"Ah, tidak. Terima kasih ya, kamu mau menerima permintaan Ummi," ujarnya, mengalihkan pembicaraan.

Aku pun mengangguk, walau dalam hati masih tersimpan banyak pertanyaan.

***

Bersambung

Terpopuler

Comments

Zuyyina Luthfa

Zuyyina Luthfa

jadi kangen anakku diponpes

2020-09-13

1

Siti Solikah

Siti Solikah

aq jd ingt anaku yg di pondok

2020-08-21

1

Isnawati Suherman

Isnawati Suherman

Waaaahhh... kayak nya mau di jodohin nih sma anak nya yai.

2020-08-09

1

lihat semua
Episodes
1 1. Awal Masuk Pesantren
2 2. Santri Baru
3 3. Terlambat
4 4. Marawis
5 5. Pertemuan
6 6. Perjodohan
7 7. Cinta Pertama
8 8. Menjemput Ning Zahra
9 9. Pandangan Apa Itu?
10 10. Siapa Dia?
11 11. Kejujuran Hati Yusuf
12 12. Khitbah 1
13 13. Secangkir Teh
14 14. Penjelasan
15 15. Resah
16 16. Dua Pilihan
17 17. Khitbah 2
18 18. Dua Khitbah, Satu Wanita
19 19. Saingan Cinta
20 20. Ujian Cinta 1
21 21. Ujian Cinta 2
22 22. Ar-Rahman
23 23. Ahlin Ya Habibi
24 24. Shukran Laka Habibati
25 25. Gadis Galak
26 26. Khitbah 3
27 27. Keraguan Ummah
28 28. Aisyah Kenapa?
29 29. Cemburu
30 30. Lagu Zaujati
31 31. Gara-Gara Ning Silvi
32 32. Persiapan
33 33. Ucapan Terima Kasih
34 34. Konfirmasi Dan Persiapan
35 35. Akad Nikah 1
36 36. Akad Nikah 2
37 37. Muqaddimah
38 38. Malam Pertama
39 39. Tertunda
40 40. Balasan
41 41. Perjalanan
42 42. Masa Lalu 1
43 43. Masa Lalu 2
44 44. Masa Lalu 3
45 45. Tentang Ayah
46 46. Bukti Cinta
47 47. Khayalan Dalam Angan
48 48. Surga Dunia
49 49. Memenuhi Panggilan-Nya
50 50. Saling Percaya
51 51. Masakan Spesial
52 52. Bertemu Ning Irma
53 53. Romantis
54 54. Pengumuman
55 55. Menyapa Kembali
56 56. Musibah Itu Datang
57 57. Keputusan Aisyah
58 58. Anak Kita?
59 59. Jawaban Istikharah
60 60. Menikahlah
61 61. Tingkah Aneh Aisyah
Episodes

Updated 61 Episodes

1
1. Awal Masuk Pesantren
2
2. Santri Baru
3
3. Terlambat
4
4. Marawis
5
5. Pertemuan
6
6. Perjodohan
7
7. Cinta Pertama
8
8. Menjemput Ning Zahra
9
9. Pandangan Apa Itu?
10
10. Siapa Dia?
11
11. Kejujuran Hati Yusuf
12
12. Khitbah 1
13
13. Secangkir Teh
14
14. Penjelasan
15
15. Resah
16
16. Dua Pilihan
17
17. Khitbah 2
18
18. Dua Khitbah, Satu Wanita
19
19. Saingan Cinta
20
20. Ujian Cinta 1
21
21. Ujian Cinta 2
22
22. Ar-Rahman
23
23. Ahlin Ya Habibi
24
24. Shukran Laka Habibati
25
25. Gadis Galak
26
26. Khitbah 3
27
27. Keraguan Ummah
28
28. Aisyah Kenapa?
29
29. Cemburu
30
30. Lagu Zaujati
31
31. Gara-Gara Ning Silvi
32
32. Persiapan
33
33. Ucapan Terima Kasih
34
34. Konfirmasi Dan Persiapan
35
35. Akad Nikah 1
36
36. Akad Nikah 2
37
37. Muqaddimah
38
38. Malam Pertama
39
39. Tertunda
40
40. Balasan
41
41. Perjalanan
42
42. Masa Lalu 1
43
43. Masa Lalu 2
44
44. Masa Lalu 3
45
45. Tentang Ayah
46
46. Bukti Cinta
47
47. Khayalan Dalam Angan
48
48. Surga Dunia
49
49. Memenuhi Panggilan-Nya
50
50. Saling Percaya
51
51. Masakan Spesial
52
52. Bertemu Ning Irma
53
53. Romantis
54
54. Pengumuman
55
55. Menyapa Kembali
56
56. Musibah Itu Datang
57
57. Keputusan Aisyah
58
58. Anak Kita?
59
59. Jawaban Istikharah
60
60. Menikahlah
61
61. Tingkah Aneh Aisyah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!