"Kang, di sini rupanya?" Suara pertanyaan diiringi tepukan di pundakku, saat aku tengah asyik menghafal beberapa hadits. Akupun menoleh, Farhan rupanya. Dia teman sekamarku.
"Ada apa, Han?" tanyaku kemudian.
"Nih, kita ada undangan," ucapnya, menyodorkan secarik kertas.
"Undangan apa?"
Tanpa menunggu jawaban, aku langsung menerima dan membacanya.
Ooh, rupanya undangan marawis. Untuk ... pesta pernikahan? Aku mengernyitkan dahi. Berkali-kali aku mendapat undangan marawis, rasanya baru kali ini mendapat undangan untuk pesta pernikahan. Bagaimana suasananya ya?
"Marawis ... pesta pernikahan?" tanyaku kemudian.
"Iya. Nanti Kang Yusuf yang jadi vocalnya,"
Apa? Aku ... yang jadi vocal?
"Kenapa aku? Kan masih ada Kang Adnan sama Syarif," protesku.
Sebenarnya oke-oke saja kalau aku menjadi vocal marawis seperti sebelum-sebelumnya. Tapikan ini beda, mengiringi pesta pernikahan. Dari dulu memang hal ini yang selalu aku hindari. Kenapa? Entahlah. Aku hanya enggan mengingat masa lalu.
"Pengantin laki-lakinya yang meminta, katanya suara Kang Yusuf bagus."
Rasanya, ingin sekali menolak. Tapi bagaimana lagi, pengantinnya sendiri yang meminta. Nggak enak juga sama santri lainnya.
"Kapan acaranya?" kembali aku bertanya, karena tadi belum sempat membaca kapan waktunya.
"Nanti malam,"
Mataku membelalak sempurna. Kaget! Maa Syaa Allah ... bisa-bisanya mendadak begini sih. Hah!
"Lagu apa saja yang dia minta?" Dengan gusar aku bertanya.
"Dia hanya minta Kang Yusuf bawain lagu Zaujati--Ahmed Bukhatir--, selebihnya terserah katanya," terang Farhan.
Hhh ... untunglah, hanya satu lagu yang mengharuskan aku yang menyanyikan. Dan syukur juga aku sudah pernah membawakan lagu itu. Jadi nggak perlu hafalin dari awal.
"Ya sudah ya, Kang. Aku mau kembali ke kelas, mau nyampein ke yang lainnya juga," pamitnya.
"Ya sudah. Makasih ya, nanti jangan lupa aku diingetin. Barangkali lupa."
"Ashiap, Kang. Aku pamit, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam," jawabku, sembari menatap punggungnya berlalu.
Farhan, dia santri yang baik dan juga rajin. Santri ndalem, kepercayaan Abah Yai setelah aku. Aku memang belum lama berada di sini, tapi mengingat aku adalah anak dari teman lama Abah Yai, jadi beliau mempercayakan sebagian urusan mengajar kepadaku. Atau mungkin ada alasan lainnya? Entahlah. Aku sendiri merasa sangat bersyukur diberi kepercayaan itu.
.
Zaujati ... Ah! Kenapa bayangannya kembali muncul sih?
Wajah lugunya. Ekpresi takutnya, ekspresi leganya, suaranya ... ah, Aisyah! Kenapa kau selalu menghantuiku? Apa ini yang namanya cinta pada pandangan pertama?
Sudah tiga hari semenjak aku mengajar di pesantren putri, rasanya ingin segera kembali ke sana. Melihatnya fokus pada pelajaran, menjawab semua pertanyaan-pertanyaannya, melihatnya tersenyum. Ah ... pasti manis sekali.
Astaghfirullahal'adziim ... sadar Yusuf, sadar! Suara hatiku mengingatkan.
Baiklah, sebaiknya aku tes suara dulu, supaya nanti tidak gerogi.
.
Dan tibalah malam ini. Kami disambut hangat oleh keluarga pengantin. Dijamu layaknya tamu penting, sebelum akhirnya kami naik ke atas panggung.
Ya, di sini kami sekarang. Grup Marawis Pesantren Darussalam, sudah duduk rapi di atas panggung, dibelakang alat musik masing-masing. Sedangkan aku, Kang Adnan dan juga Syarif, memegang microphone.
Setelah membaca shalawat Nabi sebagai pembuka, serta beberapa shalawat lainnya, aku segera menyanyikan lagu zaujati, sesuai dengan permintaan yang mempunyai hajat. Dengan dibackingi oleh Syarif dan Kang Adnan, aku menyanyi dengan penuh penghayatan.
"Uhibbuki mitsla maa antii, uhibbuki kaifa maa kuntii ...
(Aku mencintaimu apapun dirimu, aku mencintaimu bagaimanapun keadaanmu)
Wa mahmaa kaana mahmaa shooro, antii habiibatii antii ...
(Apapun yang terjadi dan kapanpun, engkaulah cintaku)
Zaujatii ... Anti habiibati antii
(Duhai istriku ... Engkau kekasihku)
.... "
Kulihat pengantin pria itu tersenyum, menatap istrinya lekat. Sedangkan sang istri tersipu ... malu. Ah, mesranya.
Sekelebat bayangannya kembali melintas. Andai saja ....
Fokus Yusuf, fokus! Jangan sampai mempermalukan nama baik grup marawis ini! Batinku menjerit.
Lagi-lagi kau menggangguku, Aisyah!
Salahkah aku Ya Allah, jika mengharapkan dirinya menjadi ... Zaujati?
Semua acara berjalan dengan lancar. Kamipun segera kembali ke pesantren, setelah menerima beberapa bingkisan dan juga amplop sebagai tanda terima kasih dari pemilik hajat. Alhamdulillah, rezeki halal tak henti-hentinya mendatangi kami.
.
Hari ini aku dipanggil Abah Yai untuk menemuinya di rumah. Entah apa yang mau dibicarakan, tapi sepertinya penting.
Kulihat ada beberapa santri putri tengah mengobrol di teras rumah Abah Yai. Tidak biasanya.
Aku terus melangkahkan kaki tanpa mempedulikan mereka yang masih saja menatapku dengan lekat.
Bukankah mereka sudah diajarkan caranya menjaga pandangan dari laki-laki yang bukan mahromnya? Tapi kenapa masih saja seperti itu. Dasar!
Akupun segera menuju pintu, mengetuknya kemudian mengucap salam.
"Assalamu'ala ... ikum," salamku sempat terputus, saat menyadari siapa yang membukakan pintu.
"Wa'alaikumsalam."
Gadis itu ... sekilas tersenyum padaku.
Subhanallah ... manisnya.
Ini seperti ... penyambutan Baginda Saw oleh istrinya, Siti Aisyah.
Ah! Apaan sih. Aku tidak sesempurna itu. Dan lagi ... dia bukan istriku. Lebih tepatnya, belum menjadi.
Kemudian ia segera menundukkan wajahnya, menjaga matanya agar tak bertemu dengan binar di wajahku. Rasanya ada yang berdesir di sini, di segumpal darah bernama hati.
Ini yang membuatku kagum padanya, tetap menjaga pandangannya.
"Kamu ... Aisyah?" tanyaku basa-basi.
"Iya, Ustadz. Maaf, saya harus segera pergi. Assalamu'alaikum," pamitnya buru-buru, setelah menjawab pertanyaanku. Kulihat ada sedikit rona merah di wajahnya. Aku tersenyum.
"Wa'alaikumsalam," ... Humaira.
Rasanya ingin sekali mengobrol lama dengannya, tapi apalah daya ... kalau belum terikat satu sama lain.
Kuiringi kepergiannya dengan tatapku. Rupanya mereka yang tengah duduk di teras tadi adalah teman-temannya, terlihat dari caranya menghampiri dan mengobrol dengan akrabnya sambil berjalan. Hingga mereka lenyap di balik pagar bangunan asrama putri.
Ya, letak asrama putri berada dalam satu pekarangan dengan rumah Abah Yai. Sedangkan asrama putra berada di seberang jalan.
Akupun segera melanjutkan niatku untuk menemui Abah Yai.
***
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Siti Solikah
smg klk mnjdi berjodoh
2020-08-21
2
Penjaga Hati
hai kk semangat up,
salam hangat dari karyaku 🙏
2020-07-24
1