Tika bersiap-siap untuk pergi mengurus butiknya, hari ini ia berangkat lebih awal karena hari ini adalah akhir bulan di mana akan banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya, ia harus mengecek laporan stok gudang, pemesana dan bagian produksi, data closing dan data penggajian untuk karyawan butiknya serta membuat statistik penjualan yang merupakan petunjuk besaran keuntungan butiknya bulan ini. Manajer butiknya membuat laporan detail selanjutnya laporan akan dicek langsung olehnya.
Memiliki dua butik yang berlokasi di tempat sangat strategis sungguh membuat tenaga dan pikirannyan terkuras, untunglah ia dibantu oleh karyawan-karyawan yang baik, sigap dan terpercaya. Namun hal itu juga sebanding dengan keuntungan yang didapatnya hingga tak jarang ia menyisihkan sebagian keuntungannya untuk memberi bonus karyawan-karyawannya dan tentu saja tidak lupa bersedekah.
Dengan semangat Tika keluar dari kamarnya, menuruni tangga dengan elegan. Penampilannya sangat sederhana walaupun ia adalah istri seorang pengusaha muda yang sukses dan memiliki dua butik yang brand nya sangat disukai para konsumennya. Tika memakai gamis marun polos dipadu dengan jilbab lebar dihiasi Bros yang terkait disisi kiri bagian dadanya. Langkah anggunnya mendekati mbok Sarmi yang baru saja selesai ngepel dan sedang mengelap perabot di ruang keluarga. Tidak dilihatnya keberadaan ibunya dan juga anak gadisnya, Sifa.
"Sudah mau berangkat, Bu?". Tanyabok Sarmi sambil menoleh.
"Iya, mbok". Jawab Tika tersenyum dan menghentikan langkahnya. Matanya beredar menyapu sekelilingnya mencari kedua orang yang sangat dicintainya itu.
"Di mana ibu dan Sifa, mbok. Kok sepi?".Tanya Tika.
"Tadi bu Rahma mengajak Sifa bermain di Taman belakang, bu". Jawab mbok Parmi yang sudah menyelesaikan pekerjaannya.
"Oh iya. Kalau begitu sampaikan saja saya berangkat ke butik ya, mbok. Untuk makan malam nanti saya minta tolong dibuatkan oseng kangkung dicampur teri dan sop daging sapi ya, mbok. Bahannya masih ada stoknya di dalam kulkas. Jangan lupa tanya sama ibu mau dibuatkan lauk apa?". Pinta Tika panjang lebar.
Mbok Sarmi mengangguk mengerti dan mengiyakan, Tika pun melangkah menuju pintu keluar dan beberapa saat kemudian terdengar deru suara mobil menjauh.
Tika melajukan mobilnya dengan santai namun sesekali menyalip beberapa pengendara montor dan mobil di depannya. Tujuannya adalah butik yang menjual tas branded dan aksesoris wanita lainnya. Alunan murotal menjadi teman favoritnya, sebagai penyejuk hatinya yang sedang galau.
Tika turun dari mobil mewahnya setelah memarkirnya dengan sempurna. Dengan anggunnya langkah kakinya membawanya ke dalam butik yang sudah ramai oleh para pelanggan yang sedang memilih barang yang diinginkan mereka dengan dilayani oleh karyawannya yang sangat ramah.
Para karyawan dan pelanggan pun menyapanya dengan senyum ramah. Para pelanggan memang sudah banyak yang mengenal pemilik butik tersebut. Pembawaannya yang ramah dan santun menjadi daya tarik tersendiri bagi pelanggan untuk banyak menghabiskan uang mereka dengan belanja di butik ini.
"Ibu mau dibuatkan minum apa?". Tanya Riska, asisten pribadinya.
"Jeruk panas aja, Ris."Jawab Tika, tetap melangkah menuju ruangannya.
Tika memandangi tumpukan laporan yang sudah menunggu di atas meja untuk dia cek dan tanda tangani. Di letakkan tasnya di atas meja sebelah kiri dan duduk. Tangannya dengan cekatan memeriksa berkas laporan dengan cermat dan teliti.
Tok tok tok
"Masuk". Ucap Tika.
"Assalamualaikum".Ucap Riska, membawa nampan berisi jeruk panas yang masih mengepul dan mempersilahkan Tika.
"Terimakasih, Ris. Oh ya, Ris. Apa semua laporan sudah ada di meja saya ini?". Tanya Tika sebelum Riska beranjak pergi.
"Sudah, bu. Sudah saya pastikan semua laporan sudah disusun oleh manajerial tinggal menunggu persetujuan ibu saja". Jawab asisten cantiknya itu.
"Saya juga sudah langsung mengecek stok gudang dan bagian produksi untuk memastikan pesanan yang harus selesai pertengahan bulan depan sudah selesai dan siap dikirim tidak terkendala bahan dan pemproduksiannya.
Tika mengangguk-anggukkan kepalanya serta mengacungkan kedua jempolnya dan tersenyum puas. Riska pun pamit undur diri setelah mempersilahkan Tika untuk meminum jeruk panas buatannya tadi dan dibalas anggukan ramah bos cantiknya itu. Tika memandang punggung asistennya itu sampai menghilang dibalik pintu dan melanjutkan kembali pekerjaannya, berkutat dengan tumpukan laporan dengan sesekali memberi coretan dan meminum jeruk panasny yang sudah mulai mendingin, hingga terdengar azan dhuhur berkumandang. Perempuan anggun itupun menghentikan pekerjaannya dan menunaikan kewajibannya di mushola yang memang sengaja disediakan untuk mempermudah dirinya dan karyawannya untuk beribadah. Setelah menunaikan shalat dhuhur Tika menikmati makan siang yang sudah disediakan untuknya diruangnya, selanjutnya kembali menyelesaikan tugasnya hingga tak berapa lama ia pun selesai memeriksa laporan terakhir di mejanya itu dan segera membubuhkan tanda tangannya.
Tika keluar dari butik tas brandednya sekitar pukul dua siang, meskipun lelah ia masih tampak semangat, semangat untuk menghadapi masa depannya yang tidak ia ketahui akan seperti apa?, ia akan menjadi single parent untuk anak perempuan semata wayangnya. Hembusan nafas kasarnya menyiratkan beban pikiran yang teramat dalam sedang bergelayut di otaknya. Ia sedang memotivasi dirinya untuk siap dan kuat apapun yang kelak akan disampaikan suaminya. Ia juga bertekad tidak akan mengekang apapun kemauan Arka termasuk mengkaramkan biduk rumah tangga mereka. Ia tidak ingin jadi beban hidup Arka. Ia tidak ingin Arka pura-pura bahagian demi dirinya. Ia tidak ingin egois meskipun ia begitu sangat mencintai Arka. Ia sebenarnya heran mengapa Arka menginginkan perceraian dengannya. Padahal Arka dulu yang datang dengan kemauannya sendiri meminta izin pada almarhum ayahnya untuk dipersunting, bahkan tanpa persetujuannya terlebih dahulu yang memang tidak terlalu dekat karena Tika sangat membatasi pergaulannya dengan kaum adam. Pada awal perjumpaan mereka adalah dalam kegiatan amal yang diselenggarakan oleh kampus mereka, Tika dan Arka yang notabene adalah aktivis menjadi sebab seringnya mereka berjumpa dan lambat lain menumbuhkan keberanian Arka untuk menemui almarhum ayah Tika sebagai bentuk keseriusannya untuk mengajak putrinya ke pelaminan setelah ia menyelesaikan pendidikannya. Gayung bersambut, Tika yang sebenarnya memang menyimpan kekaguman pada sosok pria sholeh yang sudah mencuri hatinya itu. Ia pun menganggukan kepalanya dengan malu-malu ketika almarhum ayahnya meminta jawaban atas maksud lelaki yang ingin menjadikannya teman hidup dan ratu dihatinya itu. Arka pun membawa kedua orang tuanya untuk meminang secara resmi dan sebulan kemudian akad dilaksanakan sedemikian megahnya. Arka memberi mahar 200 juta dan mobil mewah yang masih setia menemaninya saat ini. Ia juga memberi Tika sebuah rumah mewah yang sudah dibuat atas nama Tika sebagai hadiah pernikahan yang sekarang sedang mereka tempati.
Tika melajukan mobilnya dengan hati yang gamang, ia bertanya-tanya dan menerka-nerka sebenar apa yang telah terjadi pada mahligai rumah tangganya. Rasa tak percaya terus menggelayuti pikirannya, mengapa Arka ingin mereka bercerai. Selama 6 tahun membina rumah tangga ia merasa tidak ada hal yang janggal apalagi memicu kearah perceraian. Kalimat demi kalimat yang terlontar dari mulut Arka semalam sungguh bermakna ambigu dan sangat membingungkan. Sangat jelas di pelupuk matanya bagaimana laki-laki yang selama ini menjadi imamnya itu nampak benar-benar terpuruk dan sangat rapuh seolah ia sedang terperosok di jurang yang sangat dalam dan butuh pertolongan. Semakin lama Tika merasa otaknya hendak meledak, himpitan bebannya begitu dalam hanya karena mendengar satu kata dari orang yang begitu ia puja dan ia cintai 'perceraian'. Tak pernah terpikirkan walau dalam mimpi sekalipun kalau kelak ia akan memutuskan untuk menjadi seorang janda bahkan diusia yang terbilang masih sangat muda. Sebuah kenyataan yang sangat memilukan untuk dijalani.
Tika memarkirkan mobilnya di depan butik yang memajang berbagai model pakaian mewah dari yang sederhana tapi elegan sampai yang terlihat glamor, memanjakan konsumen dari berbagai kalangan. Butik pakaiannya itu tampak sedang ramai pengunjung, terlihat dari betapa sibuknya para pelayan butiknya itu memberi pelayanan serakah dan sebaik mungkin pada konsumen.
Seperti biasanya sapaan ramah para karyawan menyambut kedatangannya. Seperti yang dilakukan di butik tas brandednya, Tika segera berjibaku dengan tugasnya mengecek laporan ditemani secangkir jeruk panas kesukaannya, melupakan sejenak beban pikiran yang sedang menggerogoti pikirannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments