Tika menyiapkan seluruh keperluan suaminya, kemudian turun ke bawah membantu mbok Sarmi menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga kecilnya, ibunya sedang membantu cucu kesayangannya membereskan kamar tidurnya.
Makanan dengan aneka lauk pauk dan juga roti serta selainya dilengkapi 3 gelas susu dan 2 gelas kopi sudah tertata rapi di atas meja makan bundar terbuat dari kayu jati. Farhan, adik laki-laki Tika sudah nampak duduk menunggu penghuni rumah yang lain untuk menikmati sarapannya. Ia pulang larut malam semalam setelah menyelesaikan tugas lemburnya. Tak berapa lama kemudian bu Murni, ibunya Tika dan cucunya, Sifa juga bergabung di meja makan. Sifa sudah nampak segar dan rapi dengan balutan gamis coklat dan jilbab senada yang membuat siapapun menjadi gemas.
"Cantiknya gadis kecil paman ini, sudah mandi belum, ya?".Farhan menoel gemas hidung keponakan kecilnya itu sambil tersenyum menggoda.
"Ih paman ini, Sifa sudah secantik bidadari gini kok dibilang belum mandi, sih". Sifa manyun disambut gelak tawa paman, ibu dan neneknya.
"Wah cantik sekali anak ayah". Arka tiba-tiba sudah muncul membelai kepala anaknya dan mengecup keningnya. Sifa tertawa bahagia dan memeluk leher ayahnya sembari memberi ciuman sayang di pipi pria kesayangannya itu.
"Anak siapa dulu? putri istimewa ayah".Seru Sifa sambil mengerjakan lucu matanya.
Kembali tawa berderai. Arka membelai putri kecilnya dengan gemas, Tika dengan cekatan melayani suaminya dan gadis kecilnya sesuai menu yang dinginkan mereka. Perbincangan hangatpun berlanjut ditengah kegiatan sarapan pagi itu. Bu Murni menanyakan perkembangan pekerjaan di kantor pada Arka dan Farhan. Ia juga mengulik perkembangan kedua butik Tika, sebuah rutinitas yang selalu ia lakukan untuk memantau kesibukan putra-putrinya.
Tika tersenyum kecut melihat kehangatan keluarganya, hatinya merepih mengingat ucapan suaminya semalam. Ibunya sangat menyayangi Arka. Putrinya, Sifa pun sangat mencintai ayahnya. Tika masih tidak percaya Arka menginginkan untuk mengakhiri biduk rumah tangganya yang tidak ada sama sekali kesan retak sedikitpun. Matanya mengembun, bulir bening hampir jatuh di ujung matanya. Buru-buru dihapusnya, takut kegalauannya disadari oleh yang lain. Ditelannya makanan yang telah diambilnya dengan paksa agar terkesan bahwa ia menikmati sarapannya. Tanpa disadarinya sepasang mata sedang memandanginya dengan dahi berkerut.
Sarapan pun usai, Farhan meraih tangan ibunya dan menciumnya takdzim. Kemudian ia mendekati keponakan satu-satunya memeluknya dan mencium gemas pipinya membuat anak kecil itu merona bahagia memilki paman tampan yang sangat menyayanginya. Tidak lupa juga Farhan berpamitan pada kedua kakaknya dengan mencium tangan kakak perempuannya satu satunya dan iparnya itu. Farhan sangat menghormati kedua kakaknya dan selalu mendoakan kebaikan rumah tangga kakaknya itu.
Tika bergegas membantu mbok Sarmi membereskan meja makan dan mengambil tas kerja suaminya, serta mengantarkan kepergian suaminya merupakan rutinitas yang selalu dilakukannya.
Setelah Farhan pergi, Arka pun mendekati ibu dan anak perempuannya yang sudah duduk bercengkrama di ruang tamu. Sesaat ia termangu, dadanya terasa sesak menyadari betapa ia begitu egois ingin bahtera rumah tangganya segera berakhir. Mertuanya begitu menyayanginya, gadis kecilnya juga selalu riang. Istrinya tidak pernah sekalipun mengecewakannya, begitupun adik iparnya selalu bisa dibanggakan dan sangat menghormatinya. Dadanya semakin sesak menyadari dialah orang yang bertanggung jawab bila kelak biduk rumah tangganya harus kandas. Otaknya menjadi mendidih, pikirannya kalut dan kepalanya terasa berat. Dipejamkannya matanya berharap hal-hal buruk tidak terjadi dalam hidup keluarganya bila kedudukannya sebagai kepala rumah tangga harus berakhir seperti yang diinginkannya. Sorot mata heran wanita tua yang sedari tadi memperhatikan tingkah aneh Arka hingga melangkah gontai menuju ruang tamu. Timbul banyak pertanyaan dari dalam kepalanya, seolah ia sedang mendapat firasat yang tidak mengenakkan terkait hubungan rumah tangga anak menantunya itu.
"Ayah sudah mau berangkat?". Tanya Sifa seraya menghambur manja kepelukan ayahnya. Arka jongkok mensejajarkan diri menyambut anaknya agar masuk kepelukannya. Diciumnya pucuk kepala dan pipi anak perempuannya itu dengan gemas dan pikiran campur aduk.
"Iya, nak. Ayah mau berangkat dulu, cari rezeki yang berkah.".Jawab Arka sambil tersenyum. Dibopongnya gadis kecil itu hingga binar bahagia terukir di matanya menusuk hati Arka hingga berdarah-darah.
"Yang semangat ya, yah!". Balas Sifa sembari mencium pipi ayahnya
"Terima kasih, sayang". lirih Arka membalas mencium kening putrinya.
Bu Murni terus memperhatikan polah tingkah menantu dan cucunya itu, sosok rapuh yang berusaha kuat dihadapan putrinya. Tapi tak bisa luput dari perhatiannya sebagai ibu mertua yang sudah mengenalnya sangat lama.
"Ada apa nak Arka? kenapa kamu seperti banyak masalah? Apa ada yang kamu sembunyikan dari ibu?" Tanya Bu Murni ingin tahu.
Arka salah tingkah mendengar pertanyaan mertuanya.
"Aku...aku tidak apa-apa, bu. semua baik-baik saja".Jawab Arka gelagapan, tak berani menatap mertuanya yang sedang menatapnya
Arka tidak menyangka ibu mertuanya menangkap gelagat tidak beres pada sikapnya, ia gagal menyembunyikan keresahannya di depan mertua yang sangat menyayanginya itu.
"Ayahnya Sifa hanya sedang capek bu menghadapi berbagai proyek yang sedang dikerjakannya. Ibu tidak usah khawatir, menantu kesayangan ibu ini pasti bisa mengerjakan proyeknya dengan baik dan sukses yang pastinya memuaskan di mata konsumen". Ucap Tika yang tiba-tiba muncul membawa tas Arka menyelamatkan Arka dari pertanyaan yang menyudutkan Arka.
"Ya sudah ayah segera berangkat, gih. Nanti terlambat ke kantor lo!". Lanjut Tika meminta Arka segera berangkat.
Arka mengangguk sambil tersenyum ke arah istrinya dan berpamitan pada ibu mertuanya dengan mencium takhdzim punggung tangan mertuanya itu.
"Hati-hati, nak. Jangan bekerja terlalu keras. Istirahatlah ketika lelah jangan memaksakan diri". Ujar Bu Murni menasehati Arka, dibalas anggukan oleh Arka.
Bu Murni memandang kepergian menantunya yang masih menggendong manja cucunya sambil bercengkrama diikuti oleh istrinya yang membawakan tas kerja suaminya itu. Ia masih belum yakin dengan jawaban anak dan menantunya tadi. Ia merasa ada hal yang sedang mereka tutupi darinya. Buru-buru ditepisnya pikiran buruk yang menggelayut di otaknya. Pandangannya masih terus lekat mengikuti langkah anak dan menantunya itu hingga hilang di balik pintu. Dihempaskan bokongnya dengan kasar di sofa empuk ruang tamu itu diikuti desah kasar nafasnya mengurai beban pikiran yang tiba-tiba menggerogoti otak tuanya. Seuntai doa untuk kebaikan dan kelanggengan keluarga kecil menantunya terucap tulus menghalau firasat buruk yang seakan bakal meluluhlantakan hidup orang-orang yang disayanginya itu. Tak terasa air matanya berderai, sebuah ketakutan luar biasa yang tak beralasan menggelayut di hatinya membuat bahunya bergetar, air matanya membanjiri pipinya yang sudah mulai keriput dimakan usia.
Tika mengantarkan suaminya sampai ke mobilnya, Arka mengulurkan tangannya dan dicium takhdzim punggung tangannya suaminya itu, dibelainya pucuk kepala Tika serta diciumnya keningnya. Kemudian Arka memberikan Sifa kepada Tika sambil menyempatkan diri untuk mencium pipi putri kecilnya itu. Tangan Arka terulur meraih tas kerja yang masih dipegang oleh Tika. Sekali lagi diusapnya kepala gadis kecil berkerudung coklat itu, tak lupa di toelnya juga hidungnya membuat gadis kecil itu memiringkan kepala menghindari toelan ayahnya sambil cekikikan.
"Ayah berangkat dulu ya, anak manis jangan merepotkan bunda dan nenek y!". Pamit Arka sambil tersenyum
"Siap ayah". Jawab Sifa ceria dan bersemangat.
"Hati-hati, ayah". ujar Tika menimpali.
Arka mengangguk dan masuk ke mobil kemudian duduk dibalik kemudi sambil meletakkan tas kerjanya di kursi sampingnya. Dibukanya kaca mobilnya, melambaikan tangan pada anak dan istrinya dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. Anak istrinya pun membalas melambaikan tangan dengan senyum antusias yang selalu lekat dibibir mereka juga. Bunyi klakson mengiringi laju mobil bergerak menuju gerbang yang sudah dibukakan oleh pak Sarmin. Lelaki setengah tua itu selalu sigap menjalankan tugasnya.
Sifa turun dari gendongan ibunya. Mereka berlari kecil sambil bergandengan tangan dan bercengkrama sampai menuju rumah.
Bu Murni sudah tidak ada di ruang tamu, mungkin sudah masuk ke kamarnya untuk melaksanakan shalat Dhuha yang sudah rutin dikerjakannya. Sedangkan mbok Sarmi sedang sibuk menyapu lantai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments