PETAKA PERCERAIAN
Arka berdiri disamping jendela ruang kerjanya, pandangannya sendu memandang keasrian kota yang terlihat jelas dari tempatnya berdiri. Nafasnya mendengus kasar pertanda beban berat yang merisaukan otaknya beberapa hari ini sangat mengganggu pikirannya. Rasa jenuh yang menghantuinya membuat pikirannya menjadi kalut. Dia merasa ada yang salah dengan rumah tangganya, tepatnya ada yang salah dengan hatinya. Beberapa Minggu terakhir ini, dia merasa bahwa dia sudah tak memiliki rasa lagi pada istri yang dipersuntingnya 6 tahun yang lalu, dengan buah cinta mereka yang sudah berumur 5 tahun sekarang ini. Entah mengapa tak ada lagi rasa rindu yang menggebu ketika jauh, rasa bahagia saat berjumpa setelah seharian bekerja bahkan hasrat ingin menyentuh istri halalnya itu pun tak ada lagi, semua terasa hampa. Bukan karena hatinya telah teralih pada wanita lain, sama sekali itu bukan alasannya. "Hah" dengusnya kasar. Matanya beralih ke benda pipih yang melingkar dipergelangan tangan kirinya, sudah menunjukkan pukul 04 sore, pertanda jam kantornya telah usai.
Kakinya melangkah mendekati meja kerjanya dan dengan cekatan membereskan meja kerjanya hingga tampak rapi, tangannya dengan cepat menyambar jas kerjanya yang terdampar di sandaran kursi kerjanya dan memakainya. Diraihnya kunci mobilnya dan dengan langkah gontai berjalan menuju pintu keluar sambil menenteng tas kerjanya. Pikirannya masih kalut menimbang-nimbang keputusan terbaik yang harus diambilnya terkait biduk rumah tangganya. Dengan tergesa dia melangkah ke pintu lift dan menekan tombol lantai dasar. Butuh waktu 5 menit untuk dia sampai lantai dasar dan menuju parkiran. Beberapa orang menyapanya dan menunduk hormat menunjukkan kalau posisinya di perusahaan ini bukanlah orang sembarangan, dia adalah seorang CEO dengan segudang prestasi sekaligus pemilik perusahaan properti yang sudah dirintisnya setahun sebelum memutuskan menikahi istrinya, Tika.
Dengan hati yang gundah Arka masuk kedalam mobilnya dan tak berapa lama mobil itu pun meluncur meninggalkan kantor megah tempatnya bekerja. Mobilnya meluncur dengan kecepatan sedang menuju tempat tinggalnya, sebuah rumah mewah yang dihadiahkannya pada istrinya, Tika selesai akad nikah sebagai hadiah pernikahan. Dirumah itu Arka tinggal bersama ibu mertuanya dan saudara iparnya, Farhan yang masih lajang dan bekerja disebuah perusahaan percetakan, sebagai manajer pemasaran. Ayah mertuanya sudah meninggal sejak Tika duduk di bangku kuliah.
Tika sebenarnya adalah istri yang sempurna, dia, lembut, tulus, mandiri dan mempunyai 2 butik yang sudah dikelola dari nol, jauh sebelum mengenal Arka. Dia berangkat ke butiknya setelah menyiapkan dan melayani kebutuhan Arka juga Sifa serta memastikan Arka sudah berangkat ke kantornya. Sore hari, Tika sudah dirumah sebelum suaminya datang, dia dan Sifa akan menyambut suaminya dengan mesra dan penuh cinta.
Mobil Arka memasuki lorong jalan menuju rumahnya, sampai di gerbang sebuah rumah mewah bertingkat dua dibunyikannya klakson beberapa kali, pak Sarmin, satpam penjaga rumahnya pun membuka pintu pagar dengan tergopoh. "Terima kasih pak Sarmin".Ucap Arka ramah sambil menganggukkan kepala. Pak Sarmin pun membalas dengan menganggukkan kepala seraya tersenyum ramah pula. Arka memasukkan mobilnya ke garasi dimatikannya mesin mobilnya namun dia tidak segera turun. Didongakkan kepalanya bersandar di sandaran kursi kemudi, matanya terpejam dahinya berkerut menandakan betapa beratnya beban hidupnya. Dihembuskannya nafasnya kasar sambil menelungkupkan badannya di atas kemudi, pundaknya bergetar air matanya mengucur, sesakit inikah hidup dalam hambarnya cinta. Rasa cinta yang kini hilang entah kemana?
Lagi-lagi dia menghembuskan nafas berat, diusapnya wajahnya kasar. Dengan tubuh lunglai Arka keluar dari mobilnya. Berjalan dengan lesu menuju pintu rumahnya. Di tekannya tombol bel rumahnya, tidak berapa lama pintu pun terbuka. Tika tersenyum manis, mengambil tas kerja suaminya dan meraih tangan suaminya seraya menciumnya takdim. Arka pun mencium kening istrinya dan memeluknya, tersungging senyum kecil di bibirnya. Mereka berdua pun berjalan beriringan. Sungguh tak terlihat kesan Arka menjalani perannya sebagai suaminya dengan tersiksa. "Ayah". Sambut Sifa berlari menuju ayahnya. Arka melepaskan pelukannya dari pinggang Tika, sambil tersenyum dia pun jongkok menyambut tubuh anaknya dan dibawanya ke pelukannya. " Anak gadis ayah cantik sekali". Ucapnya sambil mengecup pipi Sifa berulang-ulang. Digendongnya Sifa dan membawanya duduk di sofa ruang tamu mereka. Arka menanggapi celotehan Sifa yang menurutnya sangat menggemaskan sambil sesekali memberinya kecupan di pipi dan kening Sifa.
Tika memandang keduanya dengan sumringah, terucap syukur dihatinya serta doa tulus untuk kebahagiaan dua orang yang dicintainya itu. "Ayah mau makan atau mandi dulu?".Tanya Tika sambil tersenyum. "Hm...ayah mandi dulu aja, makannya habis sholat magrib sekalian".Jawab Arka menatap istrinya sambil balas tersenyum. "Ayah mandi dulu ya manis. "Arka mencium dan mengusap kepala anaknya gemas. Sifa hanya membalas anggukan, kemudian berlari ke kamarnya. Mata Arka menatap punggung anaknya sampai menghilang dibalik pintu. Helaan nafasnya terdengar berat seiring langkahnya naik ke tangga menuju kamar utama menyusul langkah istrinya yang sudah lebih dulu untuk menyimpan tas kerjanya.
Arka memutar tuas pintu kamarnya, dilihatnya Tika sedang menyiapkan baju gantinya Dia menoleh seulas senyum terukir indah di bibirnya."Mandilah dulu,yah. Air mandinya sudah bunda siapkan". Ucapnya sambil mendekati Arka dan membantu melepaskan jas Arka dan meletakkannya di keranjang baju kotor yang berada di sudut ruangan. "Makasih bunda". Jawab Arka tersenyum sambil membelai kepala istrinya yang tertutup jilbab lebar dan berlalu ke kamar mandi. Tika tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya, seiring suara gemericik air dari kamar mandi Tika keluar kamarnya dengan hati berbunga-bunga untuk menyiapkan makan malam mereka. Dia begitu bahagia suaminya masih saja romantis walau hanya dengan sentuhan-sentuhan kecil yang membuatnya jatuh cinta pada suaminya berkali-kali. Dia merasa sangat beruntung memiliki suami seperti Arka.
Langkahnya terasa ringan menyusuri tangga menuju dapur, terdengar suara merdu ibunya yang sedang membaca Alqur'an dikamarnya yang berada tepat di samping kanan tangga. Hatinya terasa damai, lantunan sholawat pun terdengar dari bibirnya mengiringi langkahnya menuju dapur. Dengan cekatan ditatapnya masakan yang sudah dimasaknya tadi bersama mbok Parmi di meja makan. Setelah semua nya siap dia kembali ke kamarnya untuk mempersiapkan diri menunaikan shalat magrib seiring suara tarhim yang menggema dari corong masjid dekat rumahnya. Di ujung tangga dia berpapasan dengan Arka yang hendak ke masjid menunaikan sholat berjamaah. "Ayah ke masjid dulu bunda".ucap Arka dijawab anggukan, terulas senyum dari keduanya dan berlalu.
Setelah makan malam, Tika dan Arka mengajari Sifa membaca Alqur'an dilanjutkan bercengkrama di ruang keluarga. Bu Rahma, ibu Tika sudah masuk kamar dan terdengar sedang tadarus, kebiasaan yang selalu dilakukannya menjelang waktu isya. Sementara Farhan, si perjaka keren adik laki-laki Tika sedang ada lembur di kantornya. Sifa nampak antusias menceritakan kesehariannya, sesekali Tika dan Arka menanggapi ocehan buah hati mereka sembari menoel, mengelus mencium dan mencubit kecil hidung pipi dan kepala yang tertutup hijab seperti bundanya. Malam semakin larut Tika pun mengajak putrinya untuk tidur. Setelah memastikan Sifa tidur, Tika bergegas masuk ke kamarnya, ia tersenyum mendapati suaminya sudah tidur dengan posisi tangan berada di atas dahinya. Diperhatikannya wajah tampan yang suaminya dengan penuh cinta, rasa syukur tak terhingga dilantunkan dalam hati atas karunia Allah yang telah mengirim imam sesempurna Arka, suaminya. Tika duduk di sisi ranjang, tangannya terulur membelai pipi suaminya, mengecupnya sekilas dan berlalu ke kamar mandi.Tanpa disadarinya Arka membuka matanya dan menatap nanar punggung istrinya. Hatinya perih, dia sangat sadar cinta istrinya sanggat tulus kian hari kian tambah menggebu sangat berbeda dengan dirinya, cintanya kian hari kian surut, meredup bahkan mungkin sudah sirna walaupun tak dipungkirinya rasa sayangnya masih tetap bertengger di hatinya untuk ibu dari anaknya itu, wanita yang sangat ia cintai beberapa tahun yang lalu.
Beberapa saat kemudian Tika keluar dari kamar mandi dengan air wudhu yang masih menetes, dilaksanakan sholat isya dengan khusuk tanpa tahu ada sepasang mata yang memperhatikannya dengan perasaan yang sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata. Arka bangkit berjalan menuju jendela, tangan bergerak membuka engsel jendela, serta merta dinginnya angin malam menyeruak masuk menerpa tubuhnya. Matanya menatap indahnya malam yang dihiasi gemerlap lampu seolah memberi pengingat bahwa malam yang gelap juga pasti berakhir seiring waktu dan terbitnya sang Surya yang bertugas menyinari dunia.
"Ayah kok bangun, apa yang ayah perhatikan?" Tika memicingkan matanya sambil menatap lekat suaminya.
Sejenak Arka terkejut dan reflek menoleh ke sumber suara, lalu tersenyum. Dilihat Tika sedang melipat mukena dan menyimpannya sambil memperhatikannya.
"Malam ini sangat indah, walau gelap tapi pendar cahaya lampu itu bagai kemilau mutiara yang memberi setitik harapan bahwa gelap tak selamanya, Sinar matahari yang terang benderang akan menyongsong seiring terkikisnya gelapnya malam." Sahut Arka seraya memalingkan wajahnya, menatap luar jendela, menikmati keindahan malam.
Disandarkannya sisi tubuhnya di sisi jendela, tangannya bersedekap dan matanya masih menatap luar jendela, entahlah apa yang sedang diperhatikannya. Tika mendekati suaminya, ia menyandarkan kepalanya di bahu suaminya dan ikut menatap gelapnya malam. Arka melepaskan tautan tangannya dan memeluk pundak Tika serta membawanya ke pelukannya. Dikecupnya kening istrinya. Tika tersenyum kecil dengan tingkah suaminya. Sentuhan kecil itu selalu membuat cintanya makin membuih tak terkendali pada suaminya. Di dongakkan kepalanya, Arka masih mengarahkan pandangannya keluar jendela menikmati pekatnya malam. Tika terpaku, ada guratan beban berat dari pendar wajah dan sorot mata suaminya. Ia meregangkan pelukan suaminya dan menangkap wajah suaminya . Dengan kedua tangannya, diarahkannya wajah suaminya untuk menghadapnya sehingga mata mereka saling bersitatap, ada guratan luka di sorot mata Arka dan itu membuat netra Tika berkerut.
"Sayang, apa yang sebenarnya kau pikirkan?.
Maukah kau berbagi beban denganku?". Tanya Tika.
Arka tak menjawab pertanyaan Tika, di ambilnya tangan Tika, diciumnya berulang-ulang hingga air matanya jatuh tak terbendung lagi. Ditariknya tubuh Tika hingga terpeluk dengan sempurna.
"Maafkan ayah, bunda. Maafkan ayah". Ucap Arka tersedu.
Tika bingung dengan reaksi suaminya, namun dibiarkannya sampai tangis suaminya mereda. Setelah Arka lebih tenang Tika mencoba untuk melepaskan diri dari pelukan suaminya namun diluar dugaan Arka mempererat pelukannya dan kembali tergugu. Dirasakannya ciuman bertubi-tubi di pucuk kepalanya yang sudah banjir dengan air mata suaminya.
"Ayah, katakanlah apa masalah yang sedang ayah hadapi, jangan buat bunda panik, sayang. Bunda akan melakukan apapun untuk membantu meringankan beban ayah." Bujuk Tika panik.
Tika tetap dengan posisi dipelukan Arka. Arka berusaha menghentikan tangisannya, dadanya terasa nyeri, haruskah ia jujur pada istrinya itu. Sungguh ia takut melukai hati wanita yang begitu mencintainya itu. Sejenak ia menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar.
"Ak...aku mau kita bercerai, sayang".ucap Arka terbata sambil memejamkan matanya, luruh lagi air matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments