NH 5 - Kamu Adalah Kebahagiaanku

REYHAN POINT OF VIEW

.

.

.

Namaku Alexander Reyhan. Biar pendek, panggil saja Reyhan.

Seorang Reyhan pasti memiliki kebahagiaannya sendiri. Kebahagiaan seorang Reyhan sangatlah sederhana, yaitu melihat April tertawa bersama hujan. Itu adalah kesukaannya.

Aku pernah berkata bahwa ada yang lebih indah dari hujan. Melihat April tertawa adalah hal yang paling indah untukku. Hampir di setiap hujan datang, aku selalu teringat tawanya. Tidak ada tawa yang seindah tawanya. Dan itu yang membuatku merasa menjadi laki-laki yang paling bahagia di dunia ini.

Bahagia itu simpel. Berada di sini, di bawah hujan, sambil menatap tawanya, itu sudah merupakan kebahagiaan terbesarku.

Aku tidak ingin hujan berhenti. Aku ingin hujan itu terus mengguyur kami. Aku tidak ingin, begitu hujan reda, tawa kebahagiaan itu hilang. Karena, menggapai tawa April itu sangatlah susah. Seperti kita yang ingin menggapai hujan, tapi tak sampai.

Hujan hanya bisa dirasakan tanpa perlu merasakan.

Aku mengusap air matanya. Menahannya untuk tidak menangis memanglah sulit. Namun, jika melalui tangisan kita dapat berbicara, mengapa tidak?

Hidup tanpa sosok ayah itu memang berat. Tidak ada lagi sosok yang melindungi kita dari serangan ketakutan. Tidak ada lagi sosok yang menghangatkan kita dari dinginnya es yang membelenggu. Dan tidak ada lagi sosok yang menjadi sandaran ketika kita lelah.

April telah kehilangan itu semua. Untuk sekadar memutar waktu, itu tidaklah semudah mengerjapkan mata. Tidak ada roda yang melaju mundur. Tidak ada bumi yang berotasi sebaliknya. Bahkan tidak ada planet yang berevolusi mundur.

Kata "Mundur" itu tidak pernah ada. Kita selalu dituntut dan harus untuk melangkah "Maju". Kehidupan terus memaksa kita untuk segera beranjak dari masa lalu.

"April, kamu tahu kan kalau aku bisa menjadi sosok yang melindungimu dari serangan ketakutan? Bisa menjadi sosok yang menghangatkanmu dari dinginnya es yang membelenggu dan bisa menjadi sandaranmu ketika kamu lelah? Aku ada di sini, Pril, selalu ada buat kamu," ucapku lembut sambil menarikan jariku dirambutnya.

April tersenyum sambil mengusap air matanya. Aku tahu dia tidak ingin mengecewakan ayahnya dengan tangisannya. Aku tahu bahwa April membutuhkanku. Tetapi aku tidak tahu, apakah dia memiliki perasaan yang sama kepadaku?

"Kamu itu sama seperti hujan, Pril," kataku menerawang ke langit. "Kamu itu susah digapai. Kamu cuma bisa dirasakan, tanpa perlu merasakan balik. Itu kamu, Pril. Aku selalu berharap, bahwa hati ini akan terus kokoh menjadi sandaranmu yang tidak bisa kugapai."

April mengerutkan dahi. Sudah kuduga dia tidak mengerti apa yang aku ucapkan. Sudahlah, biarkan. Biarkan hujan yang menjelaskan hal ini padanya suatu saat nanti.

***

Emak sudah menunggu kedatangan kami setelah hampir satu setengah jam belum pulang-pulang. Beliau berdiri di ambang pintu sambil mencemaskan anaknya. Emak paling takut jika April bermain hujan. Bisa sakit, begitu katanya.

"Aduh-aduh. Kamu teh dari mana aja, atuh? Emak sampe puyeng, mondar-mandir dari sana kemari. Ini lagi, aduh... Nak Reyhan sampai basah kuyup begini. Kamu ajak apa atuh, Pril?"

Emak langsung saja menyambut kedatangan kami dengan logat betawi-jawa-sundanya itu. Heran, ya. Orang demen banget mencampurkan banyak dialek jadi satu. Mungkin ini bisa menjadi keunikan Indonesia tersendiri. Berbeda-beda tetap satu.

"Hatsyiii!"

"Aduh-aduh. Mangkenye, Emak kan udah sering kate. Janganlah main ujan-ujan, atuh. Entar nih, kayak Nak Reyhan udeh bebangkis aje." Emak membawaku masuk ke dalam. "Aduh-aduh, anak jaman sekarang, teh, aneh-aneh aje."

Emak terus mengomel sambil berlalu ke dapur. Aku mengusap hidungku yang merah sambil menatap April.

"Nggak usah sedih, Pril, ini juga pilek biasa."

April berjalan mendekat. Tangan mungilnya terulur untuk menyentuh keningku. Haaah, rasa hangat darinya membuat mataku ingin terpejam.

"Beneran, Pril, aku nggak apa-apa. Mending kamu mandi aja sana, entar masuk angin."

April mengangguk sambil tersenyum. Tak lama, dia sudah menghilang dari pandanganku. Bunyi gemericik gantungan pintu dapur terdengar. Emak kembali membawakan handuk dan secangkir teh hangat.

"Ini, Nak Reyhan minum dulu tehnya." Emak memberikan cangkir teh itu padaku, lalu menempatkan pantatnya di sampingku. "Maapin April ye, anaknye emang blagajul dari dulu, teh, dikandani ndak pernah nurut. Emak sampai bingung mau bagimane."

Aku tertawa sehabis menyesap cangkir ini. "Nggak masalah, Mak. April memang suka main hujan-hujanan. Tadi itu, saya yang nyuruh April buat basah-basahan," jelasku sambil terkekeh.

"Yoweslah. Nak Reyhan ndak dimarahin Papanye, atuh? Kok jam segini belum pulang aje," kata Emak mengingatkanku.

Masalah Papa, ya? Hm, sebenarnya Papa sangat mengkhawatirkanku jika terus-terusan pulang larut malam. Bahkan Papa menyuruhku untuk berhenti menjadi relawan guru di TK sekitar sini. Papa yang pulangnya jarang-jarang ke rumah, merasa bahwa waktunya denganku semakin menipis jika aku terus menjadi relawan.

Beginilah nasib menjadi anak seorang pengelola usaha PT. Alexander Group.

"Nah, ini dia teh, Neng April. Sini-sini, duduk ame Emak. Nak Reyhan boleh atuh mandi dulu. Emak masih ada satu baju kamu di lemari, bentar Emak ambilnye."

Hendak Emak berjalan, tiba-tiba sebuah mobil Pajero hitam berhenti di depan rumah April. Yakin sekali, itu pasti Papa. Kekhawatiran seorang ayah memang ada-ada saja sampai rela menjemputku kemari.

Terkadang, aku berharap bahwa aku dapat diperlakukan sebagai laki-laki dewasa.

"Permisi...."

Emak berbalik menghadap pintu. Aku yang masih berdiri mematung di samping emak hanya bisa membaca ekspresi Papa untuk segera pulang.

"Aduh-aduh, ada bapaknye Nak Reyhan pisan, masuk dulu atuh, aye ambilin teh hangat ye," ucap Emak sopan.

"Ah, nggak usah repot-repot, Mak, saya cuma mau jemput si Reyhan, dari tadi pagi nggak pulang-pulang," jawab Papa dengan ramah.

"Tuh, ape yang Emak kate. Papa kamu pastilah mencari Nak Reyhan. Lain kali janganlah main ujan-ujan, bahaya, musim penyakit, atuh."

Papa merangkulku. Di luar masih menyisakan sedikit tetesan air hujan. Memang, hari ini hujannya cukup deras. Sederas tawa April.

Pasti nanti malam aku akan memimpikannya. Setiap malam, bayangan April selalu ada di tiap kedipan mataku. Lalu ketika tidur, aku selalu bertemu April dan tawanya itu. Ketika hampir aku dapat menggapainya, mimpi itu pun hilang. Selalu seperti itu.

Bayangkan. Bahkan di dunia mimpi pun, April susah untuk digapai.

"Hatsyiii...!"

Bahkan badanku saja mulai lelah untuk menggapai April.

"Dengarkan kata Emak. Reyhan sama April jangan main hujan-hujanan lagi. Sekarang ini musimnya hujan asam, lho. Bahaya untuk kulit," sambung Papa memperjelas omelan emak.

April menunduk sambil mengangguk-angguk. Aku tahu, jauh di dalam lubuk hatinya, April tidak rela jika harus meninggalkan dunia hujan. Hujan sudah mendarah daging di dirinya. Jadi susah sekali jika harus memisahkan April dengan hujan.

"Yaudah, Mak, saya sama Reyhan makasih banyak. Maaf lho Reyhan selalu merepotkan." Papa berpamitan dengan Emak dan April.

"Ndak apa-apa, atuh, Nak Reyhan mah cakep, udah aye anggep anak sendiri." Emak mencubit pipiku. Argh, bau bawang.

April yang melihat ekspresiku barusan, kembali menunjukkan tawanya. Ah, indah sekali. Aku jadi tidak ingin pulang. Efek yang ditimbulkan gadis itu membuatku oleng. Aku bersyukur sekali bisa menjadi sahabatnya sejak kecil, dan menjadi penggemar rahasianya sejak umur lima tahun.

Aku menundukkan kepala pada April dan Emak. Lalu Papa membawaku masuk ke mobilnya.

Mobil melaju keluar dari kompleks kecil di belakang gedung-gedung pencakar langit. Bahkan keberadaan kompleks ini seperti bayangan. Terkadang aku merasa miris melihatnya.

"Pakaianmu basah. Cepat ganti dengan baju yang Papa bawa di belakang," kata Papa melalui kaca spion depan.

Aku mendengus malas. Aku sudah besar. Mengapa para orang tua masih saja suka mengatur-atur anaknya? Aku juga ingin meneriakkan kebebasan! Sayang, teriakan ini hanyalah teriakan siluet, yang tak pernah terlihat dengan jelas, dan tak pernah terdengar.

"Papa tiba-tiba ada rapat dengan rekan. Kamu ikut saja, ya."

Aku menggeleng cepat. Menurutku, mengikuti rapat adalah pilihan yang salah. Mendengakan banyak orang berbicara masalah yang berbelit-belit membuatku pusing.

"Nggak, Pah, aku pulang aja."

"Nggak. Kalau nggak mau ikut rapat, kamu tunggu di barnya saja."

Mengharapkan sebuah kebebasan berekspresi di dalam keluarga Alexander itu memang bukan hal yang mudah. Hanya untuk menjejakkan kaki di luar rumah saja selalu ada peraturannya. Dalam hal berpakaian, terkadang aku harus menurut pada Bi Jan.

Aku suka melukis, tetapi Papa selalu menyuruhku untuk menyukai piano. Aku tidak suka sayur, tetapi Papa selalu memberiku sayur satu mangkuk sendiri. Ada apa dengan Papa?! Mengapa semua hal yang kusukai, Papa selalu tidak suka. Apa yang Papa sukai, aku selalu tidak suka. Lantas kapan sinkronnya?

Apa jangan-jangan, ketika Papa mengetahui bahwa aku menyukai April, Papa akan menyingkirkannya dari hidupku?

Tidak akan! Untuk kasus kali ini tidak boleh terjadi.

"Ayo turun."

Papa membukakan pintu. Gedung tinggi berlantai dua puluh tingkat itu menyambut kehadiran kami. Di paling atas, terdapat tulisan; PT. Alexander Group. Sebuah perusahaan keluarga Alexander yang diwariskan turun menurun. Ketika aku siap, Papa akan memberikan perusahaan ini padaku.

Dan kurasa, waktu "Aku siap" itu tidak akan pernah ada.

Papa mengeratkan suit-nya dan berjalan menaiki lift. Sedangkan aku berbelok ke kanan untuk memasuki bar.

DUNG! DUNG! DUNG!

Bunyi dentuman keras yang berasal dari DJ Frianz itu memekakkan telinga. Musik yang di-remix menjadi aliran disko sibuk mengumandangkan lagu Locked Out of Heaven milik Bruno Mars. Lampu sorot yang tak kenal lelah menyinari ruangan gelap ini, terus menebarkan semangat pengunjung untuk menari di bawah cahaya.

Seperti inilah suasana di bar PT. Alexander Group. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pembangunan. Papa memiliki sebuah helikopter di atas sana—tepatnya di atap gedung ini. Aku rasa gedung ini lebih cocok jika disebut sebagai penthouse.

"Mau minum apa? Jack Daniels? Atau cocktail, Tuan Muda Reyhan?" tawar Josh—pegawai bartender yang sedang mengeringkan beberapa gelas.

"Aku sudah bilang beberapa kali. Tolong jangan panggil aku Tuan Muda, Josh," rutukku dengan raut malas. "Lagipula siapa yang mau mengambil alih perusahaan ini," desisku lirih.

Tanpa perlu melirik, aku tahu Josh sedang tersenyum mengejek kepadaku. Laki-laki itu berambut merah dan menjulang ke atas. Katanya, dia ingin memiliki rambut seperti Michael Clifford. Sayangnya, rambut itu lebih cocok disebut sarang burung walet.

"Jadi, apa kabar dengan Dia, Tuan Muda?"

Aku menggeram. Haruskah kulayangkan pukulanku tepat di pipi Josh? Kurasa itu ide yang buruk.

"Josh, kamu kupecat!"

"Ha!" Jost menyeringai. "Sepertinya tadi aku mendengar seseorang berkata seperti ini, 'Lagipula siapa yang mau mengambil alih perusahaan ini'. Memang begitu atau aku yang salah dengar?" ejek Josh.

Aku mendesah. "Baiklah, Josh, kamu menang."

Josh tidak menimpali lagi perkataanku. Dia langsung mengambil cangkir, dan menuangkan air teh yang hangat itu. Aku tersenyum sumringah saat menerima secangkir teh itu. Mungkin akan terlihat aneh jika berada di bar tetapi meminum teh. Setidaknya aku pernah sekali mencoba untuk menempelkan bibirku di gelas wine. Saat itu juga aku menghabiskan waktu berada di dalam kamar mandi.

"Reyhaaaan!!!"

Aku meneguk teh itu cepat-cepat, kemudian menolehkan kepalaku ke belakang. Josh melambaikan tangan padanya. Hari ini, dia tampak cantik. Cantik sekali. Bahkan kecantikannya sering membuat bibirku bungkam tanpa kata. Membuat senyumku mengembang lebar seakan telah menemukan bidadari tanpa sayap.

"REYHAAN!!!"

Aku meneguk teh itu cepat-cepat, kemudian menolehkan kepalaku ke belakang. Josh melambaikan tangan padanya. Hari ini, dia tampak cantik. Cantik sekali. Bahkan kecantikannya sering membuat bibirku bungkam tanpa kata. Membuat senyumku mengembang lebar seakan telah menemukan bidadari tanpa sayap.

"Yanceeee!!!" sahutku sambil tertawa terpingkal-pingkal.

"Reyhaaan!!! Lamalah eike tidak jumpa, Cuy. Rasanya hati eike ada yang hilang."

Yance menyentuh kedua pundakku, lalu mengirimkan sinyal sebagai salam pertemuan kami. Alias cipika-cipiki tiga kali.

"Tambah cantik aja," pujiku membuatnya tersipu.

"Ah, Reyhan bisa aja, Cuy! Tadi pagi eike coba cari salon, terus rambut eike jadi gini, nih."

Yup! Nama dia adalah Yance Kusumambang. Salah satu dari sahabatku yang paling unik. Jika ditanya apa gender-nya, dia akan dengan senang hati menjawab, "Ah, masa kamu enggak bisa lihat eike ini cewek, Cuy". Lagi, bibirnya tidak pernah terlepas dari kata "Cuy". Yah, aku tidak pernah memiliki sahabat-sahabat yang waras. Aku lebih suka berteman dengan kesederhanaan dan kejujuran.

Yance adalah cowok yang lembut, dan Josh adalah cowok yang kekar. Mereka unik. Itu yang membuatku suka. Menghabiskan hari-hari bersama mereka adalah hal kedua yang terindah di hidupku. Mereka selalu ada untukku, memberikan semangat, dan yang pasti, memberikan aku 1001 cara untuk menggapai hujan.

Sayangnya, dari 1001 cara itu belum ada yang berhasil hingga kini. Payah.

"Jadi, gimana, Cuy. Udah bisa belum dapetin Dia?" Yance menyikut lenganku.

"Bukan hal yang mudah."

BRAK!

Josh meletakkan gelas yang baru saja dikeringkan tepat di depan wajahku. Sontak aku mengerjapkan mata setengah terkejut.

"Dari dulu selalu mengatakan hal yang sama. Dengar, Kamu adalah Reyhan! Dan Reyhan selalu mendapatkan apa yang dia inginkan! Reyhan selalu melakukan usahanya sendiri! Sekarang, teriakkan namamu!" Josh melotot padaku.

"Reyhan," ucapku lirih dengan malas.

"Siapaaa!!!" teriak Josh semangat.

"Reyhaan," sahutku setengah teriak.

"Siapaaa?!?!" teriak  Josh lebih semangat. "Getarkan bar ini, Bung!!!"

"REYHAAAN!!!" Aku berhasil meneriakkan namaku.

Josh benar! Aku adalah Reyhan! Dan Reyhan selalu mendapatkan apa yang dia inginkan! Reyhan selalu melakukan usahanya sendiri! Aku adalah Reyhan! Seorang laki-laki tampan dan maskulin yang akan menggapai hujan!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!