Sore hari sebuah taksi baru tampak memasuki halaman kediaman Pradana. Tampak sepasang sepatu hitam berkaus kaki tinggi selutut turun dan memberikan uang pada supir taksi.
“Terimakasih, Non.” sahut supir dengan menunduk sedikit usai mendapatkan bayaran dari Laurent.
Mata indahnya mengedar ke rumah yang tampak sunyi. Laurent berjalan mendekat pada sang bibi yang mengepel teras rumah.
“Non Laurent…baru pulang?” tanya sang pelayan mengapa ramah. Mata senjanya bisa melihat betapa lelah wajah gadis cantik itu.
Laurent nampak menatap dengan tatapan menahan kantuk. “Iya, Bi. Ibu sama Lina belum pulang yah, Bi?” tanyanya lembut.
“Iya, Non. Tapi Non Lina tadi sih baru aja pergi habis pulang sebentar.” terang Bibi pada Laurent.
“Oh mungkin di suruh Ibu. Yasudah saya bersih-bersih dulu yah, Bi. Mau langsung ke rumah sakit.” Di pegangnya pundak wanita tua di depannya dan segera berlalu pergi masuk ke dalam.
“Baik, Non. Yang kuat yah Non Laurent.” Hanya senyuman yang Laurent berikan.
Mandi kemudian makan dengan cepat, kini Laurent meminta sang supir mengantarkannya. Mengingat hari sudah sore tidak mungkin ia mengemudikan kendaraan sendiri.
Padatnya jalanan sore itu sempat membuat kedua mata Laurent terpejam. Lelah kantuk berlebur menjadi satu. Sungguh tubuhnya ingin sekali rasanya berbaring nyaman di kasur, namun keadaan tidak memungkinkan.
Cukup banyak waktu yang Laurent habiskan sepulang sekolah bersama dengan Dendi kemudian harus pergi ke perpustakaan untuk mencari referensi.
“Non, sudah sampai.” panggil pelan sang supir. Matanya melirik ke arah spion tengah melihat majikannya tengah terlelap denga posisi duduk miring bersandar.
“Non Laurent!” panggilnya sekali lagi.
“Em iya, Pak?” Seketika Laurent tersadar dan mengusap kedua matanya yang baru terbuka.
Matanya mengedar memandang ke seketikar. “Oh sudah sampai, baiklah terimakasih yah, Pak. Tunggu Ibu sebentar yah, Pak?”
Ia berjalan tergesa menuju ruang perawatan sang ayah, di sana ia membuka pintu dan melihat ruangan yang hanya terisi dua orang.
“Kok tumben sore pulangnya, Laurent?” tanya sang Ibu menatap sang anak sambung.
“Tadi Laurent ada tugas tambahan dari Pak Dendi, Bu.” jawabnya singkat sembari menatap sekeliling mencari sosok yang satu hari ini berhasil membuat pikirannya kacau.
“Ayah, Ibu pulang dulu yah mau mandi sama masakin buat Ayah. Habis itu Ibu kembali lagi.” pamit Amanda pada Pradana yang menatapnya lemah.
“Bu, Lina mana?” tanya Laurent.
Kening Amanda berkerut. “Laurent, kok tanya Lina sama Ibu? Memangnya kalian tidak pulang bersama dari sekolah? Heh kemana lagi adikmu itu? Pasti ngemall lagi pulang sekolah.” Amanda menggelengkan kepalanya pusing.
“Apa itu artinya Ibu di sini sendiri menjaga Ayah seharian?” Laurent memperjelas pertanyaannya. Dan Amanda pun mengangguk padanya.
Tampak tarikan napas dalam di lakukan Laurent. Kemana mereka pergi ia tidak tahu jelas, yang terpenting untuk apa Lina bolos sekolah ia sangat tahu.
Seperginya Amanda, gadis itu menghubungi ponsel Raul dan juga sang adik. Namun, sudah beberapa kali panggilan terhubung tak juga di angkat.
“Ada apa, Laurent?” tanya sang Ayah melihat raut cemas sang Ayah.
Senyuman paksa Laurent berikan pada sang ayah. Ia menggeleng pelan. “Tidak, Ayah. Ayah mau Laurent kupasin buah apel?”
Pradana mengangguk pelan. Suasana di ruangan itu tampak hening.
Jarum jam terus berjalan hingga waktu akhirnya menunjukkan angka 6. Langit pun mulai berubah warnanya. Jalanan tampak semakin padat.
Tampak sebuah kafe yang ramai pengunjung, di salah satu meja beberapa pasang muda mudi begitu asik menikmati hidangan ringan.
“Ayo, aku antar pulang.” Raul berbisik pada Lina.
“Loh kok pulang sih? Kan kita baru jalan?” Lina tidak ingin pulang sebab ia sudah pulang untuk kembali membersihkan tubuhnya.
“Tuh cewek lu masih betah gabung sama kita, Raul. Beda sama yang kemarin. Di ajak duduk aja di taman sekolah sudah mau lari hahaha.” Beberapa teman lainnya ikut tertawa mengingat sosok Laurent yang sama sekali tidak pernah bergabung dengan mereka.
“Laurent kan sibuk belajar. Lagian kamu Lina, nanti di cariin orangtua di rumah. Besok-besok kita main lagi kok.” Raul untuk pertama kalinya merasakan risih dengan sikap Lina yang seharian bersamanya tak ada bosan-bosannya.
“Mereka nggak pernah perduli sama aku. Ibu sama Ayah kan selalu perhatikan Kak Laurent. Jadi apa pun yang terjadi sama aku tidak akan terpengaruh sama mereka.” papar Laurent penuh drama.
“Kasihan banget sih jadi elo. Sejahat itu yah kakak lu sama adiknya? Yaudah happy bareng kita-kita aja. Yah nggak, Raul?” Salah satu wanita teman Raul berbicara.
“Halo,” Raul akhirnya mengangkat panggilan Laurent saat merasakan getaran di saku celana miliknya.
Ia lupa jika ponselnya sedang mode silent saat akan melakukan hal itu di hotel pada Lina. Berniat agar tidak ada yang mengganggu.
“Adikku dimana? Raul jangan bawa Lina macam-macam. Dia masih kecil.” Laurent berucap tanpa mau memberikan waktu Raul untuk menyapa.
“Sayang, kamu bicara apa sih? Lina adik mu yah berarti juga adik aku. Ini aku mau ajak dia pulang tapi Lina menolak.” tutur Raul lembut seperti biasanya.
“Yasudah aku yang kesana. Dimana kalian?” tanya Laurent dengan menahan kekesalannya.
“Di Cafe Hobbie’s Lau.” jawab Raul.
Dengan menahan amarah, Laurent rela meminta tolong pada sang suster untuk menjaga sang ayah sementara. Pradana jelas melihat kekhawatiran di wajah sang putri, namun ia tidak ingin bertanya di waktu tidak tepat.
Hampir setengah jam Laurent berkendara taksi online, akhirnya gadis itu sampai di suatu tempat di mana banyak pengunjung dengan style yang kekinian. Jelas itu cafe yang sangat modern. Bukan hanya minuman biasa yang tersedia di sana, melainkan minuman beralkohol pun juga banyak di perdagangkan.
Sorot mata Laurent mengedar mencari sosok yang ia datangi saat ini.
“Cheers!” Seru sebuah meja yang tak lain tempat Raul dan kawan-kawan duduk.
Tentu mata Laurent langsung tertuju ke meja itu. Matanya semakin berkilat marah melihat kelakuan Lina.
Rok mini dan tangtop bermotif yang ia kenakan sungguh melampaui usia yang belum cukup umur.
“Ini alasan kamu ijin di sekolah? Jagain Ayah atau jagain pacar kakak kamu sendiri, Lina?” tanya Laurent setelah mencengkram kuat lengan sang adik.
“Aduh…sakit!” rintih Lina dengan lembut berucap. Tak ada suara lantang seperti di rumah yang ia tunjukkan pada sang kakak.
“Pulang, Lina! Ini belum usia mu seperti ini. Ayo pulang!” Laurent berusaha keras menarik sang adik yang melepaskan cengkraman tangannya.
“Laurent, kasihan adikmu.” sahut salah satu teman Raul yang wanita.
“Laurent, Sayang. Kemari duduklah. Kita bicara bersama di sini. Ayo.” Raul meraih pergelangan tangan Laurent yang satu lagi namun secepat kilat Laurent menghempaskannya.
“Aku tidak akan terima kamu seperti ini Raul. Kamu pacaran sama aku, tapi apa yang kamu lakukan hari ini? Kalau kamu mau sama Lina, ke rumah bicarakan dengan Ayah dan Ibu baik-baik.” Laurent menatap tajam pada Raul.
“Lau, kita sudah berjanji tetap bersama apa pun yang terjadi. Apa-apaan kamu ini?” tanya Raul seketika berdiri.
“Raul, kamu punya aku. Kak Laurent bukan pacar kamu lagi.” bantah Lina merasa tidak terima mendengar pengakuan Raul barusan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
❌
lauren ngapain sih kamu mau aja sama cowok kek raul
2022-09-02
0
✍️⃞⃟𝑹𝑨🤎ᴹᴿˢ᭄мαмι.Ɱυɳιαɾ HIAT
putusin z si raul nya laurent
2022-08-28
0