Shaqina berangkat menuju mini market tempatnya mencari nafkah dua tahun belakangan ini. Tentunya setelah menitipkan dua anaknya pada sang mertua dan melewati banyak drama baru ia bisa berangkat bekerja.
Shaqina terpaksa ikut bekerja paruh waktu untuk menambah pendapatan keluarga. Meski Hardian mempunyai gaji yang cukup besar dari pekerjaannya, lelaki itu hanya memberinya jatah 500 ribu perbulannya tak pernah lebih dari itu dan uang itu harus cukup untuk semua kebutuhan.
Kemana uang sisanya? Qina tak pernah tau dan tak pernah ingin tau. Bukan karena ia merasa cukup, hanya saja sudah lelah dengan semua pertengkaran yang tak pernah ada ujungnya setiap kali ia menanyakan masalah gaji dan juga kesibukan suaminya yang tak jelas.
Pernah mereka bertengkar hebat hanya karena bertanya berapa gaji suaminya sebenarnya, tapi suaminya marah besar hingga membanting semua perabotan dan itu terjadi di depan anak-anaknya hingga membuat mereka histeris.
Sejak saat itu Qina tak pernah lagi bertanya dan tak lagi perduli dengan semua urusan suaminya, ia lebih memilih mencari uang sendiri untuk menutupi kebutuhan anak-anaknya.
Jika ada ungkapan yang menyatakan kalau rumah tangga akan baik-baik saja setelah melewati tahun ke sepuluh, itu tidak Qina rasakan. Rumah tangganya justru semakin berantakan setelah sepuluh tahun usia pernikahan, sikap suaminya semakin menjadi- jadi saja.
Bertahan selama bertahun-tahun dalam rumah tangga yang tak pernah jadi impiannya membuatnya tersiksa, sering ia meminta cerai dari suaminya tapi seketika sikap lelaki itu berubah melunak, meminta maaf dan menyesali perbuatannya juga berjanji tidak akan mengulanginya membuat Qina akhirnya luluh dan kembali memberikan kesempatan.
Sayangnya, semua selalu terulang lagi dan lagi hingga membuatnya lelah sendiri dan memilih bertahan dengan pernikahan hanya demi anak-anak.
"Masih pagi jangan melamun terus, nanti kesurupan hantu baru tau rasa, Mbak."
Gurauan dari Dewi membuyarkan lamunannya, "Kalau hantu nya ganteng gak apa lah kesurupan," jawabnya asal yang justru memancing tawa gadis itu.
"Hahaha, kalau hantunya ganteng gak bakal ku panggil ustadz buat ngusir, mau kuajak kenalan aja siapa tau bisa di jadiin suami," Dewi menimpali dengan tawanya yang menggelegar di seluruh ruangan mini market, dan menular pada Shaqina. Untunglah mini market baru buka jadi belum ada satu pelangganpun yang datang hingga tawa mereka tak jadi pusat perhatian.
Dewi adalah teman yang ia kenal dua tahun yang lalu setelah bekerja di mini market ini, Qina merasa sangat cocok berteman dengan wanita berusia 25 tahun itu, semua bisa menjadi bahasan seru bagi mereka, mulai dari hal serius hingga hal somplak yang mampu membuatnya melupakan masalahnya sejenak.
Meski usianya jauh di bawah Qina gadis itu terkadang bisa lebih dewasa dari pada dia, hingga tak jarang mereka juga sering saling curhat tentang masalah pribadi.
Tawa keduanya harus berhenti ketika seseorang membuka pintu kaca mini market.
"Selamat datang, selamat belanja," ucap keduanya seraya mengatupkan tangan menyambut pelanggan pertama mereka.
Seorang pria memakai jaket boomber menjadi pelanggan pertama mereka pagi ini, pria itu nampak kaget saat mendapati Qina berada di balik meja kasir.
"Loh, Qina. Kamu kerja di sini?" tanya pria itu yang di jawab anggukan oleh Qina.
"Loh, mas nya kenal sama Mbak Qina?" Dewi yang bertanya, wanita itu memang punya tingkat keingintahuan yang tinggi.
"Ini Abram teman lamaku. Ingat gak aku pernah cerita sama kamu," tutur Qina.
"Oooo Abram yang pernah Mbak ceritakan itu, " cetus Dewi yang diangguki oleh Qina.
Gadis itu menatap jahil pada teman kerjanya, ia merasa mengingat sesuatu dengan nama yang di sebut Qina. " Yang pernah Mbak Shah..." ucapan Dewi terpangkas saat mulut nya di bekap tangan mungil Qina, mata Shaqina yang melebar menjadi isyarat menyuruhnya untuk tak melanjutkan kalimatnya.
"Pernah apa?" tanya Abraham penasaran.
Shaqina menggeleng, "Bukan apa-apa." Kembali melebarkan matanya pada Dewi agar membantunya.
"Hehe, iya bukan apa-apa, Mas," ucap Dewi dengan senyum usil ke arah Qina.
Abraham masih menatap keduanya dengan penasaran.
Qina meninggalkan meja kasir mendekat pada pria itu, "Udah, kau mau belanja, kan? Gih belanja aja sana." Mendorong punggung pria itu dengan kuat tapi tubuh pria bergeming.
"Aku hanya ingin beli rokok dan air mineral, bisa kau ambilkan?"
Qina tahu kalau itu hanya alasan agar lelaki itu bisa mengorek informasi dari Dewi, tapi ia tetap mengangguk lalu pergi mengambil apa yang di minta pria itu, bagaimanapun pria itu adalah pembelinya sekarang bukan teman yang bisa ia perlakukan seenaknya.
Abraham mengalihkan perhatiannya pada wanita yang sedari tadi cekikikan melihat tingkah mereka berdua.
"Pernah apa? Kau bisa melanjutkan ucapanmu tadi? Mumpung Qina tak ada di sini" tanyanya tanpa basa-basi. Rupanya ia masih penasaran.
Gadis berambut sebahu itu menggeleng, "Gak ada apa-apa, Mas. Saya lupa tadi mau ngomong apa."
Abraham hanya tersenyum masam, lb ia tak mau memaksa gadis itu. "Dia sering cerita tentang ku?" Bertanya sembari menunjuk Qina yang tengah berjalan mendekat dengan air mineral di tangannya.
"Sering, Mbak Qina banyak cerita tentang Mas."
"Benarkah?" Bertanya dengan raut serius tapi di hati nya membuncah bahagia.
Qina sering bercerita tentang aku pada temannya? Berarti selama ini Qina juga tak melupakanku, kan? Sama seperti aku yang tak pernah melupakannya.
Percakapan berhenti saat Qina datang sembari menyodorkan air mineral yang ia minta, satu bungkus rokok juga di berikan wanita itu padanya tanpa bertanya merk apa yang ia inginkan karena wanita itu tau betul apa yang ia sukai.
Qina menyebutkan nominal yang harus ia bayar, menyodorkan air dan rokok itu beserta struk nya.
"Kenapa?" tanyanya saat melihat pria di depannya masih belum beranjak.
"Kau pulang jam berapa?" Balik bertanya.
"Jam dua siang, kenapa?"
Abraham menggeleng, "Gak apa-apa." Mengambil kantong plastik.
"Makasih," ucap pria itu lagi lalu melangkah menuju pintu.
"Terima kasih kembali, jangan lupa belanja kembali, Mas." Dewi yang bicara, sedangkan Qina hanya menatap punggung pria itu yang mulai menjauh.
🌺🌺🌺🌺
Tepat pukul dua saat pergantian sift tiba Qina sudah memakai tas selempangnya bersiap untuk pulang, partner pengganti nya juga sudah datang, Qina pamit lalu meninggalkan tempat itu sedangkan Dewi wanita itu masih harus bekerja hingga malam nanti.
Baru akan menyebrang jalan ia sudah di buat kaget saat sebuah lengan kokoh merangkul bahunya, hampir saja ia melayangkan tinjunya tapi urung saat melihat siapa pemilik lengan kokoh itu.
Ya. Siapa lagi jika bukan Abraham! Rasanya seperti dejavu saat pria itu memapahnya sampai ke sebrang jalan, bayangan masa lalu seakan berputar, menari-nari di ingatannya hingga membuatnya tersenyum manis, tak di pungkiri ia senang dengan keberadaan sahabatnya itu meskipun ia tau semua tak akan mungkin sama seperti dulu lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Nanik Purnomo
q sukaaaa,komennya ntar aja kl sudah selesai maraton baca
2022-09-03
2
🐊⃝⃟R. alang2 sawah
jangan bilang nanti suaminya qina lihat atau ada orang yg memberitahu suami qina ...hadeuh bisa jadi perang dunia ke 10 ini
2022-08-27
2
Nenk Dewi
ukhuuk
2022-08-27
2