Persahabatan 2 Generasi
4 hari telah berlalu setelah pertemuan tak terduga itu.
Tak banyak pembicaraan yg terjadi di restoran saat itu, karna Alan yg harus pergi untuk mengurus sesuatu.
Tapi satu hal yg pasti, tak ada kesan atau apapun yg tertinggal setelah pertemuan itu. Bahkan Alan sama sekali tak terusik oleh bayangan Laya ataupun tentang masa lalunya.
Mungkin, itu karna memang Alan sudah tak memiliki perasaan apa_apa pada Laya. Atau memang karna kesibukannya yg luar biasa, hingga membuat Alan sama sekali tak sempat untuk memikirkan hal_hal yg lainnya.
Padahal jam masih menunjukkan pukul setengah 9 pagi, tapi Alan sudah tampak sibuk sekali.
Banyak berkas_berkas yg bertumpuk diatas meja kerjanya.
Jari_jemarinya juga terus bergerak lincah diatas keyboard laptopnya.
Sesekali ia juga menyempatkan diri untuk membenarkan posisi kaca matanya, atau sekedar memijat pangkal hidungnya untuk sedikit meredakan pening di kepala.
Hingga tiba_tiba telfon kantor yg ada diatas mejanya berdering dan mengusik konsentrasinya.
Tak perlu menunggu lama, Alan pun lantas menekan salah satu tombol yg ada disana. Kemudian menjawabnya tanpa mengangkat terlebih dahulu gagang telfonnya.
Alan Ainsley
Hmm.. Ada apa?
Tanyanya to the point tanpa menghentikan aktivitas jari jemarinya.
Hingga terdengarlah suara seorang wanita yg menyahut formal dari dalam telfonnya.
☎️Maaf, Tuan. Ada tamu yg ingin menemui anda.
Alan Ainsley
*Tamu?*
(tanyanya dalam hati)
Jari_jarinya seketika berhenti diatas keyboard laptopnya, dengan alis yg mengernyit penuh tanya.
Alan cukup heran. Karna seingatnya, hari ini ia tidak mempunyai janji temu dengan siapapun.
Tapi entah siapa yg tiba_tiba saja ingin bertemu dengannya.
Alan Ainsley
Siapa yg ingin menemuiku..?
☎️Namanya Nyonya Borra Laya Queen, Tuan.
Alan Ainsley
*Laya?*
(batinnya semakin heran)
Alan Ainsley
*Dari mana dia tau kantorku..? Dan.. Untuk apa tiba_tiba dia menemuiku..?*
(batinnya bertanya_tanya)
Tentu saja terasa aneh baginya.
Pasalnya, ia sama sekali tidak pernah memberitahukan apapun pada Laya.
Tapi entah bagaimana, hingga Laya bisa sampai di perusahaannya.
Alan Ainsley
Biarkan dia masuk.
Dan tak lama kemudian, pintu ruangannya pun terbuka dari luar.
Lalu masuklah seorang wanita yg terlihat begitu anggun didalam balutan baju semi formalnya.
Borra Laya Queen
Hai, Alan..
Masih di ambang pintu, Laya langsung menyapa sang pemilik ruangan dengan senyuman yg hangat dan penuh keramahan.
Sahutnya setengah canggung, sambil menghentikan pekerjaannya.
Alan Ainsley
Silahkan masuk, Laya.
Ujarnya kemudian setelah mematikan laptop dan bangkit dari kursi kebesarannya.
Borra Laya Queen
Apa aku mengganggumu?
Tanyanya sambil berjalan masuk dengan gayanya yg anggun dan elegan.
Alan Ainsley
Ah, tidak juga.
Alan Ainsley
Silahkan duduk.
Dengan sopan, Alan mempersilahkan Laya untuk duduk di sofa mewah yg ada di ruangannya.
Borra Laya Queen
Hem.. Terima kasih.
Sahutnya sambil mendudukkan dirinya di sofa, yg kemudian disusul oleh Alan yg juga ikut mendudukkan dirinya disana.
Borra Laya Queen
Oh iya, Alan. Maaf, jika kedatanganku membuatmu terkejut.
Ujar Laya sedikit sungkan, setelah ia mendudukkan dirinya dengan nyaman.
Alan Ainsley
Kau benar, aku memang sedikit terkejut. Haha..tapi itu tidak masalah.
Gurau Alan sedikit berterus terang.
Alan Ainsley
Lalu? Apakah ada sesuatu yg penting, sampai model sebesar dirimu mau menyempatkan diri untuk datang kesini..?
Tanyanya kemudian dengan menyelipkan sedikit basa_basi yg sarat akan pujian.
Borra Laya Queen
Hahaha.. Aku hanya model biasa saja, Alan.
Masih dengan gayanya yg anggun dan elegan, Laya juga menampilkan citranya sebagai wanita yg rendah hati. Walaupun sebenarnya, didalam hati ia sedang berbangga diri.
Alan Ainsley
Kau terlalu merendah, Laya. Bahkan seluruh dunia juga tau, siapa itu Laya Queen.
Alan Ainsley
Seorang model besar berkelas internasional.
Puji Alan apa adanya, karna memang begitulah kenyataannya.
Siapa yg tidak kenal Laya? Wanita yg sukses di dunia modelingnya. Wanita yg menjadi model paling di cari dan paling banyak di perbincangkan dalam dunia modeling, bahkan di usianya yg sudah tak lagi muda.
Kecantikan dan pesonanya, memang telah di akui oleh hampir seluruh dunia. Jadi, tidak heran jika Alan juga mengenalnya sebagai model berkelas dunia.
Borra Laya Queen
Terima kasih atas pujianmu, Alan. Suatu kehormatan mendapat pujian dari pengusaha besar dan sukses sepertimu.
Alan Ainsley
Ck..! Itu sangat berlebihan. Aku bukan apa_apa kalau dibandingkan denganmu.
Alan berusaha bersikap sewajarnya. Walau sejujurnya ia begitu penasaran, bagaimana Laya bisa tau alamat perusahaannya.
Padahal selama ini, identitasnya sebagai pemilik perusahaan selalu ia rahasiakan dari khalayak ramai.
Hanya orang_orang tertentu sajalah yg tau identitasnya yg sebenarnya.
Bahkan Alan juga menyembunyikan identitasnya dari beberapa klien yg bekerjasama dengan perusahaannya.
Hal itu ia lakukan, semata_mata untuk melindungi privasinya. Terutama dari para wanita yg mengincarnya hanya karna harta kekayaannya saja.
Tapi hari ini, Laya tiba_tiba datang entah tau alamatnya dari mana.
Alan Ainsley
Oh iya. Apakah ada sesuatu yg bisa kubantu?
Tanyanya lagi setelah sedikit berbasa_basi.
Borra Laya Queen
Mmm. Sebenarnya tadi aku harus menghadiri meeting untuk proyek pemotretanku, yg diadakan di gedung seberang perusahaanmu.
Borra Laya Queen
Jadi.. Aku berfikir untuk mampir dan menyapamu sebentar.
Borra Laya Queen
Kuharap.. Kau, tidak masalah dengan itu.
Tuturnya sedikit sungkan.
Alan Ainsley
*Jadi dia kesini dan menganggu pekerjaanku, hanya untuk sekedar mampir dan menyapa saja? Ck..! Apa_apaan dia? Mengganggu saja.*
(sahutnya dalam hati)
Alan Ainsley
Oh..tentu saja itu bukan masalah, Laya.
Dan pada akhirnya, hanya itulah yg bisa keluar dari bibirnya. Walau didalam hati, ia mengatakan hal yg sebaliknya.
Karna tidak mungkin ia berterus terang. Terlebih, Laya adalah tamunya. Dan tidak akan sopan jika sampai ia menyinggung perasaan orang yg telah menyempatkan diri untuk mengunjunginya.
Walaupun, kedatangan Laya sama sekali tak diharapkannya. Tapi Alan tetap harus menghargai dan menghormatinya.
Hingga kemudian, obrolan demi obrolanpun terjalin. Sampai kecanggungan itupun perlahan mulai mencair.
Walau awalnya Alan sedikit enggan dengan kedatangan Laya, tapi lama kelamaan obrolan mereka pun semakin hangat dan akrab selayaknya sahabat lama.
Mungkin karna memang Laya tipe orang yg mudah bergaul, mengingat dia adalah seorang model besar yg di tuntut untuk bisa berkomunikasi dengan baik pada siapapun orangnya.
Sehingga tak akan sulit baginya untuk mencairkan suasana dan mendekatkan dirinya dengan Alan yg memang sedikit sulit untuk di dekati.
Apalagi Alan adalah orang yg dulu sangat dekat dengannya. Jadi, untuk kembali mengakrabkan dirinya lagi dengan Alan..? Tentu saja, itu hal yg mudah bagi Laya.
Sedangkan di tempat lain.
Zac tampak begitu fokus pada motornya, sampai_sampai ia tidak menoleh pada sang sahabat yg berdiri di hadapannya.
Tim / Sahabat Zac
Bukankah kau bilang, hari ini kau ada ujian..?
Kembali ia menyahuti singkat saja, tanpa mengalihkan perhatiannya sedikitpun dari motor kesayangannnya.
Tim / Sahabat Zac
Terus? kenapa kau ada disini, bodoh..?
Zac Adelard
Memangnya aku harus kemana?
Tanyanya santai tanpa sedikitpun rasa bersalah.
Dan hal itu tentu saja membuat Tin selaku sahabat baiknya, menjadi kesal sendiri melihat tingkah Zac yg menyebalkannya luar biasa.
Sontak Zac mengoleh kesal, begitu telapak tangan Tim mendarat dengan telak diatas kepalanya.
Tim / Sahabat Zac
Dasar bodoh...!
Tim / Sahabat Zac
Sekarang pergilah ke kampus dan selesaikan ujianmu.
Zac Adelard
Ck..! Jangan ikut_ikutan Mommy ku.
Tim / Sahabat Zac
Hiiss.. Anak ini..!
Tim sampai mengacak rambutnya frustrasi.
Sebagai sahabat, tentu saja Tim ingin yg terbaik untuk sahabat baiknya itu.
Tapi setiap kali berdebat masalah kuliah seperti ini, pasti Zac akan membuatnya kesal sendiri.
Bagaimana tidak kesal? Jika sahabat baik sekaligus teman seperjuangannya itu, tidak pernah mengutamakan ataupun memikirkan yg namanya pendidikan.
Padahal Tim tau benar, jika Zac adalah pemuda yg mempunyai tingkat kecerdasan otak diatas rata_rata. Tapi karna kenakalannya, akhirnya Zac tertinggal jauh oleh teman_temannya yg bahkan memiliki kemampuan otak biasa_biasa saja.
Tim sendiri telah lulus satu tahun yg lalu. Dan kini telah merintis usaha bengkel motor miliknya sendiri, yg semakin berkembang pesat selama setengah tahun ini belakangan ini.
Dan bengkel motor itulah yg sekarang justru menjadi langganan sekaligus menjadi tempat Zac mangkal.
Zac Adelard
Aku hanya ingin fokus dengan pertandinganku nanti malam.
Ujarnya tiba_tiba setelah kembali serius pada motornya.
Tim / Sahabat Zac
Tapi Zac.. Mau sampai kapan kau terus begini..? Hah?
Zac Adelard
Sampai Tiger mati. Atau minimal patah kaki, sampai si brengsek itu tidak bisa berjalan lagi.
Tim pun hanya bisa menghela nafasnya pasrah.
Tim / Sahabat Zac
Terserah kau saja.
Tim menepuk bahu lebar Zac, sebagai tanda dukungan terbaik untuk sang sahabat baik.
Zac memang butuh nasehat, tapi lebih dari itu. Zac hanya butuh perhatian dan juga dukungan dari orang_orang terdekatnya. Dan Tim sangat tau itu.
Comments