03

Saat ini Bella tengah duduk didalam kamarnya,kemarin dia di marahi oleh Imanuel,ayahnya. Dan sekarang dia malas untuk keluar dari kamarnya.

Diruang makan semua orang tengah bersiap untuk sarapan. Hana meminta salah satu pelayan dirumah untuk memanggil Bella yang masih di kamarnya.

"Maaf nyonya, nona Bella tidak ingin keluar dari kamar."ucap pelayan saat kembali setelah memanggil Bella dikamarnya.

"Biarkan saja, nanti kalau lapar juga akan turun."Ucap Imanuel dengan enteng.

"Kau tidak boleh seperti itu pada Bella. Bagaimana pun dia putri mu."Hana membela.

"Ma, Papa benar. Bella sudah membuat malu kita kemarin, sudah bagus dia hanya dimarahi papa dan pemilik mall itu tidak memblacklis dia dari mall."

"Daniel, kenapa kamu malah berkata seperti itu. Itu adik mu satu-satunya."

"Ya dia memang adikku, tapi dia sudah dewasa. Berhentilah memperlakukan dia seperti anak kecil."

"Daniel!"

Daniel yang malas berdebat dengan ibunya memilih untuk berangkat kerja dan tidak lupa membawa roti yang tengah dia makan.

"Pa, Daniel berangkat."

"Hmm."

Hana melihat Daniel dengan geram. Dia tidak tahu kenapa kedua anaknya tidak bisa saling mengerti dan membela satu sama lain.

Imanuel yang tengah menikmati sarapannya hanya diam, ini masih pagi untuk membuat sebuah keributan dirumah.

Melihat suaminya diam, Hana mencoba untuk berkata lebih lembut padanya.

"Sayang, aku mohon jangan terlalu keras pada Bella. Dia masih muda, jadi wajar kalau dia ingin berbelanja barang-barang yang dia inginkan."

Imanuel tak bergeming, sudah sering dia menasehati Bella untuk tidak seenaknya menggunakan kartu kredit yang di berikan olehnya.

Bagi Imanuel kali ini Bella sudah keterlaluan. Dia menghabiskan uang 45 juta hanya dalam 1 minggu, dan semua dipakai untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan.

"Sayang, kamu tidak kasihan dengan Bella? Hanya karena masalah kemarin kamu memblokir kartu kredit Bella dan tidak memberikan uang selama satu bulan."

Imanuel menatap Hana yang masih berusaha memohon padanya.

"Aku selesai."Imanuel mengelap bibirnya lalu berdiri.

"Sayang, kau tidak mendengarkan aku?"

"Berhenti memohon. Jika kau kasihan padanya, kau harus sedikit lebih keras. Kau lihat sendiri akibatnya kau terlalu memanjakannya, dia tidak mau bekerja dan hanya bisa menghabiskan uang."

"Dia masih muda, tidak akan sanggup bekerja dengan berat sayang."

"Usianya sudah hampir 25 tahun, dan kau berkata dia. masih muda?"

Hana terdiam, dia tahu jika di usia Bella seharusnya sudah mempunyai pekerjaan yang bagus dan mendapatkan prestasi yang membanggakan.

Imanuel tidak melanjutkan perdebatannya, baginya apapun yang dia katakan tidak akan pernah didengar oleh Hana maupun Bella.

Dengan langkah lebar Imanuel berjalan keluar dari rumahnya. Dia masih harus mengurus pekerjaannya di kantor.

***

Di sudut tempat berbeda, Amoora sudah siap dengan setelan baju kerjanya.

Hari ini dia diminta untuk menemui klien dari luar negri oleh atasannya.

Hal ini sudah sering Amoora lakukan. Karena selain cerdas dalam berbisnis, Amoora juga menguasai beberapa bahasa yang memudahkannya berkomunikasi dengan klien dari luar negri.

Setelah merasa cukup rapi, Amoora mengambil tas berwarna peach yang sesuai dengan baju yang dia kenakan saat ini.

"Oke Amoora, time to work."Amoora bicara sendiri didepan cermin.

Melangkah dengan pasti Amoora keluar dari kamarnya.

Pagi ini dia akan sarapan di kantin kantor, karena dia pikir tidak akan sempat untuk membuat sarapan dirumah.

Amoora keluar rumah dan berjalan ke garasi mobilnya.

"Sepertinya aku akan menaiki mu hari ini."Amoora berdiri didepan mobilnya.

Amoora membuka pintu mobil lalu masuk kedalamnya.

Dengan kecepatan sedang Amoora melajukan mobilnya menuju perusahaan dimana dia bekerja sejak 4 tahun yang lalu.

Sambil bersenandung mengikuti alunan lagu yang dia dengar lewat radio didalam mobil, Amoora menikmati jalanan kota yang sudah begitu familiar baginya.

Amoora tidak pernah merasa takut keluar sendirian, ditambah lagi Imanuel tidak pernah mengizinkan supir pribadi dirumahnya mengantar dia pergi.

Semuanya berubah setelah Hana masuk kedalam rumah dan mengubah semua aturan yang ada dirumah, dan tentu Imanuel hanya diam dan mengikuti apa yang Hana katakan.

Setengah jam kemudian Amoora sampai di perusahaan tempat dia bekerja. Gedung dengan tinggi mencapai 32 lantai itu terlihat tidak begitu besar, namun sangat kokoh dengan aksitektur yang begitu bagus.

Amoora memarkirkan mobilnya di tempat parkir yang terletak dibawah tanah gedung itu.

Sebelum turun, Amoora kembali memeriksa riasan wajahnya, walaupun kehidupannya sangat biasa tapi Amoora selalu melakukan semua hal dengan baik dan dia ingin memberikan hasil yang memuaskan. Begitu juga dengan penampilannya.

Amoora turun dari mobil dan berjalan menuju lift yang akan membawanya ke lantai atas dimana dia biasa mengerjakan setumpuk pekerjaannya.

'ting'

Suara lift berbunyi begitu nyaring, Amoora berjalan masuk kedalam lift lalu menekan tombol lantai 30.

Pintu lift tertutup dan Amoora merasakan lift bergerak naik ke lantai atas.

'ting'

Tak berapa lama lift berhenti dan pintu lift terbuka di lantai 30, Amoora melangkah keluar.

"Selamat pagi kak Amoora."Sapa seorang karyawan.

"Selamat pagi."Amoora melemparkan senyum manisnya seperti biasa.

Amoora berjalan menuju ruang kerjanya. Dia melewati beberapa karyawan perusahaan lainnya, dan seperti biasa mereka saling menyapa dan tersenyum.

"Amoora."Seseorang memanggilnya.

Amoora menoleh ke belakang, dan dia mendapati atasannya sudah berdiri tegap disana.

"Selamat pagi direktur. Masih pagi ada apa direktur kesini?"Tanya Amoora tanpa basa basi seperti karyawan lain.

"Kita bicara didalam kantor mu."

Amoora mengangguk.

"Baik, kalau begitu silahkan pak."

Amoora memberikan jalan untuk atasannya.

Setelah didalam ruang kerja Amoora. Atasan Amoora yang bernama Ricard Smith langsung duduk di sofa yang ada didalam ruangan itu.

"Ada apa direktur?"Tanya Amoora.

"Amoora, kau kenal Alvaro Fernandez?"

Amoora mengerutkan dahinya.

"Alvaro Fernandez?"

"Iya, kau kenal dia?"

Amoora mencoba mengingat nama yang ditanyakan oleh atasannya itu.

"Setahu saya, kita belum pernah menjalin kerja sama dengan nama itu pak."

"Tentu saja tidak pernah. Itu karena dia adalah orang yang sangat berpengaruh di negara ini. Dia adalah penerus satu-satunya keluarga Fernandez, orang terkaya di negara ini."

Amoora mengangguk tanpa ekspresi.

"Lalu ada masalah apa dengan tuan Alvaro Fernandez itu?"

"Aku dengar dia sedang mencari orang yang bisa menguasai beberapa bahasa. Asistennya sampai membuat pengumuman di sosial media."

"Bukankah dia orang yang hebat, dia pasti bisa berbagai bahasa. Untuk apa dia mencari orang lain?"

"Aku juga tidak tahu. Mungkin ada beberapa bahasa yang tidak dia mengerti."

Amoora menganggukan kepalanya beberapa kali.

"Lalu hubungannya dengan saya apa pak?"

"Kamu kan bisa menguasai banyak bahasa. Aku yakin kamu bisa kalau mencoba mendaftar kesana, di tambah lagi tuan Alvaro Fernandez itu akan bekerja sama dengan perusahaan yang bisa membantunya."

Amoora duduk di seberang atasannya.

"Apakah tuan Alvaro Fernandez itu sangat hebat,pak?"

"Oh tuhan,Amoora. Kau sudah bergelut di bidang bisnis bertahun-tahun, tapi kau tidak tahu tentang dia?"Tanya Ricard dengan heran.

Amoora yang memang tidak mengenal siapa Alvaro Fernandez hanya bisa tersenyum lebar pada atasannya.

"Baiklah saya akan memberitahu kepada mu siapa tuan Alvaro Fernandez itu."

Ricard mengeluarkan ponselnya lalu mulai serius mencari sesuatu pada layar pipih itu.

"Nah ketemu. Kau lihat ini, dia adalah Alvaro Fernandez."

Ricard memberikan ponselnya pada Amoora.

Amoora melihat foto yang ada didalam ponsel milik Ricard. Seketika matanya membulat seperti akan keluar.

"Bukankah dia orang yang membeli mobil saya kemarin?"Ucap Amoora dengan nada terkejut.

"Itu tidak mungkin, apa kau yakin?"

"Tentu. Saya bahkan mempunyai nomor telfonnya, karena kemarin dia memberikan kartu namanya pada saya."

Ricard menatap Amoora dengan tatapan tidak percaya.

"Saya serius bos."Amoora meyakinkan Ricard, karena Ricard terlihat tidak percaya.

"Bagaimana aku bisa percaya dengan ucapan mu Amoora. Dia adalah orang yang sulit di temui, bahkan dia baru saja muncul akhir-akhir ini."

Amoora menghela nafas, dia pun mengambil ponselnya lalu dia juga mengambil kartu nama yang diberikan oleh Alvaro kemarin.

Dengan jari lentiknya Amoora mengetik nomor yang ada di kartu nama itu.

Ricard sedikit terkejut saat melihat Amoora mengeluarkan sebuah kartu nama, dimana ada nama Alvaro Fernandez disana.

'tut tut tut tut'

(tersambung)

"Iya siapa?"Terdengar suara yang begitu dingin dari seberang sana.

"Selamat pagi tuan Alvaro Fernandez, saya Amoora Steve. Apa anda masih ingat saya? Kemarin anda membeli mobil saya."

"Oh nona Amoora, selamat pagi. Akhirnya anda menghubungi saya. Saya menunggu anda untuk menghubungi saya kemarin."

"Maaf tuan Fernandez, kemarin saya sangat sibuk."

"Tidak, tidak apa-apa."

"Sebelumnya saya minta maaf karena menganggu tuan Fernandez, tapi...Ada yang ingin saya tanyakan kepada anda."

"Ya tentu, silahkan."

"Saya melihat di sosial media, asisten anda sedang mencari orang yang bisa beberapa bahasa. Apakah itu benar?"

"Iya itu benar. Beberapa minggu lagi saya akan melakukan perjalanan bisnis ke beberapa negara. Dan saya sedikit ragu dengan penerjemah yang di sediakan disana."

"Oh saya bisa mengerti."

"Apa nona Amoora mengusai beberapa bahasa?"

"Saya tidak yakin."

"Ah begitu."Terdengar suara yang sedikit kecewa.

"Iya tuan. Baiklah tuan Fernandez, saya rasa anda pasti sibuk. Maaf karena sudah mengganggu waktu anda."

"Tidak, tidak apa nona Amoora."

"Baiklah kalau begitu, terima kasih tuan Fernandez."

"Iya."

Amoora memutuskan sambungan telefonnya, dan menatap Ricard yang masih menatap Amoora dengan tatapan penuh rasa kagum.

"Kau benar-benar mengenal tuan Alvaro Fernandez?"

"Bukankah saya sudah mengatakannya kalau dia memberikan kartu namanya."

"Tapi bukankah dia adalah orang yang sulit untuk dihubungi, dan terkenal dengan tempramen yang dingin?"

"Saya juga tidak tahu. Tapi kemarin kami mengobrol dengan sangat santai, dan direktur juga bisa lihat sendiri bagaimana saya berbicara dengan dia."

Ricard diam, namum seketika bibirnya melengkung menunjukkan senyumannya.

"Itu bagus Amoora! Kau bisa menjalin hubungan baik dengan tuan Alvaro Fernandez."Seru Ricard dengan senang.

"Direktur yang terhormat, pekerjaan saya sangat banyak disini. Dan saya juga tidak ingin terlibat dengannya."

"Amoora pikirkan baik-baik, ini sebuah kesempatan. Selain karirmu akan semakin bagus, perusahaan kita juga bisa bekerjasama dengan perusahaan tuan Alvaro Fernandez."

"Pak Ricard Smith, saya mohon. Saya tahu itu akan berpengaruh besar dengan karir saya, tapi saya tidak mau terlibat dengan orang-orang besar."

Ricard yang memang sudah akrab dengan Amoora tidak bisa memaksanya. Bagi Ricard walaupun itu adalah hal yang sangat bagus, jika Amoora tidak mau, maka dia tidak akan memaksa.

Di perusahaan Amoora adalah salah satu orang yang sangat penting dan berpengaruh, jadi dia tidak ingin membuat Amoora tidak nyaman.

Selama 4 tahun ini Amoora sudah membantu dirinya membawa perusahaannya naik dan bisa berdiri sejajar dengan perusahaan lainnya. Karena itu, Amoora adalah karyawannya yang special.

Terpopuler

Comments

jhon teyeng

jhon teyeng

wah ini Amora sptnya wanita yg biasa saja tp akan berubah menjadi singa yg sadis ketika......

2023-05-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!