Aku terkejut melihat orang bernama Daffin sekilas. Kalian tau? Kenapa dia terlihat malas satu kelompok dengan ku? Aku langsung memalingkan wajah. Tidak sengaja aku melihat tatapan beberapa mahasiswi yang ternyata menatapku. Apa karena aku cantik? Jelas bukan, itu karena aku mengangkat tanganku.
“Oke. Daffin duduknya bisa geser?” Tanya pak Budi.
“Iya pak.” Jawab pria itu dengan menenteng bangku besi yang ringan itu ke sebelahku.
Setelah Daffin pindah ke sebelahku, pak Budi mulai menjelaskan materinya. Dia menjelaskan tentang kurikulum yang sedang berlaku di sekolah sekarang. Kurikulum yang di gunakan sekarang adalah kurikulum K13. Meski masih ada beberapa sekolah yang masih menggunakan kurikulum KTSP dalam pembelajaran di sekolah.
“Di mulai dari pembuatan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), setelah itu kalian akan menghitung PROMES (Program semester), PROTA (Program Tahunan) dengan kalender akademik yang akan saya bagikan, Pembuatan RPE (Rencana Pekan Efektif).” Jelas pak Budi.
Oh tidak, istilah itu sudah terlalu sulit di cerna. Yah ini lah proses belajar. Di awal tidak tau dan akirnya tau. Kita nikmati saja lah prosesnya. Hanya saja, bagaimana bisa aku menikmati prosesnya jika aku satu kelompok dengan orang ini?
Daffin, bagiku dia terlihat cuek, tidak punya motivasi untuk hidup, begitu lesu. Terlebih seperti yang aku katakan di awal tadi. Sepertinya dia tidak suka satu kelompok denganku. Apa karena aku tidak cantik? Entahlah.
Akhirnya pak Budi pun mulai menjelaskan teorinya. Kami semua mendengarkan dengan seksama. Tidak ada satu pun yang bertanya karena kami masih memahami istilah baru itu dengan mudah. Hingga pada akhirnya, pak Budi meminta kami untuk membuka ponsel kami, ternyata pak Budi sudah mengirimkan outlinenya hari ini kepada ketua kelas kami.
“Emm... mbak, boleh lihat outline yang di kirim? Aku belum masuk ke grup kelas.” Kata Daffin.
Oh ternyata dia bisa ramah juga. Dasar aku hanya menatap luarnya saja sudah menyimpulkan bagaimana hatinya. Memang mindset don’t look book by the cover sulit untuk aku terapkan.
“Boleh, ini.”
Dia pun mendekat, tapi ya gak dekat banget juga dong. Masak sampai bangkunya hampir mepet kan gak nyaman banget. Terpaksa aku harus menggeser sedikit bangku ku untuk jarak aman.
“Boleh minta outlinenya?” Tanyanya beberapa detik setelah aku menggeser bangku. Mungkin dia sudah merasa kalau aku tidak nyaman jika duduk terlalu dekat dengannya.
Dengan senang hati aku meminta barcode whatsapp Idnya. Dan secepat kilat aku scan barcode itu dan mengirimkan outline itu ke ponselnya.
Hah... lega rasanya bisa duduk tidak berdekatan dengannya. Jujur saja, aku agak grogi duduk dekat dengannya. Selain statusnya si idola kampus. Aku masih belum bisa menyingkirkan pikiran negatif ku tentang dia dengan sempurna.
Kami kembali fokus ke pelajaran dengan ponsel kami masing-masing. Tidak terasa waktu sudah mulai habis, pak Budi pun langsung membagikan bagian kami. Pak Budi memanggil kelompok secara acak dan memberikan tugasnya.
“Kelompok Alice dan Daffin. Kalian buat RPP K13 untuk kelas 11 ya.” Ucap pak Budi.
“Baik pak.” Jawabku dan Daffin tidak sengaja serentak.
Tidak kesengajaan itu mengundang banyak pasang mata ke arah kami. Baik yang duduk di barisan depan kami sampai yang duduk di barisan paling depan. Mereka rela menoleh ke belakang hingga memutar pinggulnya. Apa yang salah? Ini kan hanya kebetulan saja.
Aku memutar bola mataku, mengalihkan pandang, menatap ke segala arah. Kenapa harus bareng sih? Dan entah mendapat prasangka dari mana, aku pikir semua tidak akan berjalan lancar.
Tidak lama kemudian, kelas selesai. Pak Budi sudah keluar dari kelas. Beberapa mahasiswa juga sudah meninggalkan kelas. Sedangkan aku, menunggu kelas ini sepi dulu, baru keluar. Aku tidak mau menjadi pusat perhatian lagi.
Daffin juga sudah meninggalkan kelas. Tinggal beberapa orang yang masih asik ngobrol di kelas. Oke lah, mungkin sudah aman untuk ku keluar kelas. Dan tidak di sangka, saat aku berjalan menelusuri lorong aku melihat ada segerombol mahasiswi yang sedang berbisik.
Aku melihat dengan jelas, bahwa beberapa dari mereka melirik ku. Lagi-lagi perasaanku mengatakan bahwa mata kuliah ini tidak akan berjalan dengan mudah. Pasti akan ada banyak halangan.
Ah, sudah lah masa bodoh dengan perasaan aneh ini. Terpenting sekarang aku harus segera pulang pergi dari lorong ini. Mengingat aku masih ada kelas lanjutan setelah menunggu satu jam empat puluh menit lagi.
Selagi menunggu, aku pergi ke perpustakaan kampus untuk sekedar mencari bacaan. Beruntung jika aku bisa menemukan materi untuk bahan presentasi. Asal kalian tau, buku di perpustakaan kampusku terbatas. Ada ribuan mahasiswa yang kuliah di jurusan ini, dan hanya ada tersedia sekitar puluhan buku saja dengan materi yang sama.
Jadi, kami menyadari jika kami juga kekurangan sumber untuk bahan presentasi. Biasanya, kami harus foto kopi buku itu jika sudah tidak ada cara lain untuk mencari sumber. Bukan satu buku penuh, hanya materi yang kami butuhkan saja.
Tapi, biasanya buku itu juga tersedia sesuai dengan jadwal kami. Jika belum hampir jadwal deadline presentasi biasanya buku sudah hilang entah kemana, tapi ketika kami sudah mendekati jadwal deadline presentasi buku itu akan muncul begitu saja di rak perpustakaan. Sepertinya buku itu tau jika kami suka mengerjakan tugas jika sudah hampir deadline.
Akhirnya, aku sampai di perpustakaan.
Hmmm. Aroma buku memang ah... tidak bisa di ungkapkan. Aku sangat suka aroma buku ini. Aku mulai mencari buku untuk materi presentasiku. Setelah sekian lama mencari, di rak yang sama aku tidak menemukannya. Hah... mungkin belum berjodoh. Coba aku cari lagi besok, aku masih punya banyak waktu untuk mencari sumber materi.
Aku mulai beralih ke rak lain. Ketika aku berjalan santai ke rak sebelah sambil membaca sekilas judul yang terpampang di sana. Mencari, mana tau ada judul yang menarik. Namun tidak di sangka mataku berpapasan langsung dengan Daffin. Seperdetik saja, sudah membuatku terkejut.
Aku heran kenapa banyak yang menyukainya? Tatapannya itu loh. Sangat dingin dan tajam.
Daffin terlihat sedang berjalan bersama teman-temannya yang satu angkatan dengannya. Ternyata dia juga bisa main ke perpustakaan juga ya? Jujur, aku cukup terkesan. Karena biasanya yang aku tahu para mahasiswa lebih suka mencari sumber presentasi melalui jurnal online yang bisa di download gratis. Namun, sedetik kemudian pikiran jelekku melintas kembali.
“Bisa ke perpustakaan juga ternyata? Halah, palingan terbar pesona.” Gumamku sambil berjalan terus mencari buku yang menarik.
“Eh, keren nih kayaknya.”
Akhirnya aku menemukan buku yang sepertinya menarik untuk di baca. Buku membahas tentang psikologi anak. Aku sangat suka mempelajari psikologi anak. Karena dengan begini aku tahu, bagaimana cara menghadapi keponakanku yang luar biasa aktif.
Beberapa saat kemudian, Daffin dan teman-temannya melintas tepat di depan mejaku. Awalnya aku sih cuek saja. Tapi, radarku memberitahuku untuk menatap beberapa orang yang melintas itu. Dan benar saja, salah satu di antara tiga orang itu sempat melirik ku hingga dia membuang muka.
Setelah membuang muka, dia terlihat menepuk pundak Daffin sambil membisikkan sesuatu.
“Feelingku dia lagi ngomongin aku nih.” Gumamku.
Entah kenapa mood membacaku langsung menurun drastis. Oh tidak! Hey! Otakku kenapa kau selalu memikirkan hal-hal negatif menyangkut Daffin? Hey sadar hey.
“Tarik napas dalam, keluarkan!”
“Tarik napas dalam, keluarkan!”
“Otak, mari kita bekerja sama untuk positif thinking tentang Daffin,oke. Kalian satu kelompok oke. Tenang otakku sayang.”
Aku berulang kali mengucapkan kata itu hingga akhirnya Nana menepuk pundakku dan bertanya dengan heboh karena ucapanku pada diriku sendiri tadi.
“Kamu satu kelompok sama kak Daffin? Serius?” Tanya Nana salah satu fans Daffin.
“Hah? Udah tau namanya?”
“Udahlah, siapa sih yang gak tau namanya?” Ucap Nana sangat antusias.
“Aku!”
Jawabku santai dan berhasil membuat keheningan di antara aku dan Nana. Aku menatap Nana yang terlihat lucu seperti tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan. Dia menatapku melongo hingga mulutnya hampir menganga.
Karena aku gemas, aku lambaikan tanganku tepat di depan matanya. Memastikan Nana agar segara sadar. Bisa susah juga jika dia tiba-tiba kesurupan di perpustakaan kampus ini.
“Beneran gak tau?!”
“Baru tau ya tadi pas di absen.”
“Kan minggu kemarin juga di absen. Masak gak tau sih?!”
“Gak memperhatikan dengan seksama.” Ucapku cuek.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments