Bab 4

•••

Pagi itu aku menjalankan tugasku sebagai sekretaris dengan sangat menyedihkan, dimana apapun yang aku lakukan selalu salah dimata manusia setengah es batu bernama Sena itu.

Aku membacakan rentetan jadwalnya untuk satu hari ini langsung di potong olehnya “cukup, pelankan suaramu aku tidak tuli. Buatkan saja kopi” ucap pak Sena ketika aku sedang membacakan jadwal.

‘Dih perasaan gue ga teriak-teriak, memangnya harus volume sekecil apa aku bicara sama dia’ umpatku dalam hati.

“Baik pak” aku segera berlalu dari hadapannya dan segera menuju pantry di ujung lorong.

Aku menuangkan sesendok gula dan sesendok kopi kedalam gelas berukuran sedang, ‘sesendok semua kan ya?’ Tanyaku dalam hati. Sendoknya banyak banget, pake ukuran yang mana sih, buset dah.

Dengan sangat berhati-hati aku membawa segelas kopi hitam pesanan bosku itu.

“Ini pak silahkan” ucapku sambil menyodorkan gelas kopi tersebut.

Dengan perlahan pak Sena meminum kopi buatanku hingga, PRANGG…

gelas itu mendarat sempurna di lantai.

“Kamu mau membunuh saya!” Sentak pak Sena.

Aku gelagapan “ma-maksud bapak apa, sa-saya tidak memasukkan apapun di dalam gelas kopi itu selain gula dan kopi” ucapku bergetar.

“Kamu mau gula darah saya tinggi? IYAA!!” bentak pak Sena. Sepertinya aku salah memakai sendok takar, karena tadi aku pakai sendok yang berukuran besar. Bodoh sekali kamu Airinnn.

“Ma-maaf pak, biar saya buatkan lagi” aku memungut serpihan gelas yang berserakan di lantai itu dan segera berlalu ke panty lagi.

“Ya allah begini banget ya kerja, belom juga setengah hari udah di bikin mau mati aja.” Aku bermonolog.

“Pak Sena memang seperti itu, jika ada yang tidak sesuai dengan keinginannya maka dia akan marah” sebuah suara mengejutkan ku dari belakang.

Aku menoleh dan melihat ada pak Rey sedang berdiri menatapku yang sedang membuat kopi.

“Bukankah tadi sudah saya peringatkan bahwa gula dan kopi nya hanya satu sendok?” Pak Rey mengingatkan.

“I-iya pak, saya sudah memasukan satu sendok gula dan satu sendok kopi, tapi sepertinya saya salah pakai sendok, saya menggunakan sendok makan” ucapku lemah.

“Sudah tidak apa jadikan ini sebagai pelajaran, kedepannya kamu harus lebih hati-hati” ujar pak Rey dan segera berlalu pergi.

“Pak Rey datang dari mana, perasaan tadi dia ga ada deh” ucapku keheranan melihat pak Rey datang dan pergi secara tiba-tiba.

Kali ini kopi buatanku sempurna, tidak kurang dan tidak lebih, terbukti pak Sena tidak berkomentar apapun mengenai kopi buatanku.

“Saya permisi pak, saya mau membuat dokumen perjanjian dengan klien siang ini” ucapku seraya membungkukkan badan dan berlalu ke meja kerja ku.

Hari semakin beranjak siang, sekitar jam 11 aku dan pak Sena sudah berada di dalam mobil untuk menuju ke sebuah caffe guna menjalankan meeting.

Aku duduk di samping kemudi yang sedang di jalankan pak Sena. “Nanti aku disana ngapain ya pak?” Tanya ku konyol, bodoh sekali Airin ini, apakah kamu tidak tau tugas seorang sekretaris?

Pak Sena menoleh ke arahku, “apa kamu sebelumnya tidak mencari tahu apa saja tugas seorang sekretaris” ucap pak Sena datar.

“Hehehe cari tau pak, tapi kalau saat meeting saya belum tau apa yang harus saya lakukan setelah menjelaskan materi-materinya” ucap Airin cengengesan.

“Untuk kali ini kamu hanya perlu mencatat hal yang penting saja dan perhatikan dengan secara seksama, semua komunikasi biar saya yang handle, saya mencontohkan hanya sekali, seterusnya setiap pertemuan kamu yang berkomunikasi dengan klien” jelas pak Sena.

Aku mengerti, ini kali pertama untuk ku meeting bersama orang-orang penting, jadi mungkin beliau mau menunjukkan cara berkomunikasi yang baik dengan mereka agar nantinya aku tidak membuat malu dirinya.

“Baik pak” ucapku dengan pasti.

Aku melihat pemandangan di jalan raya yang sangat padat siang itu, harus ku akui bahwa aku sedikit gugup, karena selama ini aku bisa di katakan seorang introvert, jarang sekali keluar rumah dan bertemu orang-orang, mainpun kadang cuma dengan Yuri saja. “Duh jadi gugup” ucapku pelan.

“Kenapa kamu?” Tanya pak Sena yang sepertinya mendengar gumaman ku.

“Eh- enggak pak. saya hanya sedikit gugup, soalnya ini kali pertama saya meeting dengan orang penting” ucapku jujur.

“Santai saja, jangan norak” ucapnya sangat menohok hati mungilku.

Huft… ucapan orang kaya ini memang beda, sedikit menggores hati.

Tak lama mobilpun menepi ke pelataran sebuah caffe besar di tengah kota, pengunjungnya rata-rata dari kalangan menengah ke atas. Tempat ini tak hanya di jadikan tempat ngopi saja, banyak pengusaha-pengusaha yang memanfaatkan tempat ini untuk meeting ataupun melakukan pertemuan besar, namun selain itu tempat ini juga banyak di kunjungi pemuda pemudi yang ingin pacaran.

Kami memasuki sebuah ruang VIP yang sudah di pesan sebelumnya, disana sudah ada beberapa orang perwakilan dari perusaan yang akan bekerjasama dengan perusahaan Pranata’s Company.

Disana aku di buat kagum dengan cara penyampaian Pak Sena ketika memaparkan materi, dia sangat berwibawa ketika sedang serius menjelaskan, tapi kalau sudah marah sangat mirip dengan singa mengamuk.

Tugasku hanya mencatat apa yang di sampaikan oleh rekan bisnis pak Sena, selebihnya aku hanya memperhatikan interaksi elegan antara mereka saja.

Setelah 1 jam berlalu akhirnya meeting pun selesai, aku dan pak Sena segera beranjak menuju mobil untuk kembali ke kantor. Aku berjalan di belakang pak Sena dengan pikiranku yang sedang sibuk memikirkan makan siang apa yang cocok untuk pak Sena nanti, sebuah makanan yang tidak ada seledrinya dan yang terpenting pak Sena suka.

Bughh….

Tubuhku terhuyung kebelakang karena di tabrak oleh seseorang, beruntung pak Sena dengan sigap menahan tubuhku sehingga pantatku tidak sampai mencium lantai.

“ehh.. sorry gue ga sengaja” ucap seorang perempuan yang tadi menabrak tubuhku.

“Iya ga apa-ap.. “ ucapanku tiba-tiba terhenti ketika aku mendongakkan kepalaku melihat perempuan itu. Tidak tidak aku bukan terkejut melihat perempuan yang menabrakku, tapi…. Aku terkejut melihat pria di sampingnya.

“Airin” ucap seorang laki-laki yang wujudnya haram untukku lihat maupunku ingat.

“Ngapain kamu disini?” Ucapnya lagi.

“Beb, kamu kenal sama dia?” Tanya perempuan tadi pada Reno. Ya Reno Wijaya mantanku, orang yang dengan tega meninggalkan ku dengan alasan yang sama sekali tidak masuk akal.

‘Sialan, kenapa gue bisa ketemu sama si setan ini disini sih’ ucapku dalam hati, sakit sekali rasanya melihat dia merangkul perempuan lain di hadapanku. Apakah dia sudah lupa dengan kisahnya selama 8 tahun bersamaku.

Aku ingin menangis di hadapannya, tapi aku harus sadar dia sudah milik orang lain, untuk apa aku menangisinya. Harus ku akui bahwa aku belum sepenuhnya lupa akan dirinya, dia yang selama ini sudah menjadi bagian dari pendewasaanku.

Aku sama sekali tidak menyesal sudah berbuat baik padanya sampai akhir hubungan kami, dan aku juga tidak menyesali semua effort yang telah ku keluarkan untuk dia walupun tidak mendapakan feedback yang sama, Ya namanya manusia, tidak semua tau cara berterimakasih.

“Ehemm…” sebuah suara mengangetkanku. Aku tersadar dari lamunanku, aku bahkan lupa jika ada pak Sena di sebelahku.

“Eh.. ma-maaf pak, ayo pak kita pergi” aku dan pak Sena berlalu dari hadapan kedua orang itu.

***

Lanjut yuk…

Berkomentarlah dengan kata-kata positif❤️

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!